FSGI: Akar Masalah PPDB Zonasi Bukan Kecurangan, tapi Pemerataan Sekolah Negeri

Cicin Yulianti - detikEdu
Selasa, 15 Agu 2023 13:30 WIB
Aksi demo yang dilakukan siswa dan orang tua terkait sistem PPDB. Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Presiden Joko Widodo sebelumnya mempertimbangkan penghapusan PPDB zonasi. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya polemik yang disampaikan berbagai pihak tentang zonasi dalam PPDB 2023.

Menanggapi respons dari Presiden Jokowi, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti berpendapat bahwa akar masalah dari sistem zonasi bukan terletak pada kecurangan, tetapi soal pemerataan sekolah negeri di seluruh provinsi Indonesia.

"Kalau PPDB sistem zonasi akan diganti, apakah menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah akan tertampung di sekolah negeri, mengingat jumlah sekolah negeri memang terbatas. Tak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun. Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB sistem zonasi pada 2017 lalu", ujar Retno Listyarti dalam keterangan resmi yang diterima detikEdu, Selasa (15/8/2023).

Sebelumnya, FSGI telah melakukan pemantauan terhadap PPDB zonasi sejak tahun 2017. FSGI menyatakan sejak awal mendukung Kemendikbud RI atas kebijakan PPDB karena kebijakan ini dinilai lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan bagi peserta didik.

Lebih lanjut, pihak mereka menerangkan bahwa penjelasan Mendikbud Muhadjir saat akan menerapkan PPDB zonasi adalah berdasarkan penelitian dari Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun. Datanya menunjukkan, sekolah negeri justru didominasi peserta didik dari keluarga kaya yang padahal punya banyak pilihan untuk sekolah.

Sisi Positif Sistem Zonasi

Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo menyampaikan sebelum sistem zonasi diterapkan, sekolah negeri didominasi oleh siswa dari keluarga berada yang gizinya sudah baik sejak kecil serta memiliki sarana dan prasarana belajar yang memadai, sehingga wajar memiliki prestasi yang jauh lebih baik.

"Sementara peserta didik dari keluarga tidak mampu kondisi berbanding terbalik, secara gizi mungkin rendah, tak mampu memiliki sarana belajar yang memadai, orang tuanya tak mampu bayar bimbel, dan anak kemungkinan harus membantu orang tuanya di rumah atau mungkin membantu orang tuanya berjualan. Anak-anak pada kelompok ini adalah yang terpinggirkan ketika PPDB sebelum menggunakan sistem zonasi", ujar Heru.

Sisi positif dari setelah adanya sistem zonasi menurut Heru adalah kesempatan siswa miskin untuk menempuh pendidikan 9 tahun. Hasilnya, sekolah negeri tidak didominasi lagi oleh siswa berprestasi yang rata-rata berasal dari keluarga kaya.

"Sekolah negeri berbiaya murah, bahkan gratis untuk WAJAR 9 tahun, hal ini membuat anak-anak dari keluarga miskin dapat mengakses sekolah negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Sebelum ada PPDB sistem zonasi, Sementara anak-anak dari keluarga miskin sebelum PPDB sistem zonasi sulit mengakses sekolah negeri, karena seleksinya menggunakan nilai akademik semata", ungkap Heru.

Menepis Stigma 'Sekolah Favorit'

Berdasarkan tinjauan dari FSGI, sebelum adanya PPDB zonasi, sekolah favorit banyak diserbu oleh calon peserta didik baru yang berprestasi. Hal tersebut dikarenakan seleksi sebelumnya menggunakan nilai tes Ujian Nasional (UN). Hal tersebut menyebabkan siswa dengan prestasi unggul hanya terdapat di sekolah favorit tersebut.

Alhasil, sistem seleksi tersebut menimbulkan bantuan pemerintah mayoritas digelontorkan untuk sekolah favorit. Siswa dari keluarga kaya semakin berprestasi karena dapat dukungan dari APBN maupun APBD. Namun, hal yang sama tidak dinikmati oleh sekolah negeri bukan unggulan, yang peserta didiknya juga bukan anak unggulan.

"Sistem PPDB tersebut selama 50 tahun memang nyaris tak ada gejolak, karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar, negara minim sekali kehadirannya, padahal hak atas pendidikan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi negara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi RI. Selain itu, sistem PPDB sebelumnya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan ", ungkap Retno.

FSGI Dukung Pembangunan Sekolah Negeri

Atas dasar alasan-alasan tersebut, FSGI menyampaikan dukungannya terhadap sistem zonasi karena memiliki dampak yang lebih baik bagi kualitas siswa, ketimbang kualitas sekolah yang akan semakin difavoritkan tanpa adanya sistem zonasi.

Beberapa alasan kuat lainnya atas dukungan ini antara lain melindungi siswa selama perjalanan dari dan ke sekolah, menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, lebih berkeadilan, dan mendorong daerah menambah sekolah negeri baru untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di daerahnya.

Hasil pantauan FSGI menunjukkan dalam 7 tahun pelaksanaan PPDB sistem zonasi ada pertambahan jumlah sekolah negeri pada jenjang SMP, SMA, dan SMK. Contohnya, Provinsi DKI Jakarta menambah 10 SMKN, Kota Bekasi menambah 7 SMPN, Kota Tangerang menambah 9 SMPN, Kota Depok menambah 1 SMAN, Kota Pontianak menambah 1 SMAN, dan lainnya.

Heru menambahkan bahwa FSGI mendorong pemerintah daerah segera merencanakan pembangunan sekolah negeri baru terutama SMP di beberapa wilayah kota maupun kabupaten. Dalam merealisasikannya, pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam menyediakan lahannya.

"Membangun sekolah negeri baru yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal pada pasal 3 disebutkan bahwa urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar diantaranya adalah pendidikan. Oleh karena itu, pemda wajib menyediakan pelayanan dasar terkait pendidikan", ujar Heru.

FSGI juga meminta pemerintah daerah untuk memetakan wilayah yang tidak memiliki sekolah negeri, mengadakan regrouping atau merger dengan SDN terdekat yang kekurangan murid, menghitung kebutuhan pengajar di setiap sekolah, memperbaiki sistem kependudukan terutama terkait perpindahan, dan melibatkan sekolah swasta melalui program PPDB bersama.



Simak Video "Video: Komisi X Optimistis Kebijakan Pengganti Zonasi Akan Lebih Baik"

(cyu/nah)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork