Ribuan warga Manggarai Barat datang menyaksikan pentas tarian yang disebut tari perang ini. Suasana riuh terjadi saat Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi-Yulianus Weng masing-masing memberikan pukulan pembuka (paki reis) kepada pemain caci sebagai tanda dibukanya pentas caci tersebut.
Paki reis adalah pukulan pembuka yang dilakukan dengan larik (cemeti) pada salah satu pemain caci. Paki reis biasanya dilakukan tokoh penting .
Toni, salah satu koordinator penari caci, mengatakan atraksi caci menjadi salah satu upaya untuk melestarikan budaya dan tradisi masyarakat Manggarai Barat. Pentas caci mampu memperkuat kebersamaan dan kebanggaan warga Manggarai Barat terhadap budaya dan tradisi.
Selain itu, atraksi caci ini juga memberikan kesempatan kepada para pemuda untuk menampilkan bakat dan kemampuan mereka.
"Kami ingin memberikan ruang kepada para pemuda untuk menampilkan kemampuan mereka dan memperkaya budaya dan tradisi kita," kata Toni.
Dalam atraksinya, dua penari akan beradu ketangkasan menggunakan pecut sebagai senjata dan perisai untuk menangkis serangan. Pecut dan perisai terbuat dari irisan kecil kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Tarian caci hanya boleh dimainkan laki-laki.
Saat pentas caci, para penari terbagi dalam dua kelompok. Masing-masing kelompok mengutus satu orang untuk beradu ketangkasan. Dua penari ini diberi peran bergantian.
Saat penari yang satunya menjadi penyerang, lawannya kebagian peran menangkis dengan perisai. Setelahnya, peran langsung diganti, yang berperan menangkis, menjadi penyerang.
Sebelum ganti peran, ada jeda 2-3 menit. Penari yang berperan menangkis akan menari dan bernyanyi sesaat setelah dipecut. Nyanyiannya akan disambut penari lain dari kelompoknya. Lalu ia akan menyerahkan perisai ke lawannya dan memilih pecut yang akan digunakan. Setelah 3-4 kali berbagi peran, mereka akan diganti penari baru dari masing-masing kelompok.
Bagian tubuh yang boleh diserang hanya pinggang ke atas. Penari memakai sarung songket untuk menutup pinggang ke bawah hingga kaki. Mereka juga memakai celana panjang putih.
Para penari tidak menggunakan alas kaki dan tak memakai baju. Ada penutup kepala semacam destar. Saat berperan menangkis serangan, wajah ditutup, kecuali mata untuk melihat pergerakan lawan yang menyerangnya.
Serangan pecut bisa menimbulkan luka di tubuh. Namun karena penari sudah terlatih, jadi jarang ada yang terluka. Pemenang adu ketangkasan ditentukan jika berhasil melukai wajah lawan.
Melukai bagian wajah itu sangatlah sulit, karena berhasil melukai bagian tubuh lawan saja tidak mudah. Kendati ada yang terluka, tidak ada dendam di antara mereka
(nor/nor)