Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap modus operandi distributor pupuk bersubsidi yang menyebabkan harga pupuk melambung di tengah petani di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur.
Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Pelita Putra, menjelaskan modus tersebut terjadi saat proses distribusi di masing-masing distributor.
"Katakanlah diturunkan waktu magrib empat truk di distributor. Nah yang dua truk ini dihabiskan dulu diturunkan. Nah besok itu sisanya cuma dua truk kan," kata Pelita saat ditemui di kantornya, Senin (13/1/2025) petang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelita menambahkan bahwa dua truk pupuk yang belum diturunkan diduga dialihkan ke lokasi lain. "Ini modus sementara hasil temuan tim di lapangan," tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa ada petani yang tidak mendapatkan pupuk bersubsidi karena nama mereka sengaja tidak didaftarkan sebagai penerima. Selain itu, ditemukan perbedaan harga pupuk di lokasi yang berdekatan.
"Misalnya kelompok satu harganya Rp 260 ribu. Di kelompok lain ada Rp 270 ribu per kwintal," jelas Pelita.
Komisi II DPRD NTB telah mencatat temuan tersebut dan merencanakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Pertanian Provinsi NTB untuk membahas penyebab tingginya harga pupuk.
"Kami juga sudah terima surat dari petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah terkait temuan ini di lapangan. Itu rencananya kami bedah nanti saat RDP," ujarnya.
Dalam surat yang diterima DPRD NTB, disebutkan bahwa harga pupuk bersubsidi di masyarakat dipatok Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu per kwintal.
"Dengan kondisi ini, wajar kemudian terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi," kata politikus PKB itu.
RDP dengan Dinas Pertanian NTB direncanakan digelar pekan depan, meskipun jadwal pastinya belum ditentukan oleh Komisi II.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTB, Taufik Hidayat, mengaku belum menerima surat undangan RDP dari DPRD NTB.
"Belum ada undangan," ujarnya via WhatsApp.
Ia menolak berkomentar lebih jauh terkait tingginya harga pupuk bersubsidi yang dialami petani di Lombok Tengah dan Lombok Timur.
(dpw/dpw)