Jalan setapak menuju Air Terjun Tiu Sekeper di hutan Santong, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, menyambut dengan kanopi hijau yang rapat. Di kiri dan kanan, pepohonan mahoni, trembesi, hingga bajur berdiri seperti pagar alam.
Suara burung mengiringi perjalanan dari pintu masuk hutan. Jalur berbatu menuju air terjun tertinggi di Lombok itu menanjak sekitar lima kilometer. Pada 1970-an, beberapa titik hutan ini pernah dibabat.
"Sekitar tahun itu dulu sering ada pembalakan liar. Tapi sekarang masyarakat sudah mulai sadar pentingnya menjaga hutan tetap lestari," tutur Malkam Hadi, Ketua Pokdarwis Desa Santong sekaligus aktivis lingkungan, Sabtu (29/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hutan Santong berada di bawah pengelolaan KPH Rinjani Barat. Kawasan hutan alam ini dahulu menjadi jalur pemburu rusa di lereng barat Rinjani. Kini, jalan setapak itu menjadi akses tunggal warga yang berkebun di dalam hutan. Dari kopi, durian, pisang hingga alpukat, semua diangkut lewat jalur ini.
Mulai Dikelola Kelompok Tani
Ketua Pokdarwis Desa Santong Malkam Hadi. Foto: Ahmad Viqi/detikBali |
Puluhan hektare hutan Santong kini ditangani sekitar lima kelompok tani dari Desa Santong, Sesait dan Pendua. Menurut Malkam, jutaan pohon telah ditanam sejak kawasan ini dikelola warga. Pohon-pohon sengon, pete, durian hingga kopi kini menjadi penyangga kawasan.
"Belum ada aturan tertulis soal larangan pembalakan liar dari desa. Orang-orang sini dulu mana paham UU tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan," katanya.
Selain ratusan jenis pohon, hutan ini juga menyimpan anggrek liar dan sumber mata air yang melimpah. Sekitar 19 air terjun mengalir menuju Sungai Santong. Ada Tiu Sampurarung, Mata Rimba, Sandar Nyawa, Cundamanik, Jayang Rane hingga Tiu Bombong.
"Dari air terjun Batu Kolam ada dua aliran sungai bertemu di Air Terjun Tiu Sekeper yang menjadi primadona para wisatawan," ujarnya.
Pria 43 tahun itu menyebut masih banyak warga belum mengetahui keindahan air terjun tersebut. Pengelolaannya pun belum berjalan.
"Dari semua air terjun ini dijaga oleh masyarakat dan para pecinta alam di desa. Dan kamilah yang memberikan pemahaman tentang seluk-beluk gawah (hutan) ini," katanya.
Masyarakat berharap pemerintah desa menerbitkan awik-awik pelarangan pembalakan, terutama di pinggir sungai. Aliran dari Tiu Sekeper ini menjadi tulang punggung Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Santong.
Malkam mengatakan sejumlah mata air di hutan Santong dimanfaatkan untuk tenaga listrik PLTMH dan untuk pasokan PDAM Amerta Dayan Gunung. Aliran dari Air Terjun Bidari dan Sekeper disuplai ke PDAM, sisanya mengalir ke rumah warga dan persawahan.
Bahu-Membahu Menjaga Hutan
Aliran Air Terjun Batu Kolam mengalir ke PLTMH Santong di Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, NTB. Foto: Ahmad Viqi/detikBali |
Ia mengaku belum ada upaya langsung pemerintah untuk menjaga kawasan hutan, padahal aliran sungai dari hulu menghidupi ribuan warga di Kecamatan Kayangan. Karena itu, ia bersama para remaja desa menggelar kemah konservasi setiap tahun untuk memperkenalkan kekayaan hutan Santong.
"Dua tahun lalu itu kami melakukan kemah konservasi dari berbagai kalangan untuk menanam 1.000 pohon. Sekarang pohon-pohon sudah besar di tanam di kawasan hutan produksi terbatas tepat di samping Air Terjun Tiu Sekeper," katanya.
