Penentuan waktu salat merupakan bagian penting dalam ibadah yang tidak boleh dilakukan sembarangan. Setiap salat memiliki awal dan akhir waktu yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an, hadits, dan penjelasan para ulama.
Untuk memudahkan, berikut pembahasan lengkap tentang waktu-waktu salat fardhu beserta batas akhirnya menurut ketentuan fikih, agar ibadah tetap sah dan sesuai tuntunan.
Batas Waktu Salat Lima Waktu
Mengacu pada buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili yang diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dijelaskan bahwa setiap salat fardhu memiliki awal waktu dan batas akhir yang harus diperhatikan oleh seorang muslim agar tidak terlewat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Waktu Subuh
Waktu salat Subuh dimulai sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari. Fajar shadiq adalah cahaya putih yang muncul jelas dan memanjang sejajar garis ufuk, berbeda dengan fajar kadzib yang menjulang ke atas seperti ekor serigala hitam.
Banyak ketentuan syariat yang ditetapkan berdasarkan terbitnya fajar shadiq, seperti awal dimulainya puasa, permulaan waktu salat Subuh, hingga berakhirnya waktu salat Isya. Rasulullah SAW bersabda, "Fajar itu ada dua: fajar yang mengharamkan makan dan membolehkan salat, serta fajar yang mengharamkan salat (yaitu salat Subuh) dan membolehkan makan."
Dalam hadits Abdullah bin Amru yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dijelaskan bahwa waktu salat Subuh dimulai ketika fajar terbit dan berlangsung sampai sebelum matahari terbit. Adapun rentang waktu dari terbitnya matahari hingga masuknya Zuhur tidak termasuk dalam pembahasan batas waktu salat fardhu lima waktu.
Baca juga: 5 Rukun Islam dan Kewajiban Menjalankannya |
2. Waktu Zuhur
Waktu salat Zuhur dimulai ketika matahari tergelincir dari posisi tengah langit hingga panjang bayang-bayang suatu benda menjadi sama dengan tinggi benda itu. Tergelincirnya matahari dapat dikenali melalui bayangan orang atau tiang yang berdiri tegak. Selama bayangan masih pendek di sisi barat, berarti matahari belum memasuki waktu zawal (qabla az-zawal).
Saat bayangan berhenti tepat di tengah, tidak bertambah dan tidak berkurang, itu menandakan posisi matahari berada di titik istiwa. Jika setelah itu bayangan mulai memanjang ke arah timur, maka matahari sudah melewati titik tengah (ba'da az-zawal).
Ketika bayang-bayang suatu benda mulai tampak di sisi timur, itu menjadi tanda bahwa matahari telah condong ke barat dan waktu Zuhur pun telah masuk. Menurut jumhur ulama, batas akhir salat Zuhur adalah ketika bayangan suatu benda telah mencapai panjang yang sama dengan bendanya.
Tergelincirnya matahari adalah ketika matahari mulai condong ke barat dari kedudukannya yang semula tepat di tengah langit.
Dijelaskan pula dalam buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat yang disusun oleh Humaidi Al Faruq, batas salat Zuhur, masuk waktu dimulai dari tergelincirnya matahari. Keluar waktunya jika muncul bayangan suatu benda yang ukurannya sama dengan benda aslinya (benda dalam keadaan tegak).
Rasulullah SAW bersabda:
أَبْرِدُوا بالظهرِ فَإِنَّ شَدَّةَ الْحَرِ مِنْ جَهَنَّمَ
"Dinginkanlah salat Zuhur, karena keadaan panas yang terik itu berasal dari bara api neraka."
3. Waktu Asar
Waktu salat Asar dimulai setelah selesainya waktu Zuhur, sebagaimana ketentuannya telah dijelaskan sebelumnya, dan berakhir hingga matahari terbenam. Menurut jumhur ulama, awal waktu Asar ditandai ketika bayang-bayang suatu benda mulai memanjang melebihi panjang aslinya, meskipun pertambahannya hanya sedikit.
Menurut kesepakatan seluruh ulama, waktu Asar berakhir beberapa saat sebelum matahari terbenam. Hal ini berdasarkan hadits,
مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةٌ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْعَصْرِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
"Siapa yang mendapati satu rakaat salat Subuh sebelum matahari terbit, maka dia mendapati salat Subuh. Siapa yang mendapati satu rakaat salat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia mendapati salat Asar."
Kebanyakan ahli fiqih mengatakan bahwa melaksanakan salat Ashar pada waktu matahari mulai menguning adalah makruh. Pendapat mereka didasarkan dari sabda Rasulullah SAW,
تلْكَ صَلاةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلاً
"Demikianlah salat orang munafik. Dia menunggu matahari sehingga apabila matahari berada di antara dua tanduk setan, maka dia pun bangun mematuknya empat kali. Dia tidak mengingat Allah kecuali sedikit."
Dan juga sabda Rasulullah SAW,
"Waktu Ashar adalah selagi matahari tidak menguning."
Hal tersebut juga dijelaskan dalam buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat yang disusun oleh Humaidi Al Faruq, bahwa batas sholat Ashar, masuk waktu dimulai apabila ukuran bayangan suatu benda lebih panjang dari benda aslinya. Keluar waktu ketika matahari terbenam.
