Bolehkah Membatalkan Salat Jika Terjadi Bencana Alam?

Bolehkah Membatalkan Salat Jika Terjadi Bencana Alam?

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Jumat, 05 Des 2025 12:30 WIB
Bolehkah Membatalkan Salat Jika Terjadi Bencana Alam?
Ilustrasi bencana alam. Foto: Ilustrasi menggunakan Gemini AI
Jakarta -

Hukum membatalkan salat karena bencana alam menjadi pertanyaan yang sering muncul, terutama saat terjadi kondisi yang mengancam keselamatan. Syariat Islam sendiri memberikan ruang kelonggaran pada keadaan-keadaan tertentu demi menjaga jiwa manusia.

Di sisi lain, kita mengetahui bahwa salat adalah kewajiban besar dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Hajj Ayat 78 yang berbunyi:

فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاعْتَصِمُوْا بِاللّٰهِۗ هُوَ مَوْلٰىكُمْۚ فَنِعْمَ الْمَوْلٰى وَنِعْمَ النَّصِيْرُࣖ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latin: Fa aqîmush-shalâta wa âtuz-zakâta wa'tashimû billâh, huwa maulâkum, fa ni'mal-maulâ wa ni'man-nashîr

Artinya: "..... Maka, tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah pada (ajaran) Allah. Dia adalah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong."

ADVERTISEMENT

Ayat ini menegaskan bahwa salat adalah ibadah yang harus dijaga dan ditegakkan. Namun, kewajiban tersebut tetap berada dalam bingkai kaidah syariat, yaitu bahwa Allah SWT tidak membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang membahayakan diri mereka.

Hukum Membatalkan Salat saat Terjadi Bencana Alam

Dalam situasi bencana alam, keselamatan menjadi prioritas utama. Seorang Muslim diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk menghentikan salat apabila kondisi mengancam jiwa. Memaksakan diri untuk tetap salat ketika berada dalam bahaya, justru dapat berakibat haram karena menempatkan diri pada risiko yang tidak perlu.

Anggota Pengurus Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Abdurrahman Dahlan, menjelaskan bahwa menjaga keselamatan adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan.

"Kalau sampai membahayakan bahkan haram. Dia mengorbankan keselamatannya, padahal tidak dituntut kondisi seperti itu untuk melaksanakan ibadah," ujar beliau di Jakarta dalam arsip wawancara dengan detikHikmah beberapa waktu lalu.

Prof. Dahlan menegaskan bahwa salat bisa dilakukan kembali setelah keadaan benar-benar aman. Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mempertaruhkan nyawa demi ibadah yang sebenarnya memiliki kelonggaran aturan ketika dalam kondisi darurat.

"Karena salat bisa diulang kalau keadaannya sudah aman. Tapi mengorbankan kepentingan keselamatan untuk salat yang bisa di waktu lapang, bahkan bisa dijamak atau diqadha, namun dia tetap memaksakan diri itu tidak sesuai dengan ajaran Islam," jelasnya.

Menurutnya, Islam telah menyediakan berbagai bentuk rukhsah (keringanan), seperti menjamak atau mengqadha salat ketika situasi tidak memungkinkan untuk melaksanakannya secara normal. Jika seseorang tetap memaksakan diri di tengah ancaman, hal itu justru dapat menimbulkan kesalahpahaman di mata pemeluk agama lain.

"Apalagi jika dilihat oleh penganut agama lain, itu membuat orang menjauhi agama karena menganggap memang begitu ajaran Islam. Padahal tidak seperti itu," terang Prof. Dahlan.

Penjelasan para ulama terkait kebolehan membatalkan salat saat terjadi bencana tidak hanya datang dari MUI, tetapi juga diperkuat oleh kajian-kajian fikih lainnya.

Dikutip dari buku Fiqih Bencana: Kajian Fiqih Dalam Menghadapi Bencana Alam oleh KH. Salman Hakim, S.Sy., M.H., ulama telah lama membahas situasi darurat yang mengharuskan seseorang memutus salat demi menyelamatkan diri atau mencegah kerusakan yang lebih besar.

Disebutkan dalam riwayat al-Bukhari:

إِذَا رَجُلٌ يُصَلِّي وَإِذَا لِحَامُ دَابَّتِهِ بِيَدِهِ فَجَعَلَتْ الدَّابَّةُ تُنَازِعُهُ وَجَعَلَ يَتْبَعُهَا

"Seketika itu ada seseorang (Sahabat Abu Barzah al-Aslami Ra) yang sedang shalat dan tali kendali hewan tunggangannya (dipengang) di tangannya, lalu tiba-tiba hewan itu menyeretnya dan ia pun mengikutinya..." (Riwayat al-Bukhari)

Melalui hadits ini, para ulama memahami bahwa ketika ada ancaman bahaya atau kekhawatiran akan rusaknya sesuatu baik jiwa, barang, atau hewan, maka seseorang dibolehkan memutus salatnya.

Ibn Hajar dalam Fath al-Bari (III/82) menegaskan bahwa kondisi darurat seperti ini menjadi alasan syar'i untuk membatalkan salat.

Wallahu a'lam.




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads