Ini Batas Salat Fardhu 5 Waktu, Jangan Sampai Terlewat

Ini Batas Salat Fardhu 5 Waktu, Jangan Sampai Terlewat

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Selasa, 03 Des 2024 17:45 WIB
Niat sholat berjamaah.
Foto: Masjid Pogung Raya/Unsplash
Jakarta -

Salat fardhu adalah ibadah utama dalam kehidupan seorang muslim, yang wajib dilaksanakan dalam lima kali sehari pada waktu-waktu tertentu. Setiap salat memiliki waktu yang telah ditentukan, dan melaksanakan salat pada waktunya adalah bagian dari ketaatan kepada Allah SWT.

Meski demikian, tak sedikit umat Islam yang melewatkan salat fardhu lima waktu dengan alasan karena merasa waktu salat sudah habis dan telah berganti dengan salat berikutnya. Padahal, setiap salat juga memiliki batas waktu tertentu yang harus dijaga agar tidak terlewat.

Oleh karena itu, seorang muslim harus mengetahui batas salat fardhu 5 waktu dan menunaikannya dengan tepat waktu agar mendapatkan kekhusyukan dalam menjalankannya. Untuk memahami lebih jelas mengenai kapan batas salat fardhu 5 waktu, simak penjelasannya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Batas Salat Fardhu 5 Waktu

Mengutip buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, berikut adalah waktu dimulainya salat fardhu dan batas salat fardhu 5 waktu yang tidak boleh dilewatkan oleh seorang muslim.

1. Waktu Subuh

Waktu salat Subuh dimulai dari terbitnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari. Fajar shadiq adalah cahaya putih yang terang dan tampak sejajar dengan garis ufuk, berbeda dengan fajar kadzib yang tampak membentang ke atas di langit seperti ekor srigala hitam.

ADVERTISEMENT

Banyak hukum syara' yang bergantung pada kemunculan fajar shadiq, seperti penentuan awal puasa, awal waktu salat Subuh, dan berakhirnya waktu salat Isya.

Rasulullah SAW bersabda, "Fajar itu ada dua, yaitu fajar yang mengharamkan makan dan membolehkan salat, serta fajar yang mengharamkan salat (yakni salat Subuh) dan membolehkan makan."

Hadits Abdullah bin Amru yang terdapat dalam Shahih Muslim menyebutkan bahwa, waktu salat Subuh dimulai dari naiknya fajar dan berlangsung hingga sebelum terbitnya matahari.

Waktu antara terbitnya matahari hingga waktu Zuhur dianggap tidak berhubungan dengan batas waktu salat fardhu 5 waktu.

2. Waktu Zuhur

Waktu salat Zuhur dimulai dari tergelincirnya matahari hingga bayang-bayang suatu benda menjadi sama panjang dengan benda tersebut. Tergelincirnya matahari dapat diketahui dengan melihat bayangan orang yang berdiri tegak, atau sebuah tiang tegak yang ditancapkan di tanah. Jika bayangannya masih pendek (di sebelah barat), maka matahari belum tergelincir (qabla az-zawal).

Jika bayang-bayang benda berhenti di tengah, tidak lebih dan tidak kurang, itu tandanya matahari berada di posisi istiwa (tepat di atas kepala). Jika bayang-bayang mulai memanjang ke arah timur, berarti matahari sudah tergelincir (ba'da az-zawal).

Jika bayang-bayang suatu benda mulai tampak di sebelah timur, itu menandakan matahari mulai condong ke barat, dan waktu salat Zuhur pun telah masuk. Menurut jumhur ulama, waktu salat Zuhur berakhir ketika bayang-bayang suatu benda panjangnya sudah sama dengan panjang benda tersebut.

Tergelincirnya matahari adalah ketika matahari mulai condong ke barat dari kedudukannya yang semula tepat di tengah langit.

Rasulullah SAW bersabda:

أَبْرِدُوا بالظهرِ فَإِنَّ شَدَّةَ الْحَرِ مِنْ جَهَنَّمَ

"Dinginkanlah salat Zuhur, karena keadaan panas yang terik itu berasal dari bara api neraka."

3. Waktu Ashar

Waktu salat Ashar dimulai setelah berakhirnya waktu Zuhur, yang telah dijelaskan sebelumnya, dan berakhir dengan tenggelamnya matahari.

Waktu Ashar dimulai ketika bayang-bayang suatu benda mulai memanjang lebih dari panjang asalnya, dengan pertambahan yang paling minimal, menurut pendapat jumhur ulama.

