Kepolisian Resor (Polres) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), menangkap pria berinisial SA (44). Warga Kecamatan Jonggat itu diduga telah menyetubuhi seorang perempuan disabilitas atau difabel berinisial W (24). Pelaku melakukan aksi tersebut di rumahnya sebanyak lima kali.
"Pelaku dan korban ini tetanggaan. Hanya jarak beberapa meter lah dari rumah pelaku," kata Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, Iptu Luk Luk Il Maqnun, kepada detikBali, Selasa (29/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luk Luk mengatakan kejadian bermula pada Rabu 21 Mei 2025 sekitar pukul 09.00 Wita. Saat itu, SA menghubungi W via pesan singkat. Dalam percakapan tersebut, SA meminta korban yang penyandang disabilitas intelektual itu untuk datang ke rumahnya. Selain itu, SA juga mengarahkan W tidak menggunakan sandal agar tidak diketahui oleh warga sekitar.
"Kemudian setelah korban membaca pesan tersebut, korban kemudian menuruti ajakan pelaku, selanjutnya korban menuju ke rumah pelaku dan langsung masuk ke dalam kamar pelaku," ujarnya.
Menurut Luk Luk, saat W sudah berada di kamar, tak banyak perbincangan antara keduanya. SA langsung membaringkan W dan melakukan aksi bejatnya.
"Setelah selesai menyetubuhi korban, pelaku kemudian menyuruh korban untuk pulang," bebernya.
Pada saat W keluar dari rumah SA, ada warga berinisial S yang melihat. Saat itu, W tampak memperbaiki celananya. S kAemudian menegur W, tapi tidak dihiraukan.
"Hingga kemudian sore harinya warga di kampung itu ribut membahas soal korban yang ditemukan keluar dari rumah pelaku, selanjutnya korban menceritakan kejadian tersebut kepada kakaknya," imbuhnya.
Berdasarkan pengakuan tersebut, W mengakui jika telah disetubuhi sebanyak lima kali oleh SA. Atas kejadian itu, keluarga korban melapor ke Polres Lombok Tengah.
"Sekarang pelaku sudah kami tahan dan tetapkan sebagai tersangka," katanya.
Luk Luk menerangkan SA dijerat dengan Pasal 6 huruf A dan atau huruf C juncto Pasal 15 huruf H Undang-Undang Nomor 12 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara.
"Ancaman hukumannya paling lama 12 tahun penjara ditambah 1/3 karena korban merupakan penyandang disabilitas," pungkasnya.
(hsa/iws)