Sebagai salah satu sahabat terkemuka Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib RA dikenal sebagai sosok yang sangat dihormati dan mulia dalam khazanah Islam. Namun, akhir hayatnya diwarnai dengan peristiwa tragis ketika beliau dibunuh secara kejam saat hendak melaksanakan salat Subuh.
Tragedi ini memunculkan pertanyaan besar: kenapa Ali bin Abi Thalib dibunuh dan apa motif di balik serangan tersebut? Untuk memahami alasan di balik pembunuhan ini, kita perlu menelusuri situasi politik dan konflik internal yang melanda umat Islam pada masa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Motif Pembunuhan Ali bin Abi Thalib
Pembunuh Ali bin Abi Thalib RA adalah Abdurrahman bin Muljam, seorang ekstremis dari kelompok Khawarij. Ia menghunuskan pedang yang telah dilumuri racun mematikan saat menyerang Ali di waktu Subuh.
Setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul berbagai fitnah yang mengguncang umat Islam. Masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pun menjadi periode yang sarat ujian dan penuh gejolak.
Sejumlah pemberontak sengaja menebarkan isu palsu bahwa Mu'awiyah lebih layak menjadi khalifah pengganti Utsman dibandingkan Ali. Di antara tokoh yang terlibat dalam penyebaran fitnah tersebut adalah Abdurrahman bin Amru alias Ibnu Muljam, Alburak bin Abdullah At-Tamimi, dan Amru bin Bakar At-Tamimi.
Dalam buku Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah oleh Prof. Dr. Abdussyafi Muhammad Abdul Lathif, diceritakan tentang latar belakang awal yang mendorong Ibnu Muljam untuk membunuh Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Muljam awalnya merupakan pendukung setia Khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun, sikap politiknya mulai berubah sejak terjadinya Perang Shiffin yang menandai awal ketidakberpihakannya kepada Ali.
Perang Shiffin pecah pada tahun 37 H/648 M antara pasukan Khalifah Ali dan pasukan Muawiyah. Konflik ini dipicu oleh tuduhan saling menyalahkan terkait pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan, serta naiknya Ali sebagai khalifah keempat.
Saat pasukan Ali hampir mencapai kemenangan, Muawiyah mengusulkan penyelesaian konflik melalui perundingan atau tahkim. Ali pun menerima tawaran tersebut demi menghindari pertumpahan darah lebih lanjut.
Keputusan Ali untuk menyetujui tahkim membuat sekitar 4.000 pengikutnya kecewa dan memisahkan diri. Mereka menganggap Ali maupun Muawiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan menyebut keduanya sebagai kafir.
Kelompok yang memisahkan diri ini kemudian dikenal sebagai Khawarij, berasal dari kata kharaja yang berarti keluar atau membelot. Ibnu Muljam termasuk salah satu dari kelompok tersebut, yang berpandangan ekstrem dan menolak penyelesaian melalui arbitrase.
Khawarij menegaskan bahwa konflik harus diserahkan kepada kehendak Allah, bukan melalui kesepakatan manusia. Mereka mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham, termasuk Ali yang dianggap bersalah karena menyetujui tahkim demi perdamaian umat.
Ali bin Abi Thalib akhirnya meregang nyawa di tangan Ibnu Muljam yang merupakan bagian dari kelompok Khawarij.
Kisah Pembunuhan Ali
Mengutip buku Kisah 10 Pahlawan Surga karya Abu Zaein, Ibnu Muljam kemudian berangkat ke Kufah untuk menjalankan rencana jahatnya. Ia membawa sebuah pedang yang telah dilumuri racun mematikan.
Ketika Ali bin Abi Thalib hendak menuju masjid untuk menunaikan salat Subuh, Ibnu Muljam mendekatinya dan langsung menyerang. Dalam buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib karya Ahmad Abdul 'Al Al-Thahthawi, Muhammad ibn Al Hanafiyyah menggambarkan kejadian itu dengan rinci.
Ia mengatakan, "Tiba-tiba aku melihat kilatan cahaya dan mendengar seseorang berseru, 'Hukum hanyalah milik Allah, bukan milikmu, wahai Ali, dan bukan pula milik para pengikutmu!'" Muhammad ibn Al Hanafiyyah menyaksikan langsung ketika tebasan pedang pertama mengenai Ali, disusul dengan hantaman pedang kedua.
Wallahu a'lam.
(hnh/lus)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi