Gunung Es Nikah Anak di NTB

Perkawinan Anak di NTB

Gunung Es Nikah Anak di NTB

Ahmad Viqi - detikBali
Jumat, 17 Feb 2023 08:15 WIB
ZAATARI REFUGEE CAMP, JORDAN - AUGUST 2014: Baraah, 17, a Syrian refugee from Ghouta, in the Damascus suburbs, poses for a portrait six months pregnant in the room where she and her husband live in Zarqa, Jordan, August 23, 2014.  Baraah was married when she was fifteen, and is due to have her first child in November. While marriage under the age of eighteen was a common Syrian tradition before the start of the civil war, more and more Syrian girls are marrying at a younger age because of the insecurity of the war,  because many families feel the girls in their family may be sexually harassed if they are not under the care of a husband, and because of prospect of alleviating the financial burden of one more mouth to feed.  (Photo by Lynsey Addario/Getty Images Reportage)
Ilustrasi Pernikahan Anak di NTB. Fenomena perkawinan anak di NTB ibarat gunung es, jumlah sebenarnya lebih tinggi dibandingkan data yang tercatat. Foto: Getty Images/Lynsey Addario
Mataram - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Nusa Tenggara Barat (NTB) Wismaningsih Drajadiah meyakini jumlah perkawinan anak lebih tinggi dibandingkan data yang tercatat lembaganya. Musababnya, banyak bocah menikah di bawah tangan.

"Ini yang di luar dispensasi (pernikahan) kami kesulitan mencari di mana," Drajadiah kepada detikBali, Selasa (7/2/2023).

Dinas Perlindungan Anak NTB mencatat sebanyak 1.870 anak mengajukan dispensasi nikah sepanjang 2021-2022. Data itu dihimpun dari sepuluh kabupaten/kota di provinsi itu.

Sementara itu, Save the Children Indonesia mencatat 311 pengajuan dispensasi nikah pada 2019 di NTB. Angka dispensasi itu meningkat menjadi 803 permohonan setahun kemudian.

Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menyebutkan persentase pernikahan anak di provinsi itu pada 2017 mencapai 16,02 persen. Setahun kemudian turun menjadi 15,48 persen dan pada 2019 naik menjadi 16,59 persen.

Menurut Drajadiah, permohonan dispensasi nikah mengalami peningkatan menjadi 1.170 pada 2021. Saat itu, pandemi COVID-19 sudah merebak di berbagai daerah di Indonesia, termasuk NTB. "Memang (dispensasi nikah) mengalami kenaikan cukup tinggi saat musim pandemi," katanya.

Menurut Chief Advocacy Campaign Communication Media Save the Children Indonesia Troy Pantouw, terdapat kenaikan 492 permohonan dispensasi perkawinan anak di NTB selama setahun, 2019-2020. "Artinya, ada tambahan satu atau dua anak yang dinikahkan setiap hari," tuturnya.

Troy berpendapat data yang dihimpun oleh Save the Children Indonesia itu belum menunjukkan keseluruhan kasus perkawinan anak. Sebab, masih ada praktik pernikahan bocah yang dilakukan oleh penghulu di perkampungan dan belum terdata. Walhasil, data dispensasi pernikahan anak di NTB itu ibarat gunung es yang hanya tampak di permukaan.

Sosiolog Universitas Negeri Mataram (Unram) Nila Kusuma mengungkapkan sejumlah dampak buruk akibat perkawinan anak. Salah satunya ialah pasangan muda itu kerap terlibat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena kondisi psikologis mereka masih sangat labil.

Efek negatif lainnya adalah tingginya angka kemiskinan. Karena anak yang menikah dini biasanya putus sekolah dan menambah jumlah pengangguran.

Masalah lainnya ialah kesehatan anak seperti stunting. "Anak juga belum pantas hamil walaupun siap secara reproduksi," tutur Nila.


(irb/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Hide Ads