Dilansir buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-hari oleh KH Muhammad Habibillah, niat puasa termasuk dalam salah satu rukun puasa yang artinya harus dilakukan secara bersamaan dengan puasa. Rasulullah SAW dalam haditsnya juga memaparkan kedudukan niat dalam beramal.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُنَا النِّيَاتِ وَأَنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَ فَمَنْكَانَتْ هِخْرَةُهُ أَلَ اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِخْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْكَانَتْ هِخْرَةُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَتُ يَنْكِحُهَا فَهِخْرَتُهُ إِلَى مَا هَخَرَ إِلَيْهِ
Artinya: "Sesungguhnya, amal itu tergantung pada niatnya dan bagi setiap orang memperoleh apa yang Dia niatkan. Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena dunia, Dia mendapatkannya atau karena perempuan, dia menikahinya. Hijrah sesuai dengan yang dia inginkan." (HR Bukhari dan Muslim)
Sesuai hadits di atas, kedudukan niat dalam Islam begitu penting dan mendasar. Lalu bagaimana hukumnya lupa niat puasa Asyura?
Hukum Lupa Niat Puasa Asyura
Puasa Asyura termasuk dalam puasa sunnah, jadi hukumnya sama dengan lupa niat puasa sunnah lainnya. Landasan keterangan ini dirujuk dari Fiqhul Islam wa Adillatuhu oleh Wahbah Az-Zuhaili terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk yang menyadur salah satu riwayat hadits penganjuran puasa ini.
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: "Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu." (Muttafaq 'alaih)
Riwayat lainnya juga menceritakan, Rasulullah SAW pernah bersabda yang dinarasikan Ibnu Abbas RA, "Sungguh, jika aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 (Muharram)." (HR Ahmad).
Berkenaan dengan hal itu, bagi yang lupa niat puasa Asyura, terutama pada malam harinya karena ketiduran tidak perlu khawatir. Wahbah Az-Zuhaili meyakini bahwa pendapat yang paling kuat terkait lupa niat puasa sunnah adalah bolehnya melakukan niat puasa meskipun telah lewat waktu Zuhur.
Menurut Kitab Ihya Ulumuddin Jilid 2 (Edisi Indonesia) karangan Imam Al Ghazali, puasa sunnah sejatinya bisa diniatkan pada siang harinya.
"Apabila pada malam harinya tidak berniat fardhu puasa (lupa), lalu berniat pada siang harinya maka hal itu tidak cukup (tidak sah) karena niat yang dibolehkan pada siang harinya adalah puasa sunnah," demikian paparan Imam Al Ghazali yang diterjemahkan Purwanto.
Hal ini juga pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti yang diceritakan Aisyah RA dalam buku Ensiklopedia Hadits Ibadah Puasa, Zakat dan Haji oleh Syamsul Rijal Hamid. Berikut bunyi haditsnya,
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، فَقَالَ : هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْ؟ قُلْنَا : لا قَالَ : فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ ، وَ فِي رِوَايَةٍ قَالَ : إِذَنْ أَصُوْمُ )
"Nabi masuk ke dalam rumah suatu hari, beliau berkata, 'Apakah ada sesuatu yang dimakan?' Aku katakan, Tidak.' Kemudian beliau berkata, 'Aku akan puasa sekarang.' (HR Muslim) Dalam suatu riwayat dikatakan, "Jadi, aku puasa sekarang." (HR al-Baihaqi)
Lebih lanjut, mengutip buku Step By Step Fiqih Puasa Edisi Revisi karya Agus Arifin, niat puasa sunnah tidak harus dilakukan malam hari. Bisa dilakukan setelah terbit fajar sampai sebelum tergelincirnya matahari (Magrib), asalkan seorang hamba tersebut belum makan dan minum sejak bangun tidur.
Selain itu, menurut buku Fiqih Niat karya Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, jumhur ulama berpendapat bahwa sah puasa sunnah bila dengan niat di siang hari.
Demikian pula pendapat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, Hudzaifah bin Yaman, Thalhah, Ibnu Abbas, Abu Hanifah, Ahmad, Syafi'i, Said ibnul Musayyab, Said bin Jabir, an-Nakhai, dan selainnya.
Dengan demikian, puasa tetap bisa dilanjutkan bila muslim lupa baca niat puasa Asyura dan mulai berniat di siang harinya. Sebab, puasa Asyura bukanlah puasa berhukum fardhu yang diwajibkan untuk berniat pada malam harinya.
Adapun terkait hukum waktu mengamalkan puasa sunnah menurut 4 imam mazhab dapat disimak pada ulasan berikut.
Waktu Membaca Niat Puasa Menurut Mazhab
Mazhab Hanafi
Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa lebih baik untuk puasa apa saja (sunnah-wajib) dilakukan bersamaan terbit fajar karena pada saat itu merupakan awal ibadah.
Dengan catatan puasa seperti (qadha, kafarat, puasa sesudah tamattu dan qiran) niatnya harus dilakukan pada malam hari. Jika tidak maka puasanya tidak sah.
Sementara itu, untuk puasa sunnah dan puasa wajib (Ramadan), niatnya boleh dibacakan setelah terbit fajar sebelum waktu Zuhur.
Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berkeyakinan niat puasa yang diucapkan pada malam hari atau bersamaan dengan terbit fajar maka puasanya dianggap sah.
Bila seorang berniat puasa sebelum tergelincirnya matahari pada hari sebelumnya atau sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya, maka puasanya tidak sah.
Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i berpendapat bagi setiap puasa wajib (puasa pada waktu tertentu atau yang menjadi tanggungan) Ramadan, qadha, nazar, dan kafarat, niat puasanya wajib dilakukan pada malam harinya.
Pembacaan niat puasa sunnahnya boleh dilakukan sejak malam hari sampai sebelum terbenamnya matahari.
Mazhab Hambali
Mazhab Hambali meyakini niat puasa harus dilakukan pada malam hari untuk semua jenis puasa wajib. Sedangkan niat puasa sunnah boleh dilakukan meskipun lewat waktu Zuhur, asalkan belum makan dan minum sejak bangun tidur.
Wallahu a'lam.
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana