Badan dan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) banyak digunakan mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Hal ini disampaikan oleh periset Pusat Riset Pendidikan BRIN, Aflahah.
Ia dan tim riset melakukan survei terhadap 293 mahasiswa dari 17 PTKIN di Indonesia. Hasil riset menunjukan sebanyak 90 persen responden sering menggunakan ChatGPT. Penelitian ini dilakukan pada tahun ini.
"Temuan kuantitatif kami di sini menemukan bahwa penggunaan AI ini sangat masif di kalangan mahasiswa. Lebih dari 90 persen mahasiswa ini cenderung menggunakan ChatGPT dan penggunanya itu sangat intens," katanya dalam acara Diseminasi Hasil Riset 2025 Pusat Pendidikan BRIN, di Auditorium Gedung Widya Graha, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Jumat (12/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahasiswa Gunakan 4-6 Kali Seminggu
Aflahah mengungkap, para responden menggunakan ChatGPT sebanyak 4-6 kali dalam seminggu. Temuan lain juga menunjukan di balik hal tersebut, mahasiswa ternyata sudah tahu risiko ketergantungan AI tersebut.
"Nah terkait penggunaan AI, mereka disini kami melihat juga variable perceived risk yaitu resiko yang ditimbulkan. Jadi di sini mahasiswa mengetahui bahwa akan ada risiko yang ditimbulkan namun ini mempengaruhi penggunaan mereka juga semakin intens," katanya.
Oleh karena itu, mereka melakukan beberapa hal yang bisa mengurangi risiko negatif. Afla dan tim menyimpulkan bahwa kebiasaan kuat berpengaruh pada penggunaan AI.
Banyak Mahasiswa Belum Tahu Pedoman AI
Mahasiswa yang jadi responden tersebut juga ternyata belum mengetahui adanya pedoman resmi penggunaan AI yang telah dirilis oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
"Jadi sebenarnya untuk perguruan tinggi sudah ada pedoman terkait penggunaan AI yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek)," katanya.
Adapun mahasiswa yang sudah mengetahuinya, mereka berharap ada pedoman khusus bagi mahasiswa PTKIN. Pedoman tersebut diminta berisi aturan sesuai nilai keislaman.
"Jadi ke depannya mungkin diharapkan ada pedoman yang juga mewadahi ciri khas keislaman dari PTKIN," katanya.
Faktor Mahasiswa Ketergantungan AI
Ditambah oleh tim peneliti BRIN lain yakni Prof Farida Hanun, faktor yang membuat mahasiswa dapat kecanduan AI beragam. Ketergantungan terhadap AI muncul karena manfaat dan kemudahannya.
Dari hasil kajian 44 artikel yang terindeks Scopus, Farida melihat adanya penurunan kemampuan berpikir kritis hingga meningkatkan plagiarisme sebagai dampak mahasiswa ketergantungan AI.
Menurutnya, adopsi AI di kampus perlu kebijakan yang jelas. Misalnya dengan peningkatan literasi AI, asesmen autentik, dan tata kelola berlapis yang melibatkan berbagai unit kampus.
"Dipengaruhi kesiapan infrastruktur, kebijakan, dan SDM. Singapura itu paling maju, Malaysia itu menguatkan kebijakan, Thailand mendekatkan penggunaan seimbangnya, Filipina menerapkan disklosurnya, dan Indonesia ini tinggi secara individu namun lemah dalam tatap kelola," katanya.
(cyu/nwk)











































