Sebelum dibangun asrama haji di beberapa wilayah di Indonesia, masyarakat yang hendak berangkat haji akan melewati masa karantina di Pulau Rubiah, Aceh. Pulau di ujung barat Indonesia ini menjadi tempat singgah terakhir sebelum jemaah haji diberangkatkan ke Tanah Suci.
Umat Islam Indonesia sudah melakukan perjalanan ibadah haji jauh sebelum Indonesia merdeka. Tentu saja perjalanan yang ditempuh pada tahun 1800-an tidak semudah saat ini. Apalagi saat itu Indonesia masih dikuasai Kolonial
Mengutip buku Haji: Ibadah yang mengubah Sejarah Nusantara oleh Kyota Hamzah dijelaskan bahwa pada 1850 terdapat 74 calon jemaah haji yang mendaftar melalui jalur pemerintah Hindia Belanda. Sederet aturan pun diterapkan dan setiap gerak gerik jemaah haji dipantau dengan ketat.
Tiga tahun sejak keberangkatan ibadah haji pertama pada 1850, jumlah pendaftar haji membludak dari puluhan orang menjadi ribuan. Angka ini terus bertambah setiap tahunnya dan puncaknya pada 1913 yang mencaapai 23 ribu lebih calon jemaah haji berangkat dari Batavia.
Terdapat masa penurunan jemaah haji pada 1916 karena terjadi pandemi global berupa flu Spanyol dan kolera. Wabah ini banyak menjangkiti jemaah haji Nusantara yang baru pulang ibadah haji.
Hal ini yang menjadi alasan dibuatnya pusat karantina jemaah haji. Untuk jemaah haji asal Sumatera dilakukan karantina di Pulau Rubiah, Aceh. Sementara jemaah asal pulau Jawa dikarantina di Pulau Onrust dan Pulau Cipir, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Setelah pandemi usai pun, jemaah haji tetap diwajibkan untuk melakukan karantina sebelum berangkat maupun setelah pulang dari Makkah.
Pulau Rubiah Jadi Pusat Karantina Haji
Pulau Rubiah berlokasi di Sabang, Aceh. Gedung pusat karantina haji berada di tengah pulau ini. Lokasinya 150 meter dari dermaga Pulau Rubiah.
Melansir laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), terdapat beberapa gedung yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar pada pulau tersebut. Kini bangunan pusat karantina haji ini sudah hancur termakan usia.
Di masa Hindia Belanda, jemaah haji yang akan berangkat dan pulang dari Makkah akan menetap dulu di pusat karantina selama lebih kurang 1 bulan.
Pusat karantina haji Pulau Rubiah, Sabang, Aceh merupakan tempat karantina haji pertama di Indonesia dan termewah pada masanya. Bangunan haji di ujung barat Indonesia itu telah berdiri sejak masa kolonial pada tahun 1920 silam.
Pada zaman kolonial, pusat karantina haji ini menyediakan berbagai fasilitas lengkap dan terbilang mewah. Fasilitasnya beragam seperti penginapan, rumah sakit, laundri, kamar mandi dan listrik.
Teuku Yahya yang merupakan salah satu keturunan pemilik sebagian tanah di pulau Rubiah menceritakan para jamaah terlebih dulu menginap di pulau Rubiah, baru nantinya akan diantar dengan kapal menuju kapal yang besar.
"Gedung karantina haji ini dibangun memadati lebih dari setengah Pulau Rubiah, tersedia rumah sakit dan fasilitas laundry juga tersedia dalam gedung tersebut," kata Yahya.
Saat ini gedung-gedung besar yang dahulu masyhur sebagai tempat singgah jemaah haji asal Indonesia hanya menyisakan bangunan tua dan puing. Berbagai tanaman pun tumbuh di sekitar gedung yang memang sudah tidak terawat ini.
Pengunjung dan wisatawan masih banyak yang singgah di Pulau Rubiah namun untuk melakukan wisata pantai dan wisata laut di perairan Pulau Rubiah.
Sekarang, keberangkatan jemaah asal Indonesia sudah tidak memerlukan karantina. Keberangkatan dan kepulangan jemaah haji dipusatkan di Asrama Haji yang kini tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dalam memudahkan ibadah haji, mulai dari persiapan hingga selama di Tanah Suci, detikers bisa mengakses Panduan Haji dan Umrah detikHikmah di sini.
(dvs/erd)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana