Bukan sebuah rahasia belaka bila Indonesia sangatlah kaya dalam hal sosial budaya masyarakatnya. Berbagai kearifan lokal bisa ditemukan dari ujung pulau Sumatera hingga Papua.
Di Papua, kearifan lokal masyarakatnya tercermin dalam kekayaan budaya dan kepercayaan yang berakar dari legenda dan mitos. Kedua hal tersebut masih hidup di tengah-tengah masyarakat hingga saat ini, termasuk mengenai kemunculan hewan-hewan seperti burung.
Tokoh budaya Fakfak, Fredrikus Warpopor mengatakan hewan-hewan khususnya burung yang hidup di hutan cagar alam berperan penting bagi keberlanjutan hidup masyarakat. Terutama suku Mbaham Matta di Fakfak, Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Filosofi burung tak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat suku Mbaham Matta," katanya dikutip dari rilis Konservasi Indonesia, Jumat (11/10/2024).
Burung-burung Jadi 'Penanda'
Kehadiran burung-burung dipercaya masyarakat Fakfak sebagai pembawa pesan, seperti:
1. Burung Kasuari Gelambir Ganda
Bagi anggota suku Mbaham Matta, warga yang mendiami Semenajung Bomerai, Papua Barat meyakini kemunculan burung Kasuari Gelambir Ganda (Southern cassowary) di hutan bukan sekedar fenomena alam. Melainkan juga sebagai penunjuk jalan yang penuh makna.
Selain itu, burung Kasuari dipercaya dapat membawa seseorang ke arah jalan yang salah jika mencium niat buruk dari orang tersebut.
2. Burung Bubut Pini
Burung kedua yang kehadirannya kerap menjadi penanda adalah Bubut Pini (Ivory-billed coucal). Suaranya di pagi hari menjadi penanda masyarakat untuk melubangi alat musik tradisional Fakfak yakni tifa tumour.
Dengan dibantu suara burung Bubut Pini, alat musik tersebut bisa bersuara dengan bagus dan nyaring.
3. Burung Raja Udang Paruh Kait
Burung Raja udang paruh kait terkenal hanya bersuara di malam hari kala bulan purnama hadir. Ketika burung ini bersuara, masyarakat percaya ada tanda kehdiran roh-roh jahat di sekitar mereka.
Diabadikan Dalam Sebuah Buku
Dengan berbagai filofis yang luar biasa, burung tentu bukan sekedar makhluk hidup biasa. Keberadannya kemudian diabadikan dalam sebuah buku yang berjudul "Burung-burung dalam Tinjaun Mbaham Matta, Fakfak."
Buku ini diterbitkan sekaligus menyambut Hari Migrasi Burung Sedunia yang dirayakan 11 Mei dan 12 Oktober setiap tahunnya. Dalam perayaan ini, Konservasi Indonesia (KI) juga mendukung kelompok Fakfak Birding.
Sebuah komunitas pusat pemandu wisata yang memiliki minat khusus dalam pemantauan burung di dalam hutan Fakfak. Fakfak birding diketahui sudah berhasil mengumpulkan lebih dari 70 jenis burung dengan pemahaman dan budayanya.
Pengamatan dilakukan sejak tahun 2020 sampai 2024 di kawasan Hutan Cagar Alam Fakfak. Istimewanya, mereka sempat berjumpa dengan tiga jenis burung Cenderawasih endemik Papua, yaitu Cenderawasih Kuning Kecil (Lesser Bird of Paradise), Cenderawasih Toowa Cemerlang (Magnificent Riflebird), dan Cenderawasih Belah Rotan (Magnificent Bird of Paradise).
Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany menilai komunitas ini adalah bukti kecintaan masyarakat Fakfak terhadap kekayaan alamnya. Ia berharap kelompok serupa di wilayah lain juga bisa menghasilkan karya yang dapat berguna untuk ilmu pengetahuan.
"Kami berharap, para pecinta fotografi dan juga penggemar burung lainnya dapat tergerak untuk menghasilkan karya yang dapat berguna untuk pengetahuan generasi selanjutnya, seperti yang dibuat oleh Fakfak Birding," ungkap Meizani.
Hal serupa juga disampaikan Fredrikus Warpopor. Awalnya ia khawatir karena generasi muda mungkin belum mengetahui berbagai jenis burung yang ada di alam beserta maknanya.
Ia juga khawatir bila orang tua bahkan hingga saat ini masih kesulitan mengenali jenis burung yang tinggal di Hutan Cagar Alam Fakfak. Sehingga ia senang dengan kelompok pengamat burung yang ada dan menuangkan pengamatan dalam sebuah karya.
"Karena itu saya merasa senang dengan adanya kelompok pengamat burung ini, mereka sudah membuat buku tentang jenis burung di hutan adat kami. Saya berharap dari buku ini, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian burung dan budaya yang menyertainya," pungkasnya.
(det/pal)