Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua di Indonesia. Salah satu pesantren tertua bernama Babakan Ciwaringin yang sudah berdiri sejak 1715.
Banyak sumber yang mencatat bahwa Pesantren Babakan Ciwaringin termasuk pesantren yang usianya sudah ratusan tahun. Jika dihitung, usia pesantren ini sudah lebih dari 300 tahun.
Merujuk buku Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan karya Dr. Ading Kusdiana, M.Ag, dituliskan sepanjang dekade 1860-an, jumlah pesantren di Pulau Jawa diperkirakan mencapai 300 pesantren.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di antara ratusan pesantren ini, sebagian pesantren telah berkembang dan memiliki lebih dari 100 santri. Pesantren Babakan Ciwaringin menjadi salah satu yang eksis pada masanya. Pesantren ini telah berdiri sejak abad ke-18 dan hingga saat ini masih beroperasi dan memiliki banyak santri.
Sejarah Pesantren Babakan Ciwaringin
Pesantren Babakan Ciwaringin didirikan oleh KH Hasanudin bin Abdul Latif atau dikenal dengan panggilan Ki Jatira. Pesantren ini awalnya hanyalah pondok sederhana yang dijadikan tempat untuk menggali ilmu agama. Pondok ini aktif sejak 1715 di Cirebon, Jawa Barat.
Pembangunan ponpes ini tidaklah mudah karena Ki Jatira mendapat perlawanan dan penentangan dari pihak Belanda yang saat itu tengah menjajah Indonesia.
Mengutip detikJabar, Ki Jatira awalnya membangun sebuah mushola kecil di Babakan, yang digunakan untuk para santri dan warga sekitar untuk belajar ilmu agama. Namun, beberapa tahun kemudian tepatnya pada 1718, Belanda mulai menyerang padepokan milik Ki Jatira. Meski mendapatkan perlawanan yang cukup sengit. Akhirnya Ki Jatira berhasil dikalahkan.
Ki Jatira mulai datang kembali ke Babakan Ciwaringin pada 1721. Tetapi upaya Ki Jatira membangun kembali padepokan diketahui oleh pihak Belanda. Mereka berencana untuk kembali menyerang padepokan Ki Jatira.
Mengetahui Belanda akan menyerang padepokan, Ki Jatira bersama para santri mengungsi ke Plumbon.
Dalam buku Orang-Orang Babakan yang ditulis oleh Abdul Hanan, sepeninggal Ki Jatira, kiprah pondok pesantren ini dilanjutkan oleh Kiai Nawawi, ia adalah menantu dari Ki Jatira.
Di bawah kepemimpinan Ki Nawawi, pondok ini ditata ulang dan dibangun pondok baru dengan jarak sekitar 1 kilometer dari lokasi awal.
Awal perintisan pondok pesantren ini digawangi oleh Kiai Nawawi yang dibantu Kiai Adzro'i. Dalam kisah yang tercatat, Kiai Adzro'i memiliki seorang putra yang kemudian dikenal dengan nama Kiai Ismail bin Kiai Adzro'i.
Kemudian pada 1966, pondok ini dilanjutkan oleh KH Syaerozi yang mendirikan Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin.
Pesantren Babakan Ciwaringin Masa Kini
Melansir laman resmi Assalafie Babakan, saat ini ponpes dikenal dengan nama Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin.
Ciri khas sistem pendidikan di pondok pesantren ini adalah "Menjaga Tradisi, Menumbuhkan Inovasi". Sistem pendidikan di ponpes ini mengkombinasikan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan khalaf (modern).
Hal ini tentunya mengacu pada kaidah "Al-muhafadzotu 'ala as-salafis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah" yang artinya menjaga tradisi lama yang baik, mengadopsi dengan tradisi baru yang lebih baik.
Saat ini santri putra-putri Assalafie Babakan Ciwaringin berjumlah 2000 orang. Jumlah santri ini dibagi dalam dua kategori yakni pertama, santri tidak sekolah formal, hanya mengikuti pengajian kurikulum pesantren yaitu Madrasah Diniyah Assalafie (MDA) dan kedua, para santri yang mengikuti sekolah formal, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, yaitu Madrasah Tsanawiyah NU Assalafie (MTs NUSA), Madrasah Aliyah NU Assalafie (MA NUSA) dan Perguruan Tinggi.
Selain sistem pendidikan tersebut, ponpes ini memiliki program Metode Auzan untuk penguasaan kitab kuning secara praktis dan cepat serta Metode Ilhamqu untuk menghafal Al Qur'an secara praktis dan cepat.
(dvs/kri)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan