Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yus Budiono mengungkap beberapa faktor yang menjadi penyebab banjir di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) belakangan ini.
Dari hasil pantauannya, ada empat faktor utama banjir. Mulai dari cuaca ekstrem, kenaikan air laut, penurunan tanah (land subsidence), dan perubahan tata guna lahan (land use change).
"Dari hasil riset kami, penyebab utama meningkatnya risiko banjir di Jabodetabek adalah penurunan muka tanah, yang berkontribusi hingga 145% terhadap peningkatan risiko banjir," ujar Yus dilansir dari laman BRIN, Sabtu (8/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, sebesar 12% risiko banjir ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan yang tak terkendali. Sementara kenaikan air muka laut hanya berkontribusi 3% terhadap kejadian banjir.
"Perubahan iklim global menyebabkan lebih banyak hujan ekstrem, seperti yang terjadi pada 1 Januari 2020 dan akhir Januari 2025, ketika curah hujan mencapai lebih dari 300 mm, jauh di atas normal," tambah Yus.
Daerah Resapan Air di Sungai Bekasi-Ciliwung Kurang
Lebih lanjut Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Luki Subehi menjabarkan penyebab banjir di Jabodetabek secara lebih detail. Luki melihat adanya pengurangan luas hutan serta daerah resapan air di sepanjang Sungai Ciliwung dan Bekasi.
"Banjir di Bekasi, misalnya, terjadi hampir setiap tahun karena daerah hulunya kurang mampu meresapkan air, sementara daerah daratannya telah dipenuhi permukiman," tambahnya.
Faktor yang memperparah bencana banjir belakang ini menurut Luki adalah sistem drainase Jabodetabek yang tak memadai. Pasalnya, drainase masih menggunakan perhitungan lama dan tidak mempertimbangkan kondisi cuaca ekstrem baru-baru ini.
"Pembangunan kawasan permukiman baru sering kali tidak diiringi dengan sistem drainase yang memadai, sehingga limpasan air hujan tidak dapat tertampung dengan baik," ujarnya.
Yus menambahkan banjir Jabodetabek termasuk ke dalam 3 kategori jenis banjir yakni akibat luapan sungai (fluvial flood), akibat hujan lokal (torrential rain flood), serta akibat pasang laut (coastal flood).
"Banjir yang terjadi beberapa waktu lalu lebih dominan sebagai fluvial flood, di mana hujan terjadi lebih intens di bagian hulu dan menyebabkan luapan air di sungai-sungai besar," kata Yus.
Solusi BRIN Atasi Banjir Jabodetabek
Yus menyebut BRIN telah melakukan beragam riset dan inovasi dalam mengatasi permasalahan banjir. Mulai dari model peringatan dini, sistem informasi danau hingga lewat kecerdasan buatan.
"Saat ini kami sedang mengembangkan sistem informasi danau, yang meskipun masih fokus pada danau prioritas, nantinya bisa diterapkan untuk memetakan setu-setu kecil di Jakarta yang berperan sebagai tempat penampungan air sementara," jelas Yus.
Selain itu, penerapan sistem polder pun penting seperti yang dilakukan Belanda. Usaha ini akan lebih maksimal jika eksploitasi tanah dikurangi.
"Saat ini Jakarta sudah merancang 66 sistem polder dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) 2030, yang diharapkan dapat mengelola banjir dengan lebih baik," ungkapnya.
Dalam pengembangan sistem peringatan dini, BRIN menggandeng banyak pihak salah satunya Bristol University di Inggris. Teknologi AI berbasis data real time diharapkan dapat meningkatkan akurasi prediksi banjir.
Namun, Yus mengaku masih ada beberapa tantangan untuk merealisasikan inovasi tersebut. Salah satunya karena masalah pendanaan.
"Kita sudah memiliki banyak solusi berbasis sains, tetapi implementasinya masih terkendala berbagai faktor, termasuk pendanaan. Jika riset dan teknologi bisa diterapkan dengan baik, maka masalah banjir di Jabodetabek bisa dikurangi secara signifikan," kata Yus.
Langkah Antisipasi Banjir Jabodetabek
Guna banjir besar ini tak terjadi kembali Luki mengatakan langkah mitigasi yang tepat untuk banjir Jabodetabek adalah dengan pengerukan saluran air hingga sungai. Terlebih pada saat sebelum musim hujan tiba.
"Di beberapa negara seperti Belanda, konsep 'Room for Water' diterapkan dengan menyediakan kolam-kolam penampungan air di sekitar sungai. Namun, di beberapa wilayah Jabodetabek, yang ada justru 'Room for People', di mana banyak pemukiman dibangun di sekitar sungai," saran Luki.
Banjir juga bisa diantisipasi dengan koordinasi daerah aliran sungai (DAS) yang tepat antarwilayah. Sebagaimana tertera dalam PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang koordinasi gubernur terkait DAS.
Yus juga mengajak masyarakat bergotong royong mengantisipasi banjir dengan tindakan sederhana. Mulai dari penanaman pohon di sekitar rumah.
"Setiap pohon yang ditanam bisa membantu mengurangi limpasan air hujan dan memperlambat aliran air menuju drainase. Jika setiap rumah menanam satu pohon saja, dampaknya bisa signifikan dalam mengurangi risiko banjir," tegasnya.
(cyu/nwk)