Cerita Korban Perang Sudan: Listrik Mati-Tentara Paksa Hapus Video

Mataram

Cerita Korban Perang Sudan: Listrik Mati-Tentara Paksa Hapus Video

Ahmad Viqi - detikBali
Senin, 01 Mei 2023 15:10 WIB
Mataram -

Ihsan Alwan Maulana (23), mahasiswa Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berbagi cerita tentang pengalamannya di Khartoum, ibu kota Sudan, saat perang terjadi. Ia bercerita saat tiba di Bandara Lombok, Senin (1/5/2023).

Ihsan turut menjadi korban perang senjata antara tentara Sudan dan Paramiliter Rappid Support Forces (RSF) di Khartoum. Saat perang terjadi, cerita Ihsan, stok makanan di Kota Khartoum mulai habis.

Perang pecah pada Sabtu (22/4/2023) dan Minggu (23/4/2023), banyak warga negara Indonesia (WNI) dan mahasiswa tidak berani keluar asrama, karena banyaknya tentara militer Sudan yang melakukan sweeping.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau nggak Sabtu atau Minggu, mulai meledak perangnya. Setelah itu beberapa hari sudah mulai tidak kondusif. Di mana-mana terdengar tembakan. Alhamdulillah WNI kita di sana tidak ada yang kena," katanya.

Ihsan berupaya menyelamatkan diri. Saat itu, banyak kendala yang dihadapi mulai dari sinyal, listrik, dan air di Kota Khartoum yang mati.

ADVERTISEMENT

"Lampu tidak nyala. Kami juga alami krisis air selama seminggu," katanya.

Setelah itu, para mahasiswa yang tinggal di asrama di Kota Khartoum berusaha mencari pertolongan. Saat itu, para mahasiswa yang kuliah di Khartoum pergi diam-diam mencari listrik untuk bisa menge-charge handphone.

"Kami keliling diam-diam ke rumah-rumah di sana, saking mencekamnya. Di mana-mana ada peluru nyasar," katanya.

Lebih mencekam lagi, beberapa tentara militer Sudan sempat masuk ke dalam asrama yang ditempatinya bersama puluhan mahasiswa.

"Alhamdulillah tentara-tentara itu tidak serang WNI. Baik tentara sama kami. Karena kan mereka bukan konflik dengan kami," cerita Ishan.

Pada Minggu (23/4/2023) ledakan lebih besar terjadi.

"Ya kami dengar tembakannya di mana-mana. Akhirnya diputuskan untuk evakuasi oleh Indonesian Students Association in Sudan (PPI). Kami dievakuasi ke Masjid Assidiqin di Sudan," katanya.

Setelah dievakuasi oleh tim PPI Sudan, Ishan dan WNI lain dibawa ke Port Sudan menggunakan bus. Selama 15 jam perjalanan menuju pelabuhan, beberapa tentara melakukan pemeriksaan.

"Kami berangkat pukul 17.00 waktu Sudan. Beberapa kali ada pemeriksaan dari tentara resmi Sudan dan RSF. Bahkan Kami diminta hapus video perang yang direkam," katanya.

Setelah tiba di Port Sudan, Ihsan dievakuasi menuju Jeddah menggunakan pesawat dengan 120 penumpang.

(efr/hsa)

Hide Ads