"Waktu itu korban sempat lompat dari atap rumah majikan hingga patah kaki. Saat itu korban mau kabur," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes TeddyRistiawan, Rabu (7/6/2023) diMataram.
Saat mengalami patah kaki, majikan MR kemudian menyerahkannya ke salah satu agensi penyalur tenaga kerja asal Indonesia yang berada di Irak.
"Kemudian korban secara diam-diam menghubungi KBRI Irak. Setelah itu dijemput kemudian dibawa ke kantor perlindungan Irak," cerita Teddy.
Pada akhir 2022, Kepolisian Irak menangkap pelaku TPPO berinisial AM merupakan agensi asal Indonesia di Irak. Bahkan, AM sempat ditahan hingga ke tahap persidangan di Irak.
"Waktu itu sekitar Oktober 2022. MR jadi saksi dipersidangan AM di Irak. Kemudian korban dikembalikan pada 3 Februari 2023 ke Indonesia," kata Teddy.
Pada 6 Februari 2023, MR tiba di Lombok Utara. Pada 10 April 2023, MR melaporkan pelaku lain berinisial EN (38) yang memberangkatkannya ke Irak ke Polda NTB.
Setelah melalui serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan saksi pada Apri 2023, kasus tersebut akhirnya dinaikkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan EN menjadi tersangka.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan menjelaskan kronologi pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang diperankan oleh EN dan SR.
Awalnya, kata Teddy, kasus ini dilaporkan MR pada awal Mei 2023 setelah mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan selama bekerja di Kota Baghdad. Modus pelaku EN dan SR melakukanTPPO menawarkan MR bekerja ke Arab Saudi.
Namun kedua pelaku malah mengirim korban bekerja sebagai ART ke Kota Baghdad. "Korban ini bekerja selama tujuh tahun lebih di Irak. Di sana korban pindah majikan selama tujuh kali. Bahkan korban ini tidak digaji sepeserpun," ujar Teddy.
Modus lain juga kata Reddy, sebelum MR diberangkatkan oleh kedua pelaku, ia diberikan uang saku keberangkatan sebesar Rp 3 juta. Selain itu, MR juga diberikan uang saku pelunasan utang sebesar Rp 1,5 juta.
"Jadi total uang diberikan oleh kedua pelaku itu Rp 4,5 juta. Ini juga modus-modus yang dilakukan oleh EN," ujar Teddy.
Kini EN dikenakan Pasal 10, Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 juncto Pasal 69 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.
(nor/gsp)