Perbedaan Syarat Nikah Siri dan Nikah Resmi di KUA

Perbedaan Syarat Nikah Siri dan Nikah Resmi di KUA

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Jumat, 12 Des 2025 18:30 WIB
Perbedaan Syarat Nikah Siri dan Nikah Resmi di KUA
Ilustrasi nikah siri. Foto: Getty Images/iStockphoto/Minet Zahirovic
Jakarta -

Memahami perbedaan syarat nikah siri dan nikah resmi sangat penting agar calon pasangan dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan tuntunan agama sekaligus peraturan negara. Secara umum, nikah siri dinilai sah menurut syariat, sementara nikah resmi di Kantor Urusan Agama (KUA), di samping sah secara agama, juga memberikan kekuatan hukum penuh secara administratif.

Perlu dipahami, ada persyaratan yang harus dipenuhi dari nikah siri agar dinilai sah secara syariat agama. Begitu pun nikah resmi juga memiliki persyaratan khusus. Simak pembahasan berikut ini untuk mengetahui perbedaan persyaratan nikah siri dan nikah resmi di KUA.

Pernikahan Menurut Hukum Syariat Islam

Dikutip dari buku Panduan Lengkap Muamalah: Menurut Al-Quran, Al-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama karya Muhammad Al-Baqir, istilah "nikah" berasal dari bahasa Arab yang bermakna "penggabungan" atau "saling bertautan".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam syariat, nikah dipahami sebagai akad yang menghalalkan hubungan suami-istri sekaligus menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua pasangan dalam membangun rumah tangga.

Selain istilah nikah, kata zawaj juga digunakan untuk menyebut pernikahan. Hukum pernikahan dalam Islam dapat berbeda-beda bagi setiap individu, dapat wajib, sunnah, makruh, haram, atau mubah, tergantung kondisi masing-masing.

ADVERTISEMENT

Dalam praktik masyarakat, pernikahan kemudian terbagi menjadi dua bentuk utama, yaitu pernikahan yang dicatatkan negara, dan pernikahan yang dilakukan hanya secara agama tanpa dicatatkan. Salah satu bentuk yang termasuk kategori kedua adalah nikah siri.

Apa Itu Nikah Siri?

Secara bahasa, nikah siri berasal dari kata sirr (سِرّ) yang berarti "rahasia". Dalam praktiknya, nikah siri merujuk pada pernikahan yang sah menurut agama tetapi tidak dicatatkan pada lembaga resmi negara seperti KUA atau pun Dinas Kependudukan & Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Menurut fikih, pernikahan seperti ini tetap dipandang sah selama memenuhi seluruh rukun dan syarat nikah. Namun, ketiadaan pencatatan membuatnya tidak memiliki kekuatan hukum negara sehingga rawan menimbulkan persoalan ketika terjadi sengketa, perceraian, perwalian anak, atau pembagian hak.

Syarat Nikah Siri dan Nikah Resmi di KUA

1. Syarat Nikah Siri

Diringkas dari Buku Ajar Hukum Perkawinan di Indonesia karya Gufron Maksum dkk., nikah siri mengikuti syarat sah pernikahan menurut fikih. Syarat tersebut meliputi:

  1. Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan.
  2. Wali bagi mempelai perempuan.
  3. Dua saksi laki-laki yang adil dan menyaksikan akad.
  4. Ijab kabul yang jelas antara wali dan calon suami.
  5. Mahar, sebagai bentuk kesepakatan dalam pernikahan.

Selama syarat-syarat ini terpenuhi, akad sah secara agama meskipun tidak tercatat pada negara.

2. Syarat Nikah Resmi di KUA (Administratif)

Pada pernikahan resmi, selain memenuhi semua syarat sah pernikahan yang dijelaskan sebelumnya, pernikahan ini juga dicatatkan di KUA sehingga perlu memenuhi persyaratan administratif.

