Islam sebagai agama yang mengajarkan kebenaran memiliki berbagai aliran dan pemahaman yang berkembang di kalangan umatnya. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, berbagai perbedaan muncul dalam cara memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Meski demikian, terdapat satu pemahaman murni yang dianggap paling sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan diteruskan oleh para sahabat.
Pemahaman ini sering kali dikaitkan dengan istilah Ahlussunnah wal Jamaah. Istilah ini juga sering diartikan sebagai karakteristik golongan muslimin. Apa arti Ahlussunnah wal Jamaah ini sebenarnya? Berikut penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Arti Ahlussunnah wal Jamaah?
Mengutip buku Menyelami Hakikat Ahlussunnah wal Jamaah yang disusun oleh Adam Maulana dkk, arti Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) jika dilihat dari segi bahasa terdiri dari 3 pengertian.
Pertama, "ahl", yang berarti keluarga, golongan, atau pengikut. Kedua, "al-sunnah" yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi SAW. Ketiga, "al-jama'ah" yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaurrasyidin.
Sedangkan menurut istilah, arti Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan atau kaum yang menganut dan mengamalkan ajaran Islam yang murni, sesuai dengan yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW serta para sahabatnya.
Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang diwariskan oleh ulama-ulama (salafus saleh) adalah warisan yang dijaga kemurniannya, dan bebas dari pengaruh ajaran-ajaran Islam yang menyimpang.
Dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, terdapat nilai pokok yang harus dipegang teguh, yaitu sikap tawasuth (moderat), tasamuh (toleransi), dan tawazun (seimbang). Dengan berpegang pada nilai-nilai ini, diharapkan umat Islam dapat menumbuhkan sikap toleran dan mampu menerima perbedaan, khususnya dalam menghadapi keragaman masyarakat.
Imam Ahlussunnah wal Jamaah
Dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah yang ditulis oleh A. Fatih Syuhud, Kyai Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara aqidah mengikuti madzhab Abu Hasan Al-Asy'ari, dan dalam berfiqih mengikuti salah satu dari empat madzhab.
Madzhab aqidah yang kemudian dikenal dengan aqidah Asy'ariyah ini diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits ternama dan ulama fiqih utama seperti Al-Baihaqi, Al-Baqillani, Al-Qusyairi, Al-Juwaini, Al- Ghazali, Fakhruddin Al-Razi, Al-Nawawi, Al-Suyuti, Izzuddin bin Abdissalam, Taqiuddin Al-Subki, Ibnu Asakir, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Aqil Al-Hanbali, dan Ibnul Jauzi. Mereka adalah ulama-ulama dari berbagai madzhab fiqih, seperti Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan sebagian Hanbali.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Umatku tidak akan berkumpul dalam kesesatan." Mengenai hadits ini, Al-Sindi menuturkan, "Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan maksudnya dalam kekufuran, atau kefasikan, atau kesalahan dalam berijtihad."
Dengan kata lain, umat Islam tidak akan sepakat dalam suatu pandangan aqidah atau ijtihad hukum yang salah. Justru, apabila umat sepakat atas suatu ijtihad, maka kesepakatan itu menjadi dalil atas kebenarannya, karena umat tidak akan sepakat dalam kesesatan.
Nabi SAW melanjutkan sabdanya, "Apabila kalian melihat perbedaan, maka ikutilah al-sawad al-a'zham."
Al-Sindi menjelaskan bahwa al-sawad al-a'zham merupakan golongan muslim yang banyak. Kesepakatan mereka mendekati pada ijma. Imam Suyuthi mengatakan yang dimaksud as-sawad al-a'zham adalah mayoritas umat yang sepakat pada jalan yang lurus. Hadits ini menunjukkan anjuran untuk mengamalkan pandangan mayoritas (ulama).
Dengan demikian, Abul Hasan Al-Asy'ari sebagai pelopor konsep aqidah tauhid Asy'ariyah sudah sewajarnya disebut sebagai imam Ahlussunnah wal Jamaah, dan aqidah Asy'ariyah dapat dianggap sebagai aqidah yang benar. Aqidah ini diikuti oleh mayoritas ulama (as-sawad al-a'zham) yang memiliki otoritas tinggi dalam berbagai bidang, serta berasal dari berbagai madzhab fikih seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.
Sementara itu, dikutip dari buku Pengantar Ahlussunnah wal Jamaah yang disusun oleh Lukmanul Hakim, pengenalan istilah Aswaja sebagai suatu aliran dalam Islam baru muncul pada Ashab al-Asy'ari (sering disebut Asy'ariyah, sunni), seperti al Baqillani, al Baghdadi, al Juwaini, al Ghazali, al Syahrastani, al Razi. Meskipun demikian mereka tidak secara tegas membawa bendera Aswaja sebagai madzhab.
Pernyataan yang tegas tentang aswaja baru dijumpai pada pendapat az-Zabidi, beliau berpendapat "Idza Uthliqa Ahlussunnah Fal Murad Bihi al-'Asy-ariyah wal Maturudiyyah" (Jika disebutkan Ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah penganut Asy-'ari dan Maturidi).
Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa paham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang murni tersebut.
Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah berpangkal pada tiga panutan, yaitu:
- Mengikuti paham al-Asy'ari dan al Maturidi dalam bertauhid.
- Mengikuti salah satu mazhab fiqih yang empat (Hanafi, Maliki, Hambali, dan Syafi'i) dalam beribadah
- Mengikuti cara yang ditetapkan al Junaidi al Baghdadi dan al Ghazali dalam bertarekat/berthariqah.
Abu al-Hasan Al-Asy'ari (Imam aqidah Asy'ari) yang berada di Basrah, dan Abu Mansur al-Maturidi (Imam aqidah Maturidi) yang berada di Khurasan, keduanya saling berjauhan dan hampir tidak pernah berkomunikasi.
Meskipun demikian, secara kebetulan, mereka berdualah yang berjuang untuk menegakkan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan menolak paham Mu'tazilah yang berkembang pesat serta mendapat dukungan politik dari khalifah dan Daulah Abbasiyah, terutama dari Khalifah Al-Makmun, Al-Mu'tashim, dan Al-Wasiq.
(inf/inf)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026