Pekan lalu diberitakan dua remaja di Makassar, Sulawesi Selatan menculik dan membunuh anak laki-laki berusia 11 tahun. Kedua pelaku berbuat demikian lantaran berniat menjual organ korban.
Menurut perspektif pakar psikologi klinis Universitas Airlangga (Unair), Margaretha, ada dua kemungkinan motif yang mendasarinya.
Pertama, ada kerentanan perkembangan psikologis sebagai remaja, sehingga terjadi pengambilan keputusan yang salah dan impulsif. Kedua, adanya kemungkinan bahwa pelaku mempunyai ciri kepribadian antisosial.
Ciri Kepribadian Antisosial
Margaretha menjelaskan, ciri kepribadian antisosial adalah orang-orang yang mau menyakiti orang lain, tetapi kurang memiliki rasa bersalah demi mencapai tujuannya. Kepribadian ini disebutnya muncul sebagai ekspresi genetik. Namun, dapat termanifestasi apabila didukung lingkungan.
Alumnus Universiteit Utrecht Belanda itu mengatakan, lingkungan tempat berkembangnya norma dan salah yang masih "bengkok", menjadi salah satu tanda munculnya kepribadian ini.
"Selain itu, mereka cenderung kurang matang dalam memahami emosi dan kurang adanya monitoring sehingga pemberian konsekuensi atas perilakunya juga tidak maksimal," jelas Margaretha, dikutip dari rilis laman resmi Unair.
Penting Dilakukan Rehabilitasi
Margaretha menerangkan, dari segi usia dan pelanggaran, kedua tersangka perlu mendapat pidana sesuai hukum yang berlaku. Maka dari itu, kejahatan yang mereka lakukan bisa menjadi upaya korektif untuk keduanya.
Meski demikian, dia pun menegaskan bahwa rehabilitasi juga menjadi poin penting yang perlu dijalankan. Menurutnya, tujuan rehabilitasi adalah supaya kedua pelaku remaja itu memahami moralitas dan kapasitas hidup sebagai manusia bermoral.
"Jika mereka benar memiliki ciri kepribadian antisosial, maka harus ada pendampingan ekstra karena jika tidak, keduanya dapat berpotensi untuk melakukan kejahatan serupa atau kejahatan lainnya," ujarnya.
Margaretha pun mengungkap rehabilitasi penting dilakukan agar keduanya memahami cara penyelesaian masalah secara tepat.
"Remaja dengan kerentanan pengembangan psikologis biasanya melakukan kejahatan ketika stres sehingga kita harus bantu mereka punya kemampuan penyelesaian yang lebih baik dan adaptif," ucapnya.
Berdasarkan kajian psikologi forensik tentang memahami perilaku kejahatan, Margaretha menilai bahwa kedua remaja tersebut hanya puncak dari gunung es. Dia beranggapan, tak cukup hanya fokus hanya fokus kepada dua remaja ini.
"Justru kita harus segera bergerak menghentikan dan membatasi ruang pasar gelap organ manusia yang sudah ada atau sedang dikembangkan di Indonesia. Jangan sampai kita menjadi penyumbang terbesar tanpa kita ketahui dan kita dapat kontrol sama sekali," pungkasnya.
Simak Video "Pengakuan Orang Tua Remaja Pembunuh Bocah untuk Dijual Organnya"
[Gambas:Video 20detik]
(nah/faz)