Satreskrim Polresta Mataram membekuk dua orang berinisial HAI dan BP terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kedua pria itu diduga menipu ratusan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dan mengeklaim bisa menempatkan mereka bekerja di Korea Selatan dan Taiwan.
Kapolresta Mataram Kombes Mustofa menjelaskan HAI dan BP menawari sekitar 104 warga untuk bekerja di luar negeri. Namun, ratusan warga tersebut tak kunjung diberangkatkan ke negara yang dijanjikan.
"Ada dua pelaku. Pertama inisial HAI asal Narmada, Lombok Barat dan BP asal Kecamatan Ampenan, Kota Mataram," ujar Mustofa saat konferensi pers, Selasa (20/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengungkapkan keduanya memiliki modus berbeda-beda saat merekrut ratusan warga yang ingin bekerja di luar negeri. Untuk meyakinkan para korban, BP bekerja sama dengan sebuah lembaga pendidikan di Kota Mataram untuk memberi keterampilan bahasa Korea.
Sejauh ini, baru lima korban yang melaporkan BP ke polisi. Mereka mengaku tak kunjung diberangkatkan ke luar negeri meskipun sudah menyetor sejumlah uang kepada BP.
"Jadi para korban ini membayar uang sebesar Rp 4,3 juta untuk medical check up, pembuatan paspor, dan interview. Mereka juga membayar Rp 14 juta sebagai uang DP pemberangkatan," ujar Yogi.
Menurut Yogi, beberapa korban juga ada yang diminta membayar asuransi sekitar Rp 21 juta kepada BP. Akibatnya, total kerugian yang dialami oleh para korban BP mencapai ratusan juta rupiah.
"Semua korban alami kerugian kurang lebih sebesar Rp 570 juta. Kami masih dalami ada 90 orang lainnya juga yang diduga sudah mendaftar ke pelaku BP," kata Yogi.
Sementara itu, kasus yang melibatkan HAI terjadi sekitar Juni 2017 hingga 2022. Yogi mengungkapkan HAI mengiming-imingi sejumlah warga untuk bekerja di Taiwan. Kasus tersebut dilaporkan oleh tiga korban, yakni berinisial MSA, N, dan R.
"Ketiga korban ini masing-masing bayar sebesar Rp 30 juta," kata Yogi.
Selain menangkap BP dan HAI, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, handphone, ATM Mandiri, buku tabungan Bank Mandiri, hingga satu lembar data CPMI tujuan Korsel.
"Kami amankan juga 11 buah buku kwitansi, spanduk dan 26 berkas persyaratan calon pekerja migran Indonesia serta lima berkas hasil medical chek up CPMI, 11 lembar izin orang tua, sembilan lembar surat pernyataan pemotongan gaji," kata Yogi.
Selain itu, polisi juga menyita kwitansi pembayaran senilai Rp 2,5 juta dan Rp 8 juta. "Ada juga korban membayar Rp 5 juta pada 1 Oktober 2018 dan Rp 30 juta pada 26 Februari 2020. Jadi, dibayar berangsur-angsur," imbuhnya.
Kini, BP dan HAI diancam Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
(iws/BIR)