Ia berharap perusahaan yang memanfaatkan aliran air, termasuk PLTMH dan PDAM, ikut menjaga kawasan. Pada musim kemarau, debit sungai memang menurun karena pembagian aliran untuk PDAM dan PLTMH.
Suara Para Petani Hutan
Satria Effendi (38), pengelola kebun di hutan Santong, mengatakan sejak kelompok tani turun tangan, ilegal logging tak lagi terjadi. Tanaman yang boleh ditanam pun dibatasi.
"Misalnya pisang sekian pohon, durian sekian pohon dan seterusnya. Ini dilakukan demi menjaga kawasan," kata pemilik lahan 1,5 hektare itu.
Warga yang ingin mengelola lahan harus lebih dulu mendapat izin dari KPH Rinjani Barat. Pembukaan lahan baru dilarang di daerah aliran sungai.
Satria berharap aturan desa segera terbit agar warga memiliki pedoman yang pasti menjaga lingkungan.
EBT Tekan Biaya Produksi
Petugas mengecek ruang turbin di Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Santong. Foto: Ahmad Viqi/detikBali |
Manager Unit Layanan Pusat Listrik Mikro Hidro Surya Tanjung PLN UIW NTB, I Kadek Ariana, mengatakan PLTMH Santong mampu mengurangi penggunaan energi fosil pada PLTD dan PLTU di Lombok. PLTMH Santong memasok 1 MW untuk sistem kelistrikan Lombok yang memiliki beban 360 MW.
"Beban sistem di Pulau Lombok saat ini ada 360 MW. PLTMH Santong memasok 1 MW," ujarnya.
Air yang memutar turbin butuh sekitar 1.500 meter kubik per detik untuk mencapai daya maksimal 1 MW. Energi air ini dianggap jauh lebih efisien dibanding pembangkit fosil.
Untuk listrik 3 kWh, pembangkit fosil butuh satu liter BBM. Jika 1.000 kWh butuh 333 liter BBM, biaya produksi bisa mencapai Rp 3 juta, sementara PLTMH tak membutuhkan BBM.
Menjaga Kawasan Hutan
Kadek menyebut pasokan energi terbarukan Lombok masih 2,5 persen dari total 360 MW, ditopang tenaga surya, mikro hidro dan tenaga angin. Dari 36 MW EBT yang ada, 7 MW berasal dari PLTMH.
Ia menjelaskan perawatan PLTMH dilakukan rutin. Selain memelihara mesin, pihaknya ikut menjaga kawasan hutan demi menjaga debit Sungai Santong. Pengawasan dilakukan bersama masyarakat dan KPH Rinjani Barat.
Menurutnya, debit air yang dibutuhkan 1,5 ribu meter kubik per detik belum tercapai. Daya maksimal baru bertahan satu jam.
Energi Hijau NTB
Terpisah, General Manager PLN UIW NTB Sri Heny Purwanti menyatakan PLN terus mengembangkan energi hijau agar NTB mencapai net zero emisi 2050.
Dia menargetkan penggunaan EBT naik dari 5 persen menjadi 25 persen pada 2034 sesuai RUPTL.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal optimistis Lombok-Sumbawa bisa menjadi pusat energi hijau Bali-Nusra. Ada 77 bendungan yang berpotensi menjadi sumber energi air dan surya.
"NTB memiliki bendungan terbanyak di Indonesia. Tapi baru sekitar 20 persen yang dimanfaatkan untuk energi terbarukan," katanya.
Iqbal menilai ratusan pulau kecil sekitar Lombok dan Sumbawa dapat menjadi basis tenaga surya. Ia menyebut pengembangan energi bersih harus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen agar NTB menjadi daerah dengan ekosistem energi terpadu.
(dpw/dpw)













































