Ummul Mukminin Aisyah RA pernah memberikan nasihat tentang penyakit yang menurutnya paling buruk. Penyakit itu adalah kerasnya hati.
Nasihat Sayyidah Aisyah RA ini termuat dalam sebuah riwayat yang dinukil Majdi Muhammad Asy-Syahawi dalam Sakarat al-Maut, Wa'izhah al-Maut wa Syada 'Iduhu. Diriwayatkan, ada seorang pria datang menemui Ummul Mukminin Aisyah RA dan berkata,
"Wahai Ummul Mukminin, aku punya suatu penyakit. Apakah engkau memiliki obatnya?"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aisyah RA bertanya, "Apakah penyakitmu itu?"
Orang itu menjawab, "Kekerasan hati."
Aisyah RA berkata, "Penyakitmu itu adalah penyakit yang paling buruk. Jenguklah orang-orang yang sedang sakit, layatlah jenazah, dan perkirakanlah datangnya kematian sudah dekat."
Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub mengatakan bahwa Shafiyyah mengadu kepada Aisyah RA tentang keras hatinya. Aisyah RA menjawab, "Perbanyaklah mengingat kematian, niscaya hatimu akan lembut." Lalu Shafiyyah melaksanakan nasihat itu. Beberapa waktu kemudian, ia mendatangi Aisyah RA dan berterima kasih kepadanya.
Ibnul Jauzi dalam kitab Bustaan al-Waa'izhiin turut menukil riwayat Aisyah RA tersebut. Kemudian, ia memaparkan sebuah syair tentang nasihat kematian, yang berbunyi,
Siapa yang tahu bahwa maut adalah tangganya
Kuburan adalah rumahnya dan kebangkitan merupakan jalan keluarnya
Dan tahu bahwa ia akan disengat ular-ular
Pada hari kiamat atau api neraka akan membakarnya
Setiap sesuatu selain ketakwaan memiliki keburukan
Dan keburukan itu tidak membuatnya tegak berdiri
Kau lihat orang yang menjadikan dunia sebagai negerinya
Ia tidak tahu bahwa kematian akan mengagetkannya
Kerasnya Hati Disebabkan karena Keburukan
Diterangkan dalam buku Quranic Healing karya Ibnu Rusydi al-Maswani, kumpulan keburukan dapat membentuk kerasnya hati. Ia menjelaskan lebih lanjut, Al-Qur'an menggunakan istilah batu bagi bagi hati yang keras sebagai akumulasi penentangan terhadap ajaran-Nya.
Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 74,
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ٧٤
Artinya: "Setelah itu, hatimu menjadi keras sehingga ia (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar. Ada pula yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, dan ada lagi yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan."
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut menceritakan tentang kerasnya hati orang-orang bani Israil. Hati mereka tetap keras sekalipun telah ada peringatan kepada mereka melalui tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
(kri/nwk)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana