Di dalam dunia yang penuh tipu daya dan muslihat, kita dituntut untuk pandai menjaga diri agar tidak terjerumus dalam perkara yang merugikan, baik secara lahir maupun batin. Salah satu cara menjaga diri dalam perspektif Islam adalah dengan menerapkan prinsip wara.
Wara mengajarkan sikap hati-hati dalam memilih antara yang halal, haram, dan syubhat agar kehidupan senantiasa berada dalam ridha Allah SWT. Lantas, apa sebenarnya pengertian wara dan bagaimana cara kita menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari?
Apa Itu Wara?
Wara merupakan salah satu sikap penting yang sepatutnya dijaga oleh setiap Muslim. Sikap ini menunjukkan bentuk ketaatan dan kepatuhan seorang hamba kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam buku Pelajaran tentang Wara karya Muhammad bin Shalih Al-Munajjid, disebutkan bahwa secara bahasa, wara berarti menjaga dan menahan diri dari hal-hal yang tidak pantas.
Secara istilah, wara diartikan sebagai meninggalkan hal-hal yang menimbulkan keraguan, menjauh dari segala sesuatu yang bisa mengotori hati, lebih memilih perkara yang jelas kebenarannya, serta mengarahkan hawa nafsu kepada hal yang berat namun benar.
Singkatnya, wara berarti menjauhi perkara yang masih samar atau syubhat dalam ajaran Islam.
Terkait dengan wara, terdapat sebuah hadits dari Hasan bin Ali r.a. yang mengatakan:
ΨΉΩΩΩ Ψ£ΩΨ¨ΩΩ Ω ΩΨΩΩ ΩΩΨ―Ω Ψ§ΩΨΩΨ³ΩΩΩ Ψ¨ΩΩΩ ΨΉΩΩΩΩΩΩ Ψ¨ΩΩΩ Ψ£ΩΨ¨ΩΩ Ψ·ΩΨ§ΩΩΨ¨Ω Ψ³ΩΨ¨ΩΨ·Ω Ψ±ΩΨ³ΩΩΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩ Ψ΅ΩΩΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩ ΨΉΩΩΩΩΩΩΩ ΩΩΨ³ΩΩΩΩΩ Ω ΩΩΨ±ΩΩΩΨΩΨ§ΩΩΨͺΩΩΩ Ψ±ΩΨΆΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩ ΨΉΩΩΩΩΩΩ ΩΨ§ ΩΩΨ§ΩΩ: ΨΩΩΩΨΈΩΨͺΩ Ω ΩΩΩ Ψ±ΩΨ³ΩΩΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩ Ψ΅ΩΩΩΩΩ Ψ§ΩΩΩΩ ΨΉΩΩΩΩΩΩΩ ΩΩΨ³ΩΩΩΩΩ Ω Ψ―ΩΨΉΩ Ω ΩΨ§ ΩΩΨ±ΩΩΩΨ¨ΩΩΩ Ψ₯ΩΩΩΩ Ω ΩΨ§ ΩΨ§Ω ΩΩΨ±ΩΩΩΨ¨ΩΩΩ.
Ψ±ΩΩΩΨ§ΩΩ Ψ§ΩΨͺΩΩΨ±ΩΩ ΩΨ°ΩΩΩΩ ΩΩΨ§ΩΩΩΩΨ³ΩΨ§Ψ¦ΩΩΩΩΨ ΩΩΩΨ§ΩΩΩ Ψ§ΩΨͺΩΩΨ±ΩΩ ΩΨ°ΩΩΩΩ: ΨΩΨ―ΩΩΩΨ«Ω ΨΩΨ³ΩΩΩ Ψ΅ΩΨΩΩΩΨΩ.
Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin 'Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.'" (HR. Tirmidzi, An-Nasa'i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Ciri-ciri Wara
Seseorang yang menerapkan wara dalam hidupnya tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Menukil buku Ilmu Tasawuf: Penguatan Mental-Spiritual dan Akhlaq, berikut adalah ciri-ciri wara:
Berikut parafrase dari 10 poin ciri-ciri orang yang memiliki sikap wara:
- Menjaga ucapan agar tidak terjerumus dalam perbuatan ghibah atau menggunjing orang lain.
- Selalu berpikir positif dan menghindari prasangka buruk terhadap sesama.
- Tidak meremehkan atau merendahkan martabat orang lain.
- Menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan dalam agama.
- Selalu berkata jujur dan menyampaikan kebenaran.
- Senantiasa mengingat nikmat Allah agar terhindar dari sifat angkuh.
- Membelanjakan harta hanya untuk hal-hal yang benar dan bermanfaat, bukan untuk kebatilan.
- Tidak memiliki ambisi berlebihan terhadap jabatan atau kekuasaan serta menjauh dari sifat sombong.
- Menjaga pelaksanaan salat lima waktu dengan tepat waktu dan khusyuk, termasuk menyempurnakan sujudnya.
- Konsisten menjalankan ajaran dan teladan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkatan Wara
Imam Al Ghazali telah membagi wara menjadi empat tingkatan, berikut penjelasannya:
1. Wara al-Udul
Wara al-udul adalah sikap menjauhkan diri dari segala bentuk larangan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Tingkatan wara ini merupakan tingkatan dasar yang wajib dimiliki oleh setiap Muslim, karena tanpa sikap ini, seseorang akan mudah terjerumus dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan.
2. Wara as-Salihin
Wara as-Salihin adalah sikap menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat, yaitu perkara yang belum jelas kehalalannya. Sikap ini diambil karena ada keraguan atau kekhawatiran bahwa sesuatu tersebut bisa termasuk dalam yang dilarang.
3. Wara al-Mutakin
Wara al-mutakin merupakan sikap menahan diri dari sesuatu yang sebenarnya halal, namun dikhawatirkan bisa menjadi jalan menuju perbuatan haram.
4. Wara as-Siddiqin
Tingkatan ini adalah dengan menahan diri dari hal-hal yang halal jika hal tersebut bisa menyebabkan hati lalai dari mengingat Allah SWT. Sikap ini merupakan ciri wara para arif, yaitu mereka yang telah meninggalkan segala sesuatu yang tidak membawa diri semakin dekat kepada Allah.
Wallahu a'lam.
(hnh/lus)












































Komentar Terbanyak
Perbandingan Biaya Umrah Mandiri vs Travel, Ini Perkiraannya
Ma'ruf Amin Dukung Renovasi Ponpes Pakai APBN: Banyak Anak Bangsa di Sana
Gus Irfan soal Umrah Mandiri: Pemerintah Saudi Izinkan, Masa Kita Larang?