Orang-orang pintar sering dianggap sebagai individu yang serius dan kaku. Namun, tak jarang, orang yang pintar melakukan hal bodoh dan membuat kesalahan fatal. Kenapa?
Pakar ilmu saraf dari Amerika Serikat, Donalee Markus, Ph D, mengatakan bahwa berpikir kritis yang sering dilakukan orang pintar memang berdampak baik bagi kesehatan dan umur panjang. Tak jarang, label 'pintar' bisa membuat seseorang ingin mempertahankan citra tersebut.
Pada akhirnya, karena berusaha mempertahankan citra sebagai orang pintar tersebut, ia bisa berbuat kesalahan dan melakukan hal bodoh.
"Senang rasanya menjadi pintar. Saking baiknya, bahkan, orang pintar rela membuat kesalahan fatal demi mempertahankan citra diri tersebut," kata Markus, dilansir Psychology Today.
Ia mengatakan, konsep kegagalan sulit diterima bagi sebagian orang. Terlebih orang-orang pintar yang selalu percaya diri dan tak menduga akan gagal.
Selama ini, banyak orang yang 'merasa' pintar selalu berpikir bisa mengendalikan situasi. Namun, kadang keraguan bisa muncul dari diri mereka.
"Biasanya, saat mereka lelah atau berada di bawah tekanan yang berat . Namun, keraguan itu tidak bertahan lama. Setelah tidur nyenyak atau liburan, pikiran mereka menjadi jernih. Sekali lagi, mereka merasa cerdas dan sukses, dan mereka tahu cara melakukan segala sesuatu dengan benar," paparnya.
Karena selalu ingin mengatasi semua dengan benar ini yang akhirnya membuat orang pintar bisa terpeleset, sehingga melakukan kesalahan bodoh. Misalnya saat melakukan kesalahan, karena tidak ingin dipandang salah, maka bisa jadi akan berdalih atau bahkan berbohong. Padahal, ketahuan berbohong merupakan hal yang bodoh.
Kecerdasan Bukan Kunci Kebahagiaan
Banyak orang tertarik dengan tujuan cerdas maupun bahagia. Namun, meski kecerdasan sering kali membantu akademik dan karier, itu tidak membuat seseorang bisa otomatis bahagia.
Beberapa studi dengan skala besar gagal menemukan bukti bahwa IQ berpengaruh terhadap kepuasan hidup dan umur panjang.
Psikolog Universitas Waterloo, Igor Grossmann beserta rekan-rekannya, berpendapat bahwa sebagian besar kecerdasan gagal menangkap pengambilan keputusan di dunia nyata dan kemampuan individu untuk berinteraksi baik dengan orang lain.
Kadang, ini yang membuat orang-orang pintar tampak bodoh ketika mencoba bersosial tapi tak punya cara pendekatan yang tepat.
Mempertahankan Pemikiran Kritis dan Fleksibel
Menurut pakar, orang-orang yang berpikir kritis bukan yang semata unggul dalam akademik, melainkan mereka yang berpikir dengan fleksibel. Dalam hal ini, berpikir kritis berarti mengatasi semua jenis bias kognitif (misalnya, bias retrospeksi atau bias konfirmasi).
Dalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat dan negara lain, para ilmuwan menemukan bahwa mereka yang berpikir kritis cenderung lebih sedikit mengalami hal buruk di dalam hidupnya.
Penilaian berpikir kritis ini dilakukan dengan mengukur lima komponen berpikir kritis lewat penalaran verbal, analisis argumen, pengujian hipotesis, probabilitas dan ketidakpastian, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Para ilmuwan menemukan bahwa dengan berpikir kritis, seseorang akan lebih sedikit mengalami hal negatif dalam hidup. Hal ini menjadi penting dan mengingatkan seluruh kalangan bahwa berpikir kritis dapat dipelajari dan ditingkatkan.
Jadi alih-alih ingin menjadi orang pintar atau dianggap sebagai orang cerdas, detikers bisa melatih pemikiran kritis agar bisa lebih mudah menghindari masalah. Menurut pakar, dengan berpikir kritis individu lebih sadar, menerima, dan mampu menganalisis permasalahan yang terjadi.
Penulis adalah peserta program MagangHub Kemnaker di detikcom.
Simak Video "Video: Apakah Percaya Zodiak Tandanya Narsis dan Kurang Cerdas?"
(faz/faz)