4. Waktu Magrib
Dikutip dari buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat yang disusun oleh Humaidi Al Faruq, sholat Maghrib, masuk waktu dimulai dari terbenamnya matahari. Keluar waktunya saat terbenamnya mega merah.
Menurut jumhur (ulama Hanafi, Hambali, dan qaul qadim madzhab Syafi'i), waktu Magrib berlangsung hingga hilangnya waktu syafaq, yaitu munculnya cahaya merah di ufuk barat. Mereka menggunakan dalil hadits,
وَقْتُ الْمَغْرِبِ مَالَمْ يَعْبِ الشَّفَقُ
"Waktu Maghrib ada selama syafaq (cahaya merah) belum hilang."
Menurut Abu Hanifah, syafaq adalah warna putih yang masih terlihat di atas ufuk setelah hilangnya cahaya merah. Setelah itu, akan muncul warna hitam. Antara kedua syafaq ini ada jarak yang dihitung dengan tiga derajat, di mana satu derajat sama dengan empat menit.
Pendapat Abu Hanifah ini didasarkan dari sabda Rasulullah SAW,
وَآخِرُ وَقْتِ الْمَغْرِبِ إِذَا اسْوَدَّ الْأَفَقُ
"Akhir waktu Magrib adalah apabila ufuq menjadi hitam."
Waktu Magrib selesai dalam waktu yang singkat, yaitu selama seseorang dapat mengambil wudhu, menutup aurat, melakukan adzan dan iqamah, serta menunaikan lima rakaat. Artinya, waktu Maghrib sangat sempit dan tidak panjang.
5. Waktu Isya
Menurut para madzhab, waktu salat Isya dimulai dari hilangnya syafaq ahmar (cahaya merah) hingga munculnya fajar shadiq (waktu Subuh).
Dengan kata lain, waktu salat Isya berlangsung beberapa saat sebelum terbitnya fajar. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Umar, yaitu
"Syafaq merah, apabila syafaq itu hilang, maka wajiblah salat (Isya)."
Juga, berdasarkan hadits Abu Qatadah yang terdapat dalam Shahih Muslim,
"Tidak ada kesalahan karena tertidur, tetapi kesalahan adalah pada orang yang tidak salat hingga datang waktu salat yang lain."
Adapun waktu pilihan (al-waqtul mukhtar) untuk salat Isya adalah sepertiga malam atau separuh malam. Ini berdasarkan beberapa hadits, di antaranya adalah hadis riwayat Abu Hurairah,
لَوْلا أَنْ أَشُقِّ عَلَى أُمَّنِي لَأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثَ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ
"Kalaulah tidak menjadi menyusahkan umatku, niscaya aku menyuruh mereka melewatkan salat Isya hingga kepada sepertiga malam atau separuh malam."
Juga, hadits riwayat Anas,
"Nabi Muhammad SAW melewatkan salat Isya hingga ke separuh malam, kemudian barulah beliau salat."
Mengqadha Salat jika Tertinggal atau Terlewat
Dalam buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat yang disusun oleh Humaidi Al Faruq, dijelaskan bahwa disunnahkan untuk segera mengqadha salat yang ditinggalkan, apabila ditinggalkannya disebabkan oleh udzhur yang dibenarkan syariat.
Apabila seseorang meninggalkan salat tanpa udzhur yang sah, maka ia wajib segera mengqadhanya dan mendahulukan seluruh waktunya untuk melunasi salat-salat yang terlewat. Dalam pendapat yang lebih kuat di kalangan madzhab Imam Syafi'i, tidak diperbolehkan melaksanakan salat sunnah sebelum seluruh salat wajib yang tertinggal itu diselesaikan terlebih dahulu.
Pembagian Waktu Salat
Dikutip dari buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat yang disusun oleh Humaidi Al Faruq, dijelaskan beberapa pembagian waktu salat, diantaranya:
1. Waktu fadhilah, yaitu jika seseorang salat pada waktu tersebut, maka dia akan mendapatkan fadhilah salat pada awal waktu.
2. Waktu ikhtiyar, yaitu setelah waktu fadhilah sampai sisa dari waktu yang cukup untuk menunaikan salat.
3. Waktu jawaz atau boleh, yaitu setelah waktu fadhilah sampai sisa dari waktu yang cukup untuk menunaikan salat (pahala nya lebih kecil).
4. Waktu haram, yaitu haram menunda salat sampai keluar waktu salat.
5. Waktu udzhur, yaitu melakukan salat dzhuhur di waktu asar, atau maghrib di waktu isya, maka hukumnya boleh apabila terdapat udzhur seperti karena sebab bepergian atau sakit.
6. Waktu darurat, yaitu pada akhir waktu sekira sisa dari waktu seukuran mengucapkan takbiratul ihram. Hal ini terjadi karena penghalang yang menghalangi, seperti perempuan yang telah suci dari darah haid, maka wajib baginya untuk meng-qhodonya.
Dengan mengetahui batas waktunya, kita bisa lebih disiplin dalam menjaga salat dan menghindari waktu-waktu yang dimakruhkan atau bahkan tidak sah. Semoga penjelasan ini membantu memperbaiki kualitas ibadah sehari-hari.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
MUI: Nikah Siri Sah tapi Haram
Daftar Besaran Biaya Haji Reguler 2026 Tiap Embarkasi Daerah
Menag: Orang Arab Harus Belajar Islam di Indonesia