Puasa Ramadhan adalah rukun Islam yang ketiga. Setiap muslim wajib melaksanakannya saat bulan Ramadhan tiba.
Mengacu pada buku berjudul "Buku Pintar Agama Islam" oleh Abu Aunillah Al-Baijury, puasa adalah tindakan menahan diri dari makan, minum, nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Selain puasa wajib, terdapat juga puasa sunnah.
Ketika berpuasa, seorang juru masak tetap harus melaksanakan kewajibannya untuk memasak. Tapi pada kondisi tersebut, mereka sering kesulitan untuk menentukan rasa agar makanan tersebut enak untuk dimakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mencicipi makanan sering menjadi kebiasaan mereka sebelum makanan dihidangkan. Namun bagaimana jika si juru masak sedang puasa? Apakah boleh melakukan hal tersebut? Apakah mencicipi makanan bisa membatalkan puasa?
Kondisi seperti ini sempat dibahas dalam kolom tanya jawab fiqih di laman Kementerian Agama (Kemenag). Berikut penjelasannya.
Perlu diingat bahwa yang dapat membatalkan puasa adalah masuknya makanan atau benda ke dalam perut. Terkecuali jika hal itu terjadi karena lupa, ketidaktahuan, atau paksaan, atau jika itu merupakan sesuatu yang sulit dipisahkan dari air liur. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Salim bin Sumair dalam kitab Safinatun Najah.
"Yang tidak membatalkan puasa di antara yang masuk ke dalam rongga perut ada tujuh poin. (Pertama, kedua, dan ketiga) adalah ketika sesuatu masuk ke dalam perut orang yang berpuasa karena lupa, ketidaktahuan atau dipaksa. (keempat) adalah ketika sesuatu yang masuk ke dalam perutnya berupa aliran air liur bersamaan dengan sesuatu yang ada di antara sela-sela gigi, sementara orang tersebut tidak mampu memisahkannya di antara antara liur tersebut karena sulit."
Baca juga: Apakah Boleh Puasa di Hari Maulid Nabi? |
Oleh karena itu, sebagian besar ulama Syafi'i berpendapat bahwa sisa-sisa makanan yang sedikit dan sulit dipisahkan dari mulut tidak membatalkan puasa. Demikian juga, rasa makanan yang tersisa dari bekas makanan tidak dianggap sebagai pembatal puasa karena tidak ada zat fisik yang masuk ke dalam rongga perut.
"Adapun hanya sekadar rasa makanan yang tersisa dari bekas makanan, maka tidak ada pengaruhnya bagi pembatalan puasa karena tidak ada wujud benda yang masuk dalam rongga." (Hasyiyah al-Bujairimi, Jilid I, Halaman 249).
Kesimpulan ini ditarik oleh ulama Syafi'i berdasarkan pendapat Ibnu Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، قالَ: لا بَأْسَ أنْ يَذُوقَ الخَلَّ أوِ الشَّيْءَ، ما لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وهُوَ صائِمٌ
Artinya: Diriwayatkan dari Ibn Abbas, beliau berkata, tidak masalah apabila seseorang yang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu selama tidak masuk kerongkongan/memakan. (Musannaf Ibn Abi Syaibah, Jilid 2, Halaman 304)
Dengan demikian, mencicipi makanan tidak akan membatalkan puasa selama yang dicicipi hanya sedikit, tidak ada materi makanan yang masuk ke dalam perut, dan rasa makanan yang terasa masih dapat dibuang atau dikeluarkan. Lebih lanjut, mencicipi makanan bagi seseorang yang tidak memiliki kebutuhan khusus dianggap sebagai perbuatan makruh. Namun, bagi seseorang yang membutuhkan, seperti juru masak, mencicipi makanan tidak dianggap makruh.
Hal ini dapat ditemukan dalam fatwa asy-Syarqawi dalam kitabnya Hasyiyatusy Syarqawi 'ala Tuhfatith Thullab:
"Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir terlanjur tertelan masuk lantaran sangat dominannya syahwat (untuk makan). Kemakruhan itu sebenarnya terdapat pada tidak adanya hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Beda hukumnya jika tukang masak dan orang yang masak untuk menyuapi anak kecilnya yang sedang sakit, maka mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian penuturan Az-Zayadi."
Wallahu a'lam.
(hnh/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Hukum Merayakan Maulid Nabi Menurut Pandangan Ulama