Puncak musim hujan 2024/2025 di Indonesia bagian barat tiba lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. yakni pada November-Desember 2024. Bila melihat data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tahun sebelumnya, puncak musim hujan hadir di bulan Januari-Februari.
Plt Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam pantaunya, sudah ada 303 zona musim atau sekitar 43,4% wilayah Indonesia memasuki puncak musim hujan November-Desember 2024. Wilayah ini meliputi Pulau Sumatera, pesisir selatan Jawa, dan Kalimantan.
Sedangkan 250 zona musim atau 35,8% diprediksi akan mengalami musim hujan pada Januari-Februari 2025. Wilayah ini termasuk Lampung, Pulau Jawa bagian Utara, sebagian kecil Pulau Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan sebagian besar Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan peralihan musim ini, Dwikorita mengimbau masyarakat untuk lebih bersiap. Terlebih musim hujan identik dengan timbulnya potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir.
"Kami menghimbau kepada masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap potensi terjadinya bencana hidrometeorologi selama musim hujan," tutur Dwikorita dikutip dari laman BMKG, Jumat (27/9/2024).
Lalu apa penyebab musim hujan datang lebih cepat di Indonesia?
Penyebab Musim Hujan Tiba Lebih Cepat di Indonesia
Menjawab pertanyaan ini, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan bila kondisi suhu muka laut di Indonesia saat ini terpantau cukup hangat. Suhu muka laut ini menyebabkan mayoritas daerah zona musim lebih awal memasuki musim hujan.
"Kalau kita lihat di wilayah Indonesia ini kondisi suhu muka lautnya cukup hangat. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan mayoritas daerah zona musim memasuki awal musim hujannya lebih awal," katanya.
Terkait fenomena La Nina, Ardhasena menegaskan bila fenomena iklim ini ikut punya peran meskipun belum terjadi. Meski begitu BMKG memprediksikan La Nina tetap akan hadir meskipun dengan intensitas lemah.
La Nina memang diperkirakan hadir pada Oktober 2024 usai El Nino dinyatakan berakhir pada Agustus 2024. Kedua fenomena iklim ini diperkirakan melalui siklus El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan monitoring indeks IOD (Dipol Samudra Hindia).
"Hasil monitoring indeks IOD (Dipol Samudra Hindia) dan ENSO pada bulan September 2024, Indek Dipole Mode 0.13 (Netral), dan indeks ENSO -0.42 (Netral). IOD Netral diprediksi berlangsung hingga awal tahun 2025. Sementara itu, ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina mulai Oktober 2024," tulis BMKG dikutip dari arsip detikEdu.
Sama seperti BMKG, Lembaga Atmosfer dan Kelautan AS (NOAA) juga mengeluarkan data terbaru tentang ENSO. Data ini dijabarkan dalam laporan bertajuk 'ENSO: Recent Evolution, Current Status and Predictions' terbit 23 September 2024.
Dalam data tersebut La Nina diperkirakan akan muncul pada bulan September-November 2024 dengan peluang 71%. Fenomena anomali iklim global ketika suhu air laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur menjadi lebih dingin daripada suhu normalnya ini akan bertahan hingga Januari-Maret 2025.
Suhu permukaan laut/ sea surface temperature (SST) di bulan September diperkirakan sudah mendekati suhu di bawah rata-rata di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. Namun, kondisi ENSO diperkirakan masih netral sehingga sistem peringatan La Nina masih berada dalam pantauan atau "La Nina Watch".
Meski diperkirakan La Nina akan datang, masyarakat diharapkan tidak perlu khawatir. Karena menurut pemerhati masalah lingkungan dan atmosfer dari (Badan Riset Inovasi Nasional) BRIN Indonesia, Prof Dr Ir Eddy Hermawan MSc kondisi cuaca dan musim di Indonesia tidak bisa hanya terfokus pada La Nina atau El Nino saja. Karena keadaan Indian Ocean Dipole (IOD) dapat meredam La Nina.
"Seberapapun besarnya kekuatan La Nina, kalau oleh IOD diredam, maka tidak akan memberikan impact yang besar," tutup Prof Eddy.
(det/nwk)