Cuaca ekstrem di Indonesia cenderung meningkat. Dosen Laboratorium Hidrologi dan Klimatologi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Dr Andung Bayu Sekaranom mengatakan fenomena cuaca ekstrem disebabkan oleh perubahan iklim.
Perubahan iklim sendiri adalah perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini terjadi secara alami, seperti melalui variasi siklus Matahari.
Namun menurut situs Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia menjadi penyebab utama perubahan iklim, salah satunya akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak dan gas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, dampak perubahan iklim sudah mulai dirasakan masyarakat, seperti meningkatnya frekuensi banjir, kekeringan, dan mundurnya masa musim hujan.
Lembaga internasional juga memprediksi, dalam rentang dua puluh tahun ke depan dampak perubahan iklim yang ditimbulkan jauh lebih parah.
"Diprediksi oleh banyak lembaga internasional bahwa suhu akan meningkat dan hawa panas di mana-mana di belahan Bumi ini," kata Andung dalam situs UGM dikutip, Sabtu (25/3/2023).
Negara Tropis dan Subtropis Alami Peningkatan Curah Hujan
Lanjut Andung, negara yang berada di daerah tropis dan subtropis juga akan mengalami peningkatan curah hujan. Seperti diketahui, berdasarkan letak astronomisnya Indonesia termasuk dalam negara tropis.
Peningkatan curah hujan ini akan semakin tinggi hingga tahun 2100.
"Ada kaitannya dengan bencana sehingga perlu mitigasi," katanya.
Kurangnya Data Dampak Perubahan Iklim
Andung menilai perubahan iklim dapat berpotensi menjadi faktor yang mempercepat perubahan cuaca ekstrem dalam jangka pendek. Namun seringkali terkendala keterbatasan data untuk dianalisis.
"Kita butuh data lebih detail seberapa besar dampak dari perubahan iklim ini," jelasnya.
Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Pusat Supari, menyampaikan data layanan informasi cuaca di BMKG sendiri menggunakan data dari hasil observasi 42 radar, 113 meteorologi station, 102 upper air station, 14 marine meteorologi station, dan lebih 1200 Automatic Weather Station (AWS).
Dari data observasi ini umumnya menyampaikan kondisi cuaca di permukaan, atmosfer, juga terkait kondisi angin, suhu, tekanan dan kelembaban udara.
"Hasil pemodelan cuaca dengan bentuk prakiraan berbasis dampak. Kemudian bisa memberikan informasi lebih lanjut dengan prakiraan dan dampak yang dihasilkan," tuturnya.
(nir/faz)