Mengacu pada PMA No. 22 Tahun 2024 Pasal 4 ayat (1), pencatatan pernikahan membutuhkan beberapa dokumen administratif, antara lain:

  1. Surat pengantar nikah dari desa/kelurahan
  2. Fotokopi akta kelahiran
  3. Fotokopi KTP dan KK
  4. Surat rekomendasi nikah dari KUA kecamatan (jika menikah di luar domisili)
  5. Surat persetujuan calon pengantin
  6. Izin orang tua/wali bagi yang belum berusia 21 tahun
  7. Izin pengadilan bila orang tua/wali tidak ada
  8. Dispensasi kawin dari pengadilan bagi yang belum berusia 19 tahun
  9. Surat izin atasan untuk anggota TNI/POLRI
  10. Izin poligami dari pengadilan agama jika suami hendak beristri lebih dari satu
  11. Dokumen perceraian atau kematian pasangan sebelumnya (bila relevan)

Tambahan untuk WNA:

  1. Surat keterangan bebas halangan menikah dari kedutaan
  2. Fotokopi paspor
  3. Data orang tua

Tambahan untuk WNI di luar negeri yaitu surat pengantar dari Perwakilan RI.

Nikah Siri Menurut Perspektif Islam

Diuraikan dalam buku Hukum Perkawinan Bawah Tangan di Indonesia karya Sularno dan Muhammad Roy Purwanto, istilah "nikah siri" sebenarnya tidak dikenal dalam terminologi syariat. Islam hanya menilai sah atau tidaknya akad nikah berdasarkan rukun dan syarat, bukan berdasarkan pencatatan negara.

Rukun akad nikah tersebut mencakup:

  1. calon mempelai laki-laki dan perempuan,
    wali bagi mempelai perempuan,
  2. dua saksi,
  3. serta ijab kabul.

Selama ketentuan tersebut terpenuhi, pernikahan sah menurut agama. Jika suatu praktik "nikah siri" tidak memenuhi rukun tersebut, misalnya tanpa wali, maka statusnya tidak sah menurut syariat.

Dalam praktik masyarakat, nikah siri kemudian dipahami sebagai pernikahan yang dirahasiakan karena alasan tertentu, seperti pertimbangan sosial atau kondisi keluarga. Namun sebagaimana ditegaskan banyak ulama, kerahasiaan bukan yang menentukan sah atau tidaknya akad, melainkan terpenuhinya rukun syarat nikah itu sendiri.

Fatwa MUI No. 10 Tahun 2008 tentang Nikah di Bawah Tangan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu memberikan pedoman atas maraknya praktik nikah di bawah tangan. Fatwa ini mendefinisikan nikah di bawah tangan sebagai pernikahan yang memenuhi seluruh rukun dan syarat fikih namun tidak dicatatkan pada instansi resmi.

MUI menetapkan dua ketentuan hukum penting:

  1. Nikah di bawah tangan tetap sah secara syariat, karena memenuhi rukun dan syarat nikah. Namun, pernikahan tersebut menjadi haram bila mengakibatkan mudarat, seperti merugikan istri atau anak.
  2. Setiap pernikahan wajib dicatatkan secara resmi sebagai langkah pencegahan mudarat (saddan lidz-dzari'ah) dan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait.

Perbedaan Umum Nikah Siri dan Nikah Resmi di KUA

Dikutip dari buku Nikah Siri karya Vivi Kurniawati, terdapat dua perbedaan mendasar antara nikah siri dan nikah resmi, yaitu:

1. Status Pencatatan

Nikah siri tidak tercatat di KUA sehingga hanya sah menurut agama, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum. Sebaliknya, nikah resmi tercatat secara administratif sehingga sah menurut agama sekaligus sah dalam hukum positif Indonesia.

2. Penyelenggaraan Walimah

Pernikahan resmi umumnya mengadakan walimah sebagai bentuk pengumuman kepada masyarakat. Sementara pada nikah siri, walimah biasanya tidak dilakukan atau dilaksanakan secara tertutup karena pernikahan tersebut sengaja dirahasiakan.




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads