Ampa Fare: Tradisi Menyimpan Pangan Masyarakat Wawo Bima NTB

Ampa Fare: Tradisi Menyimpan Pangan Masyarakat Wawo Bima NTB

I Komang Murdana - detikBali
Minggu, 26 Okt 2025 11:32 WIB
Ilustrasi - Ampa Fare, tradisi menyimpan padi di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, NTB. (Foto: pesonawisatabima)
Ilustrasi - Ampa Fare, tradisi menyimpan padi di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, NTB. (Foto: pesonawisatabima)
Bima -

Masyarakat di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki beragam tradisi yang diwariskan hingga kini. Salah satunya adalah tradisi Ampa Fare yang berkembang di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, NTB.

Ampa Fare merupakan tradisi menyimpan padi dan hasil bumi lainnya di uma lengge (rumah tradisional suku Mbojo) yang bertujuan untuk berhemat. Mereka juga memegang teguh tentang pantangan menjual atau menukar padi dan jenis pangan palawija lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apabila dilanggar, keluarga bersangkutan akan menanggung malu karena akan dicap sebagai pemboros. Bagi masyarakat Wawo, padi merupakan harta berharga yang harus dilindungi dengan cara menyimpan di tempat yang aman dan tinggi.

Simak asal usul, makna, hingga prosesi Ampa Fare seperti dirangkum detikBali dari buku karya Bunyamin (2018) berjudul Ampa Fare: Tradisi Menyimpan Padi Masyarakat Wawo-Bima Nusa Tenggara Barat.

ADVERTISEMENT

Asal Usul Ampa Fare

Ampa Fare merupakan tradisi menyimpan padi atau fare di uma lengge. Tradisi ini lekat dengan cerita rakyat Bima yang mengisahkan seorang petani yang tidak pernah memperlakukan dengan baik hasil panennya.

Konon, petani itu hanya mengambil padi yang bisa dijangkau. Sedangkan, padi yang tidak bisa dijangkau biarkan berserakan begitu saja hingga terinjak-terinjak. Padi-padi ini merasa sedih karena manusia sangat sombong dan lupa berterima kasih atas rezeki yang diberikan.

Pada malam harinya, petani itu mendengar tangisan dari sawah. Suara tangisan itu seperti anak kecil yang ditinggal ibunya. Tangisan itu membuat petani tidak bisa tidur tenang.

Keesokan paginya, petani mencari sumber suara yang semalam ia dengar. Namun, yang dia temukan hanya tumpukan jerami.

Karena penasaran, malam berikutnya ia kembali ke sawah dan mendengar tangisan itu lagi. Lantaran merasa ada yang bersembunyi dan menakuti, akhirnya ia membakar jerami tersebut hingga hangus. Setelah api padam, suara tangisan pun hilang dan membuat petani merasa masalah sudah selesai.

Menjelang subuh, suara tangisan itu kembali menggema. Petani pun segera pergi ke sawah dan melihat ada padi yang berserakan di tanah. Sejak itulah petani menyadari bahwa yang menangis selama ini adalah padi yang mereka buang.

Dengan penuh penyesalan, ia mengambil padi itu dan dibawa ke uma lengge untuk di simpan di sana. Sejak itu pula, masyarakat Wawo menjadikan aktivitas menyimpan padi di uma lengge sebagai tradisi yang wajib dilakukan setelah panen.

Tradisi itu kemudian dikenal dengan sebutan Ampa Fare. Tradisi ini mengajarkan para petani untuk hidup hemat dan menghargai rezeki yang diberikan oleh Tuhan.

Makna Ampa Fare

Bagi masyarakat Wawo, ini bukanlah sebuah tradisi semata yang harus dilestarikan. Melainkan merupakan bentuk rasa syukur atas limpahan hasil panen yang diberikan Sang Pencipta.

Tradisi ini juga mengajarkan mereka untuk mengukur persedian bahan pangan selama satu tahun. Warga Wawo belajar mengenai cara hidup hemat di tengah kondisi geografis daerah mereka yang hanya bisa panen dalam satu tahun sekali.

Pelaksanaan tradisi Ampa Fare biasanya dibalut dengan berbagai hiburan khas masyarakat Bima. Hal ini dilakukan agar orang tua, remaja, dan anak-anak yang menonton mendapatkan pembelajaran tentang budaya dan tradisi masyarakat Bima yang perlu dilestarikan.

Berikut tradisi yang ditampilkan sebelum pelaksanaan Ampa Fare:

  • Pantun nasehat, Dou Mbojo (Nasehat orang Bima): Pantun ini berisi nasehat-nasehat yang mendidik, nasihat moral, dan nilai-nilai luhur agama serta norma masyarakat Bima. Ini merupakan bentuk kepedulian orang tua terhadap anak cucu mereka yang akan meneruskan tradisi tradisional Suku Bima.
  • Sagele: Sagele adalah alat untuk bercocok tanam padi atau kacang. Alat ini digunakan oleh kaum perempuan sembari saling berbalas pantun yang diiringi dengan serunai oleh seorang laki-laki. Dalam pelaksanaan Ampa Fare, alat ini dibawa untuk memperlihatkan cara menanam padi atau kacang ala masyarakat Bima.
  • Kareku kandei: Kareku Kandei merupakan atraksi memukul lesung menggunakan alu atau alat pemekulu. Lesung merupakan alat penumbuk padi tradisional. Jadi padi yang akan disimpan dalam uma lengge akan ditumbuk terlebih dahulu.
  • Ntumbu: Ntumbu adalah permainan adu kepala yang sudah menjadi tradisional masyarakat Wawo.

Prosesi Ampa Fare

Prosesi Ampa Fare akan diawali dengan pertunjukan pantun nasihat masyarakat Bima, sagele, kareku kendei dan ntumbu. Prosesi ini akan berlangsung selama dua malam di halaman uma lengge.

Setelah pertunjukan seni dan budaya selesai, masyarakat akan menyiapkan nasi tumpeng, ayam panggang, dan makanan dari biji-biji sayur. Semua itu akan digunakan sebagai perlengkapan dalam tradisi Ampa Fare yang sudah sesuai dengan adat istiadat mereka.

Warga menggunakan menggunakan pakaian adat selama prosesi berlangsung, yakni busana rimpu tembe bagi perempuan dan busana katente tembe untuk laki-laki. Setelah semua siap, ketua adat dan kalangan sara (pemerintah desa) akan menurunkan padi dari rumah dan mengantarkan padi itu ke uma lengge, mereka berjalan beriringan. Tidak hanya padi, mereka juga membawa hasil panen lainnya seperti pisang, kelapa, dan jagung.

Sesampainya di uma lengge, padi dan hasil bumi lainnya ditutup dengan penutup khusus. Selanjutnya, mereka berdoa dan dipimpin oleh tetua adat sebelum dinaikkan ke uma lengge.

Kemudian, satu orang bertugas masuk ke dalam uma lengge untuk mengatur posisi hasil panen yang akan disimpan. Ampa Fare dilakukan dengan cara dilempar dan ditangkap oleh orang yang sudah siaga di dalam uma lengge.

Setelah itu, dilanjutkan dengan zikir donggo mara, yaitu zikir bersama-sama yang dilakukan oleh keluarga, anak-anak dan orang yang hadir disana. Prosesi Ampa Fare akan ditutup dengan acara makan-makan bersama.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads