Kordinator Jarnakes Fentia Budiman mengatakan pemecatan massal nakes non-ASN itu mengabaikan hak nakes hingga berdampak pada kualitas layanan kesehatan di daerah tersebut.
"Jaringan Tenaga Kesehatan Indonesia mengecam Tindakan Bupati Herybertus G.L. Nabit terhadap pemecatan 249 tenaga kesehatan di Manggarai NTT," kata Fentia dalam siaran pers, Selasa (15/4/2024).
"Apa yang dilakukan bupati berdampak pada pengabaian hak tenaga kesehatan, keberlangsungan kualitas layanan kesehatan, berkurangnya SDM tenaga kesehatan di Manggarai, dan merupakan praktik berbahaya yang membungkam demokrasi, khususnya tenaga kesehatan," lanjut dia.
Fentia mengatakan aksi demonstrasi ratusan nakes non-ASN yang menuntut kenaikan upah dan aspirasi lainnya adalah bagian kebebasan berpendapat yang dilindungi Undang-Undang. Mereka tak seharusnya dipecat gegara melakukan aksi demonstrasi tersebut.
"Baru saja kita mendengar pemecatan 249 tenaga kesehatan di Manggarai, NTT, setelah para nakes berdemonstrasi atau menyampaikan pendapat serta menuntut kenaikan upah layak, yang awalnya hanya mereka terima Rp 400- Rp 600 ribu per bulannya. Tentu aksi ini dijamin UU di negara ini sebagai bagian dari kebebasan berpendapat," tegas Fentia.
Fentia menyebut pemecatan ratusan nakes non-ASN yang bekerja di puskesmas di Manggarai bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemecatan nakes tersebut menunjukkan bupati bersikap antikritik, bentuk pembungkaman, kezaliman, dan kesewenang-wenangan yang menunjukkan bobroknya pemerintahan yang eksploitatif terhadap nakes.
"Ini bentuk pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kesehatan, yang telah bekerja bagi peningkatan derajat kehidupan masyarakat," Fentia
Fentia menjelaskan sistem pelayanan kesehatan adalah salah satu hal fundamental di negara ini. Pelayanan kesehatan itu mencakup keseluruhan komponen baik infrastruktur kesehatan, fasilitas kesehatan hingga sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, SDM di bidang kesehatan adalah nakes.
Di sisi lain kesejahteraan nakes selalu dikesampingkan dengan dalih pengabdian. Fentia mengatakan dalam kondisi seperti itu negara telah mengeksploitasi nakes.
"Ini sangat berbahaya dan melanggar hak-hak tenaga kesehatan yang diatur dalam UU," ujar Fentia.
Merespons pemecatan ratusan nakes non-ASN itu, Jarnakes menyampaikan sejumlah tuntutannya. Yakni memberikan sanksi tegas atas tindakan bupati memecat 249 nakes tersebut; memberikan hak nakes, dan mengembalikan nakes pada pekerjaan dan profesi mereka sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Memberikan upah layak bagi nakes, mekanisme perlindungan, hingga jaminan kesehatan bagi 249 nakes yang dipecat; mencegah kejadian serupa, dan menjamin kebebasan bersuara dan berpendapat untuk nakes; dan membentuk mekanisme independen sebagai shelter pengaduan hak-hak nakes di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit memecat 249 nakes non-ASN yang bekerja di sejumlah puskesmas di daerah tersebut setelah mereka melakukan dua kali aksi demonstrasi menuntut kenaikan gaji dan aspirasi lainnya. Sebelum ke DPRD Manggarai pada 6 Maret 2024, mereka juga menggeruduk kantor Bupati Manggarai pada 12 Februari 2024 dengan membawa aspirasi yang sama.
Hery kemudian memecat mereka dengan tidak memperpanjang SPK tahun 2024. Hery mengaku tak pernah berniat memecat ratusan nakes non-ASN tersebut. Namun, aksi demonstrasi mereka di DPRD Manggarai pada 6 Maret 2024 mengubah keputusannya.
(nor/gsp)