Menurut kesepakatan seluruh ulama, waktu Ashar berakhir beberapa saat sebelum matahari terbenam. Hal ini berdasarkan hadits,

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةٌ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْعَصْرِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ

"Siapa yang mendapati satu rakaat salat Subuh sebelum matahari terbit, maka dia mendapati salat Subuh. Siapa yang mendapati satu rakaat salat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia mendapati salat Ashar."

Kebanyakan ahli fiqih mengatakan bahwa melaksanakan salat Ashar pada waktu matahari mulai menguning adalah makruh. Pendapat mereka didasarkan dari sabda Rasulullah SAW,

تلْكَ صَلاةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلاً

"Demikianlah salat orang munafik. Dia menunggu matahari sehingga apabila matahari berada di antara dua tanduk setan, maka dia pun bangun mematuknya empat kali. Dia tidak mengingat Allah kecuali sedikit."

Dan juga sabda Rasulullah SAW,

"Waktu Ashar adalah selagi matahari tidak menguning."

4. Waktu Maghrib

Waktu salat Maghrib dimulai dari terbenamnya matahari, yang disepakati oleh seluruh ulama. Menurut jumhur (ulama Hanafi, Hambali, dan qaul qadim madzhab Syafi'i), waktu Maghrib berlangsung hingga hilangnya waktu syafaq, yaitu munculnya cahaya merah di ufuk barat. Mereka menggunakan dalil hadits,

وَقْتُ الْمَغْرِبِ مَالَمْ يَعْبِ الشَّفَقُ

"Waktu Maghrib ada selama syafaq (cahaya merah) belum hilang."

Menurut Abu Hanifah, syafaq adalah warna putih yang masih terlihat di atas ufuk setelah hilangnya cahaya merah. Setelah itu, akan muncul warna hitam. Antara kedua syafaq ini ada jarak yang dihitung dengan tiga derajat, di mana satu derajat sama dengan empat menit.

Pendapat Abu hanifah ini didasarkan dari sabda Rasulullah SAW,

وَآخِرُ وَقْتِ الْمَغْرِبِ إِذَا اسْوَدَّ الْأَفَقُ

"Akhir waktu Maghrib adalah apabila ufuq menjadi hitam."

Waktu Maghrib selesai dalam waktu yang singkat, yaitu selama seseorang dapat mengambil wudhu, menutup aurat, melakukan adzan dan iqamah, serta menunaikan lima rakaat. Artinya, waktu Maghrib sangat sempit dan tidak panjang.

5. Waktu Isya

Menurut para madzhab, waktu salat Isya dimulai dari hilangnya syafaq ahmar (cahaya merah) hingga munculnya fajar shadiq (waktu Subuh).

Dengan kata lain, waktu salat Isya berlangsung beberapa saat sebelum terbitnya fajar. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Umar, yaitu

"Syafaq merah, apabila syafaq itu hilang, maka wajiblah salat (Isya)."

Juga, berdasarkan hadits Abu Qatadah yang terdapat dalam Shahih Muslim,

"Tidak ada kesalahan karena tertidur, tetapi kesalahan adalah pada orang yang tidak salat hingga datang waktu salat yang lain."

Adapun waktu pilihan (al-waqtul mukhtar) untuk salat Isya adalah sepertiga malam atau separuh malam. Ini berdasarkan beberapa hadits, di antaranya adalah hadis riwayat Abu Hurairah,

لَوْلا أَنْ أَشُقِّ عَلَى أُمَّنِي لَأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثَ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ

"Kalaulah tidak menjadi menyusahkan umatku, niscaya aku menyuruh mereka melewatkan salat Isya hingga kepada sepertiga malam atau separuh malam."

Juga, hadits riwayat Anas,

"Nabi Muhammad SAW melewatkan salat Isya hingga ke separuh malam, kemudian barulah beliau salat."

Mengqadha Salat jika Tertinggal atau Terlewat

Dalam buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat yang disusun oleh Humaidi Al Faruq, dijelaskan bahwa disunnahkan untuk segera mengqadha salat yang ditinggalkan, apabila ditinggalkannya disebabkan oleh udzur yang dibenarkan syariat.

Namun, jika seseorang meninggalkan salat tanpa alasan yang dibenarkan, maka ia wajib segera menggantinya dan mengutamakan seluruh waktunya untuk mengqadha salat-salat yang tertinggal. Menurut pendapat yang lebih kuat dalam madzhab Imam Syafi'i, seseorang juga tidak diperbolehkan untuk melakukan salat sunnah sebelum menyelesaikan kewajiban mengqadha salat-salat yang telah dilewatkan atau tertinggal.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads