Hukum memelihara anjing di rumah sering menjadi topik perdebatan di kalangan muslim. Kebanyakan menyebut anjing memiliki najis berat atau mughallazah dari air liurnya.
Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya mengatakan musim yang terkena jilatan anjing harus membasuh bekas jilatan hingga tujuh kali dengan dicampur debu. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,
"Ketika anjing menjilat bejana, maka basuhlah tujuh kali dengan dicampuri debu pada awal pembasuhannya." (HR Muslim)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, para ulama berbeda pendapat terkait hukum memelihara anjing. Lantas, apakah boleh muslim memelihara anjing di rumah?
Hukum Memelihara Anjing di Rumah Menurut Ulama dan Hadits
Dinukil dari buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Taharah oleh Ahmad Sarwat, berikut hukum memelihara anjing di rumah menurut ulama disertai hadits rujukannya.
1. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i mengatakan najis pada anjing mencakup seluruh tubuhnya, tak hanya air liur. Pendapat ini diterangkan dalam kitabnya Raudhatu ath-Thalibin wa 'Umdatu al-Muftiyyin.
Turut dijelaskan dalam artikel tanya jawab fikih yang dipublikasikan Tim Layanan Syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama bahwa hukum memelihara anjing tanpa kebutuhan tertentu tidak diperbolehkan. Imam Nawawi mengatakan hukum itu berlaku kecuali jika anjing dipelihara untuk tujuan khusus, seperti berburu, menjaga tanaman atau ternak.
"Menurut mazhab kami, memelihara anjing tanpa kebutuhan khusus dianggap haram. Namun, jika anjing dipelihara untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, hal itu diperbolehkan. Adapun dalam hal memelihara anjing untuk menjaga rumah, gerbang, atau tujuan lainnya, ulama kami memiliki perbedaan pendapat," terang Imam an-Nawawi dalam Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi.
Perbedaan pendapat pertama yaitu tidak diperbolehkan berdasarkan larangan yang tegas dalam hadits, yang melarang kecuali untuk tiga tujuan tertentu yaitu menjaga tanaman, berburu dan menjaga ternak.
Sementara itu, pendapat kedua disebut lebih shahih dengan memperbolehkan dengan mendasarkan pada qiyas terhadap tiga kebutuhan tersebut yang diambil dari hikmah yang terkandung dalam hadits yaitu kebutuhan khusus.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari." (HR Muslim)
Mengacu pada hadits tersebut, mazhab Syafi'i memperbolehkan memelihara anjing jika ada hajat.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpandangan hukum memelihara anjing boleh untuk berbagai keperluan. Seperti disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr yang mengutip pernyataan Imam Malik.
Imam Malik berpendapat hukum tersebut mencakup tujuan seperti menjaga tanaman, berburu dan ternak. Tetapi, pendapat lain dari Ibnu Umar hanya membolehkan memelihara anjing untuk berburu dan menjaga ternak.
Ibnu Abdil Barr berkata,
"Imam Malik membolehkan pemeliharaan anjing untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga hewan ternak. Sahabat Ibnu Umar tidak membolehkan pemeliharaan anjing kecuali untuk berburu dan menjaga hewan ternak. Ia berhenti ketika mendengar dan hadits riwayat Abu Hurairah, Sufyan bin Abu Zuhair, Ibnu Mughaffal, dan selain mereka terkait ini tidak sampai kepadanya." (Ibnu Abdil Barr)
Menurut pendapat ini, memelihara anjing tidak diharamkan. Larangan Rasulullah SAW dalam hadits sifatnya makruh.
Dia menilai, kualitas pemeliharaan anjing tergantung pada perlakuan manusia terhadap hewan tersebut. Jika perilaku keseharian orang yang memeliharanya baik, maka Allah akan memberi pahala. Namun, jika perilakunya buruk, Allah membalasnya dengan dosa.
3. Mazhab Hambali
Menurut Imam Hambali, haram hukumnya memelihara anjing jika tak ada hajat tertentu. Pendapat ini dikatakan salah satu ulama mazhab Hambali, Ibnu Quddamah dalam kitab Asy-Syarh Al Kabir ma'al Mughni.
"Memelihara anjing untuk menjaga rumah menurut pendapat yang paling shahih tidak diperbolehkan. Hal yang kemungkinan berlaku untuk hukum yang membolehkannya," tulisnya.
4. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi berpandangan boleh memelihara anjing. Diterangkan melalui buku Mistik, Seks dan Ibadah karya Quraish Shihab, memelihara anjing menurut mazhab Hanafi diizinkan selama untuk penjaga atau berburu.
Menurut mazhab ini, tubuh anjing tidak najis. Artinya, najis anjing hanya dari air liur, mulut serta kotorannya.
Ulama Hanafiyyah, Al Kasani berpendapat sebagai berikut:
"Dan yang mengatakan bahwa (anjing) itu tidak termasuk najis 'ain, maka mereka menjadikannya seperti semua hewan lain kecuali babi. Dan inilah yang sahih dari pendapat kami."
Wallahu a'lam.
(aeb/kri)












































Komentar Terbanyak
Penjelasan Kemenag soal Penetapan Waktu Subuh di Indonesia
Menag: Orang Arab Harus Belajar Islam di Indonesia
Ketua MUI Bertemu Dirjen Pajak, Sepakat Bentuk Satgas Pajak Berkeadilan