Jual beli merupakan salah satu hal yang diperbolehkan dalam Islam. Dikutip dari buku Fiqih oleh Hasbiyallah, jual beli dipahami sebagai bentuk pertukaran yang bersifat mutlak, di mana istilah al-bay' dan asy-syirā' yang sama-sama digunakan untuk menggambarkan aktivitas menjual dan membeli.
Secara bahasa, jual beli berarti muqābalatu asy-syay'i bisy-syay', yaitu menukar suatu barang dengan barang lain. Istilah lain yang memiliki makna serupa antara lain al-mubādalah dan at-tijārah.
Sementara itu, secara istilah, jual beli diartikan sebagai pertukaran harta dengan harta melalui cara tertentu yang dibenarkan syariat. Dengan demikian, akad jual beli dalam Islam merupakan pemindahan hak milik antara dua pihak berdasarkan kerelaan dan kesepakatan keduanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum jual beli berdasarkan Al-Quran, assunah dan ijma ulama dibolehkan dan telah dipraktikkan sejak zaman Rasullulah sampai sekarang. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 275:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Latin: Allażīna ya'kulūnar-ribā lā yaqūmūna illā kamā yaqūmul-lażī yatakhabbaṭuhusy-syaiṭānu minal-mass(i), żālika bi'annahum qālū innamal-bai'u miṡlur-ribā, wa aḥallallāhul-bai'a wa ḥarramar-ribā, faman jā'ahū mau'iẓatum mir rabbihī fantahā falahū mā salaf(a), wa amruhū ilallāh(i), wa man 'āda fa ulā'ika aṣḥābun-nār(i), hum fīhā khālidūn(a).
Artinya: Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:275)
Sebagaimana Rasullulah saw. bersabda:
"Usaha yang paling utama (Afdal) adalah hasil usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan hasil dari jual beli yang mabrur". (H.R. Bazzan dan Ahmad)
Terkait jual beli dalam Islam, muncul pertanyaan penting, bagaimana hukum seseorang yang melakukan jual beli terhadap produk yang diharamkan, meskipun ia sendiri tidak mengonsumsinya?
Hukum Jual Produk Haram dalam Islam
Pembahasan mengenai hukum menjual produk yang haram dikonsumsi sangat penting karena banyak orang mengira bahwa larangan hanya berlaku bagi yang memakannya saja. Padahal, dalam sejumlah riwayat, Rasulullah SAW memberikan ketegasan bahwa keharaman suatu barang tidak hanya berkaitan dengan konsumsi, tetapi juga mencakup larangan untuk memperdagangkannya.
Dikutip dari buku Kenapa Halal, Kenapa Haram? For Kids karya Mujiyo Nurkholis, dijelaskan bahwa ketika khamar diharamkan, masyarakat Muslim di Madinah masih memiliki persediaan khamar. Mereka bingung bagaimana memperlakukannya dan bertanya kepada Rasulullah SAW apakah khamar itu boleh dijual kepada non-Muslim untuk kemudian hasil penjualannya digunakan membeli makanan yang halal.
Rasulullah SAW melarang hal tersebut dan justru memerintahkan agar khamar itu ditumpahkan. Para sahabat pun menaati perintah itu sehingga jalan-jalan di Madinah dipenuhi aroma khamar yang menyengat.
Pada peristiwa penaklukan Makkah, Rasulullah SAW kembali menegaskan larangan memperjualbelikan barang yang diharamkan. Beliau mengharamkan jual beli khamar, bangkai, daging babi, dan berhala.
Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di Mekah saat penaklukan kota Mekah,
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ « لا ، هُوَ حَرَامٌ » . ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم - عِنْدَ ذَلِكَ « قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ ، إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
"Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak untuk penerangan?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram." Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari keterangan tersebut tampak jelas bahwa barang yang haram dimakan, haram pula diperdagangkan dan diberikan kepada orang lain, meskipun bukan untuk dimakan. Jika haram menjualnya, maka haram pula membeli dan menerimanya ketika seseorang telah mengetahui keharamannya.
Adapun barang halal yang diperoleh dengan cara haram seperti roti curian tidak boleh dijual, dibeli, atau diberikan. Namun penerima tidak berdosa bila ia sama sekali tidak mengetahui asal-usulnya.
Wallahu a'lam.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
Benarkah Malaikat Tidak Masuk Rumah yang Ada Anjingnya? Ini Penjelasan Ulama
7 Adab terhadap Guru Menurut Ajaran Rasulullah dan Cara Menghormatinya
Apa Bedanya Habib, Syekh, Kyai, Ustaz, dan Gus? Ini Penjelasannya