Iming-imingi Bekerja ke Arab Saudi, 2 Pelaku TPPO Ditangkap di Lombok Tengah

Iming-imingi Bekerja ke Arab Saudi, 2 Pelaku TPPO Ditangkap di Lombok Tengah

Ahmad Viqi - detikBali
Senin, 12 Jun 2023 16:48 WIB
Dua warga Lombok Tengah iming-imingi bekerja ke Arab Saudi ditangkap polisi, Senin (12/6/2023). Foto: Ahmad Viqi/detikBali.
Foto: Dua warga Lombok Tengah iming-imingi bekerja ke Arab Saudi ditangkap polisi, Senin (12/6/2023). Foto: Ahmad Viqi/detikBali.
Lombok Tengah - Dua pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) asal Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial S (41) dan HW (38) ditangkap tim Satgas TPPO Polda NTB, Kamis (9/6/2023).

S dan HW diamankan saat akan mengirim 13 orang calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ke Arab Saudi. Dari 13 korban tersebut, empat korban di antaranya sudah diberangkatkan ke Jakarta.

"Ada empat orang korban berinisial S, MI, AS, dan DA berasal dari Lombok Timur sudah di Jakarta selama tiga bulan, tapi belum diberangkatkan ke Arab Saudi," kata Wakapolda NTB sekaligus Ketua Satgas TPPO NTB Brigjen Ruslan Aspan saat konferensi pers di Mapolda NTB, Senin sore (12/6/2023).

Sembilan korban lainnya ditemukan di TKP lain yang sedang direkrut dan dijanjikan akan diberangkatkan di salah satu lembaga pelatihan kerja (LPK) di Praya, Lombok Tengah.

Korban Dibebankan Biaya Rp 14-20 Juta

S dan HW melakukan praktik rekrutmen CPMI pada November 2022 sampai Maret 2023 di LPK Lombok Jaya Internasional di Kampung Mispalah Kelurahan Prapen, Praya, Lombok Tengah.

Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata S telah melakukan perekrutan terhadap empat CPMI tujuan Arab Saudi sebagai cleaning service. Keempat korban itu dibebankan pembayaran masing-masing sebesar Rp 14 juta hingga 20 juta per orang.

"Setelah kami cek total kerugian yang dialami 13 korban Rp 84 juta. Mereka dijanjikan untuk pembuatan paspor, medical, tiket transportasi, sampai ke negara tujuan, dan biaya administrasi lainnya," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan.

LPK Tak Kerja Sama dengan P3MI NTB

Menurut Teddy, keempat korban yang sempat dikirim ke Jakarta sekitar akhir Desember 2022 itu ditampung di sebuah kos-kosan selama tiga bulan. Para korban akhirnya pulang ke Lombok karena tidak kunjung diberangkatkan Arab Saudi.

"Para korban ini sudah tidak mempunyai uang untuk biaya selama di Jakarta. Makanya pulang," ujar Teddy.

Setelah dilakukan pendalaman,LPK yang dikelola oleh tujuh orang termasuk S dan HW ternyata tidak memiliki kerja sama dengan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di NTB untuk pengiriman PMI ke luar negeri.

"Jadi sembilan korban lainnya itu kami temukan sedang direkrut dan dijanjikan akan diberangkatkan oleh kedua tersangka ke Arab Saudi di LPK tersebut. Di sana S ini sedang memberikan pelatihan bahasa kepada para korban," papar Teddy.

Ada pun barang bukti yang berhasil diamankan berupa satu unit sepeda motor Honda Vario, empat lembar kuitansi pembayaran pelatihan dan pemberangkatan ke luar negeri, satu lembar boarding pass pesawat Lion Air tujuan Jakarta-Lombok, dua unit HP milik para tersangka, tiga sim card milik HW dan satu buah CPU merk Lenovo.

Selain itu, satu buah monitor merk Lenovo satu buah monitor merk Acer, dua buah banner struktur organisasi, satu bendel formulir kosong seleksi CPMI, satu bendel surat pernyataan izin orang tua, dan satu bendel surat rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).

"Kami juga amankan empat buah buku tabungan milik S, dan enam buah ATM milik HW," ujarnya.

"Kami juga sedang dalami apakah ada keterlibatan Disnaker soal pemberian izin LPK ini atau kedua tersangka hanya mencatut nama Disnakertrans NTB," ujar Teddy.

S dan HW diancam Pasal 10 dan/atau pasal 11 juncto Pasal 2 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI.

Kedua pelaku juga diancam pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun. Serta pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp 600 juta dan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.


(nor/hsa)

Hide Ads