Ratusan mumi lebah dalam kepompong ditemukan oleh ilmuwan di daerah pantai barat daya Portugal pada tahun 2019. Temuan ini mengungkap mumi lebah tersebut sudah berada dalam kepompong selama 2.975 tahun.
Temuan ini kemudian diunggah dalam jurnal Papers in Palaeontology, sebagai studi baru karya Carlos Neto de Carvalho pada bulan Juli 2023 lalu.
"Situs fosil baru ini adalah peluang luar biasa untuk lebih memahami perilaku sarang lebah dan evolusinya, karena kita bisa bertatap muka langsung dengan para pengguna sarang tersebut," kata Neto de Carvalho, ahli paleontologi di Naturtejo UNESCO Global Geopark di Portugal, dikutip dari Live Science.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses Penemuan Mumi Lebah
Penemuan mumi lebah ini berawal saat ilmuwan sedang mempelajari ekosistem pesisir Atlantik Portugal yang mengalami revolusi, di dekat kota Odemira. Lalu ketika mereka menjelajahi garis pantai, mereka menemukan fosil berbentuk seperti bola lampu di sekitar bebatuan.
Awalnya para ilmuwan sudah menduga bahwa fosil itu adalah kepompong, namun mereka belum tahu pasti jenis kepompong dari serangga apakah itu. Karena itu, mereka membawanya ke laboratorium untuk dilakukan CT scan dengan X-ray microcomputed tomography.
Hasilnya mereka menemukan bahwa terdapat sisa-sisa lebah dewasa muda yang masih utuh di dalamnya dari genus Eucera, yang diketahui menghabiskan sebagian besar hidup mereka di bawah tanah.
"Apa yang membuat penelitian ini sangat keren adalah Anda memiliki lebah di sana dan Anda dapat melihat bahwa lebah tersebut berasal dari suku Eucerini, yang merupakan lebah bertanduk panjang," ucap Bryan Danforth, ahli entomologi di Cornell University.
Semasa hidup, lebah Eucera betina biasanya membangun sarang bawah tanah untuk bertelur. Mereka meninggalkan serbuk sari sebagai makanan anak-anak mereka saat tumbuh dewasa.
Sementara lebah muda akan berkembang di dalam kepompong pelindung ciptaan ibu mereka, sebelum muncul ke atas tanah, sebagaimana dilansir dari Smithsonian Magazine.
Bagaimana Mumi Lebah Masih dalam Keadaan Utuh?
Dalam kasus ini, lebah dibungkus dalam kepompong apabila terjadi bencana, seperti yang diungkapkan Carlos kepada New York Times. Para peneliti menduga lebah-lebah ini juga mengalami bencana yang kemungkinan berupa perubahan cuaca seperti pembekuan atau banjir yang mendadak melanda mereka.
Lebah dapat bertahan dalam kepompong dikarenakan kepompong terbuat dari polimer organik yang menyegel tubuh mereka dengan halus dan menjaga oksigen serta mengeluarkan bakteri. Ini yang memungkinkan lebah tetap utuh selama tiga milenium terakhir.
Dari hasil penelitian fosil, peneliti menemukan bahwa lebah sempat memakan serbuk sari dari bunga keluarga Brassicaceae, seperti kubis dan mustard sebelum mati. Hal ini semakin membuktikan bahwa lebah mati dikarenakan faktor cuaca atau alam bukan karena kelaparan.
Para peneliti berharap penemuan fosil sarang ini dapat menambah wawasan tentang revolusi serangga, terlebih lagi karena mereka dapat melihat langsung pemilik sarang di dalamnya.
(faz/faz)