Dugaan Korupsi, Kejati Segel 26 Rumah Subsidi dan Aset Developer di Buleleng

Dugaan Korupsi, Kejati Segel 26 Rumah Subsidi dan Aset Developer di Buleleng

Made Wijaya Kusuma - detikBali
Kamis, 27 Feb 2025 22:05 WIB
Penyidik Kejati Bali menyegel rumah subdisi dan aset perusahaan properti di Buleleng, Kamis (27/2/2025) malam.
Penyidik Kejati Bali menyegel rumah subdisi dan aset perusahaan properti di Buleleng, Kamis (27/2/2025) malam. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Buleleng -

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyita aset milik salah satu perusahaan properti di Kabupaten Buleleng. Penyitaan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran perumahan bersubsidi di wilayah tersebut.

Selain aset, penyidik juga menyegel 26 rumah bersubsidi dalam kondisi siap jual milik developer yang berlokasi di Tejakula.

Kepala Seksi Pengendalian Operasi Kejati Bali Anak Agung Ngurah Jayalantara mengungkapkan aset yang disita berupa tiga unit ekskavator, satu unit mobil dump truk, serta satu unit rumah dan tanah di Desa Pemaron, Buleleng. Penyegelan rumah dilakukan untuk mencegah adanya perpindahan kepemilikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi agar tidak berpindah kepemilikan lagi yang akan mempersulit penyidikan," katanya, ditemui seusai penyitaan, Kamis (27/2/2025) malam.

Jayalantara menegaskan, pemilik perusahaan diduga mencatut KTP milik masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah subsidi.

Penyidik Kejati Bali menyegel rumah subdisi dan aset perusahaan properti di Buleleng, Kamis (27/2/2025) malam.Penyidik Kejati Bali menyegel rumah subdisi dan aset perusahaan properti di Buleleng, Kamis (27/2/2025) malam. Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali

"Rumah yang menggunakan KTP pinjaman jumlahnya hampir 180-an dan dalam kondisi terisi sudah oper kredit terhadap pihak yang tidak berhak atau pihak yang tidak memenuhi syarat untuk rumah subsidi," katanya.

ADVERTISEMENT

Untuk mengelabui pemilik KTP yang dipinjam, pemilik perusahaan menjanjikan sejumlah uang, antara Rp 1 juta hingga Rp 3 juta.

"Modusnya jadi mereka mencari masyarakat MBR dengan iming-iming sejumlah uang dengan janji KTP digunakan 3 bulan. Ternyata KTP digunakan untuk memohon kredit rumah FLPP. Jadi setelah mereka berhasil akad kredit, rumah itu dioper kreditkan ke pihak yang tidak berhak," jelasnya.

Hingga saat ini, sekitar 25 saksi telah diperiksa. Penyidik akan melakukan pemeriksaan lanjutan pada Senin pekan depan. Selain itu, penyidik masih berkoordinasi dengan BP Tapera, bank, serta auditor Inspektorat untuk menghitung jumlah kerugian negara dalam kasus ini.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads