Sang Jurnalis Legendaris di Jalur Mudik Nagreg

Serba-serbi Warga

Sang Jurnalis Legendaris di Jalur Mudik Nagreg

Wisma Putra - detikJabar
Jumat, 21 Apr 2023 03:30 WIB
Didi Supardi, sosok legendaris di Jalur Nagreg.
Didi Supardi, sosok legendaris di Jalur Nagreg. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Suaranya nyaring dan menggema dalam melaporkan pantauan arus lalu lintas mudik Lebaran di jalur selatan Nagreg, Kabupaten Bandung. Selain mengabarkan arus lalu lintas, kondisi cuaca pun juga disampaikannya.

"Pemirsa, dapat saya laporkan, kondisi arus lalu lintas Jalur Nagreg siang ini cukup ramai lancar dan kendaraan yang melintas di jalur ini masih didominasi kendaraan roda dua," demikian laporan tersebut disampaikan seorang jurnalis senior Radio RRI, Didi Supardi (53).

Pria kelahiran Majalengka yang kini bermukim di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung sudah malang melintang didunia penyiaran sejak puluhan tahun lalu. Setiap mudik Lebaran, Didi yang merupakan penyiar radio dan berstatus ASN di RRI Bandung ini menjadi reporter langganan yang menyampaikan arus lalu lintas di jalur Nagreg.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi pendengar setia RRI, suaranya cukup khas, karena bicara soal pengalaman Didi sudah tidak diragukan lagi. "Kerja di RRI 1991, dapat tugas di Nagreg sejak tahun 1994," kata Didi kepada detikJabar dijumpai di Jalur Nagreg, Minggu (16/4/2023).

Ayah tiga anak ini menyebut, setiap tahunnya dia bersiga melaporkan arus lalu lintas mudik, dari H-7 hingga H+7 lebaran. "Pokonya seminggu sebelum dan seminggu setelah Lebaran," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Keluarga Selama 2 Pekan

Didi mengungkapkan, dua pekan melakukan peliputan di jalur Nagreg dia harus tinggalkan anak dan istri. Menurutnya, saat ditinggalkan anak dan istrinya sudah terlebih dahulu mudik ke Majalengka.

"Jadi pas saya liputan mudik di Nagreg, anak dan istri sudah di Majalengka," ungkapnya.

Didi pun menyusul anak dan istri mudik ke Majalengka pada malam takbir dan berlebaran selama dua hari di sana. "Hari H Lebaran, sama hari kedua, setelah itu kan arus balik pulang lagi ke Nagreg buat laporan arus balik," ujar Didi.

Disingung siapa yang melakukan pelaporan berita di hari H Lebaran, Didi menyebut biasa rekan kerjanya yang bertugas. "Ada teman, dulu ada orang Kadungora, Garut, dekatkan sama Nagreg," tuturnya.

Didi mengatakan, meski harus meninggalkan istri dan anaknya, mereka sudah mengerti. Sebab sudah lama ia setiap menjelang dan setelah Lebaran harus melakukan liputan di Nagreg.

"Sudah pada ngerti, demi masyarakat luas jugakan ini juga," tuturnya.

Cara Komunikasi Dulu dan Sekarang

Didi berujar, dalam menyampaikan pemberitaan tidak semudah seperti sekarang. Bahkan perusahaanya tempat bekerja harus bekerjasama dengan perusahaan telekomunikasi yakni PT Telkom.

"Dulu, kerjasama dengan Telkom, sama Telkom diberikan kabel. Kalau mau siaran diberi telpon portable, langsung saya telepon ke kantor, nggak bisa mobile laporannya. Hanya kalau cara berita mobile langsung laporan di telepon," ujarnya.

Didi menyebut, jika RRI media massa pertama yang melaporkan pantauan arus lalu lintas mudik Lebaran. "Hanya RRI, saya boleh berbangga diri kalau saya pelopor siaran mudik di Jalur Nagreg," tutur Didi.

Didi juga mengungkapkan, dulu saat melaksanakan peliputan dia bersama rekan-rekannya menggunakan mobil untuk melaporkan pantauan arus lalu lintas di jalan tersebut. "Dulu nggak nginep seperti sekarang di posko, bawa mobil, jadi tidur tuh di mobil, tidur di emperan, masjid. Di warung yang saat ini digunakan posko itu saya tidur di emperannya, baru tahun 2000-an kita nyewa sebuah ruangan tamu yang digunakan untuk beristirahat di warung tersebut," tuturnya.

Didi berujar, di tahun 2000-an sudah mulai banyak reporter dari media nasional yang melaporkan kondisi arus lalu lintas mudi di jalur tersebut. "Puncak ramai liputan mudik tahun 2010, benar-benar perang branding media, semuanya pakai mobil OB van," tambahnya.

Didi mengatakan, alat komunikasi mulai mudah sejak ada handphone. Ia pun mengenang masa perjuangannya pada tahun 2000-an ketika memakai handphone berukuran besar. "Liputan 1998 juga sudah bawa HP, tapi ukurannya masih besar," ucapnya.

Meskipun sekarang perkembangan informasi sudah masif, Didi punya cara sendiri untuk menyampaikan informasi kepada para pendengar.

"Laporan pandangan mata, lebih laporkan situasi terbaru ditambah saya memandu, saya tidak hanya berikan info, mengawal meandu pemudik, misal macet kita arahkan ke jalur yang gak macet. Makanya saya jarang pakai data karena buat pusing pendengar yang pasti kualitas saya siaran gak benar-benar," ujarnya.

Jalur Nagreg Dulu dan Sekarang

Didi menuturkan, bedanya jalur mudik dulu dan sekarang lalu lintasnya lebih lengang dan infrastrukturnya lebih menunjang. "Dulu lebih macet, karena belum ada Lingkar Nagreg dan jalannya masih kecil, kondisi jalan tidak semulus seperti saat ini," tuturnya.

Apalagi menurut Didi, jalur Cileunyi-Nagreg belum ada jalan Bypass Cicalengka dan kendaraan pemudik harus berputar ke jalur Cicalengka lama.

"Dari Cileunyi ke Cicalengka belum ada jalan bypass, jalurnya ke Cicalengka lama dan lajurnya hanya dua tidak lebar seperti sekarang," ungkap Didi.

Didi menyebut, lebih baik macet dari pada jalur lengang, karena menurutnya semakin padat kecelakaan fatal lebih sedikit. Kalaupun ada kecelakaan lalu lintas paling nyenggol atau nabrak bagian belakang mobil.

"Tapi dulu perjuangan mudik terasa banget, seperti mobil mogok harus jalan kaki, abis kopling, apalagi arus balik dari masjid bawah ke atas jalan kaki bawa sendal-sepatu," sebutnya.

Apalagi saat jalur Lingkar Nagreg baru dibuka di era Kapolres Bandung AKBP Hendro Pandowo. Saat itu sejumlah kecelakaan terjadi.

"Paling menonjol dan unik zaman Hendro Pandowo pembukaan Lingkar Nagreg masih banyak mobil mundur lagi ke belakang terus jatuh. Dari sana jalan dan tanjakan diubah, nggak curam banget. Dulu lingkar Nagreg nggak tajam banget, pada saat ujicoba banyak mobil gak naik," ucapnya.

"Tanjakan nggak seekstream jalan lama, tapi panjang," tambahnya.

(wip/orb)


Hide Ads