Lagi, Anak Sekolahan Hendak Menikah di Lombok

Lagi, Anak Sekolahan Hendak Menikah di Lombok

Edi Suryansyah - detikBali
Jumat, 13 Jun 2025 15:55 WIB
ZAATARI REFUGEE CAMP, JORDAN - AUGUST 2014: Baraah, 17, a Syrian refugee from Ghouta, in the Damascus suburbs, poses for a portrait six months pregnant in the room where she and her husband live in Zarqa, Jordan, August 23, 2014.  Baraah was married when she was fifteen, and is due to have her first child in November. While marriage under the age of eighteen was a common Syrian tradition before the start of the civil war, more and more Syrian girls are marrying at a younger age because of the insecurity of the war,  because many families feel the girls in their family may be sexually harassed if they are not under the care of a husband, and because of prospect of alleviating the financial burden of one more mouth to feed.  (Photo by Lynsey Addario/Getty Images Reportage)
Ilustrasi pernikahan anak. (Foto: Getty Images/Lynsey Addario)
Lombok Tengah -

Perempuan berinisial S (14) dan laki-laki berinisial A (16) hampir saja melangsungkan prosesi pernikahan. Namun, pernikahan anak sekolahan itu berhasil dibatalkan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala UPTD PPA Lombok Tengah, Baiq Indria Purnawati, mengungkapkan dua anak itu hendak menikah pada Rabu (11/6/2025) malam. Diketahui, S merupakan siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan A baru saja lulus SMP.

"Setelah menerima laporan, kami langsung menelusuri keberadaannya. Alhamdulillah, kedua belah pihak ini kooperatif sehingga bisa kami mediasi di sini," ujar Purnawati atau yang akrab disapa Iin, Jumat (23/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Iin, S dan A sudah menjalani prosesi selarian ke rumah keluarga di Desa Peringgarata, Lombok Tengah. Selarian adalah salah satu rangkaian pernikahan menurut tradisi setempat. Bahkan, keluarga juga sempat menyembelihkan ayam sebagai penanda bahwa S dan A akan menikah.

"Ya, informasinya begitu. Mereka selarian ke Peringgarata," imbuh Iin.

ADVERTISEMENT

Iin mengungkapkan orang tua kedua anak itu kooperatif saat dimediasi. Walhasil, keluarga akhirnya sepakat untuk memisahkan kedua anak itu dan membatalkan pernikahan tersebut.

"Alhamdulillah, orang tua juga menerima hasil dari mediasi agar anak-anaknya membatalkan pernikahannya," ujar Iin.

UPTD PPA Lombok Tengah, Iin berujar, akan terus berkoordinasi dengan semua pihak untuk mencegah pernikahan anak di daerah itu. Ia juga akan berupaya membujuk kedua anak itu agar kembali fokus bersekolah.

"Kami menawarkan kepada mereka untuk melanjutkan sekolah," imbuhnya.

Iin berharap masyarakat memahami dampak negatif pernikahan anak. PPA Lombok Tengah, dia melanjutkan, akan memperketat pengawasan dan pencegahan agar kasus pernikahan anak tak terjadi lagi.

"Mudah-mudahan kesadaran masyarakat tentang pernikahan ini meningkat," pungkasnya.




(iws/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads