Arya Wedakarna alias AWK dipecat dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Senator asal Bali itu diberhentikan melalui sidang paripurna Badan Kehormaran (BK) DPD RI di Jakarta.
Wedakarna dinilai telah melanggar sumpah janji jabatan dan kode etik anggota DPD RI. Pemberhentian AWK ini terkait pernyataan kontrovesialnya beberapa waktu lalu terkait staf penyambut tamu atau frontliner di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, menggunakan penutup kepala.
Pernyataan itu membuat Arya Wedakarna diprotes karena dinilai telah melukai hati umat Islam. AWK kemudian disidang oleh BK DPD dan berujung pemecatan.
Catatan detikBali, Wedakarna sudah beberapa kali melontarkan pernyataan kontroversial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Wedakarna pernah dipolisikan lantaran diduga mengaku-ngaku sebagai Raja Majapahit. Tak hanya itu, ia juga sempat didemo oleh warga Nusa Penida lantaran tersinggung dengan ucapan Wedakarna yang dianggap melecehkan keyakinan mereka. Berikut ulasannya.
Dikecam MUI Bali
Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali, Agus Samijaya, menyesalkan pernyataan Wedakarna yang menolak staf penyambut tamu Bandara I Gusti Ngurah Rai menggunakan hijab. Menurutnya, sikap Wedakarna itu bisa mengarah ke penistaan agama.
"MUI sangat prihatin dan kecewa dengan sikap dan perilaku AWK yang menurut MUI tidak pantas dilontarkan perkataan-perkataan seperti itu," ungkap Agus, Selasa (2/1/2024).
Agus mengungkapkan ucapan senator asal Bali itu juga mengandung esensi sikap rasisme. Menurutnya, tidak ada satu pun instansi pemerintah yang membuat kebijakan larangan menggunakan hijab dalam bekerja atau masyarakat lokal di posisi frontline.
"Di daerah lain pun tidak ada aturan orang lokal harus di depan dalam bekerja di instansi apapun. Menurut saya itu yang menyentuh dapat berpotensi mencederai kerukunan antar umat beragama di Bali," imbuh Agus.
Agus berharap masyarakat Bali tidak terprovokasi dengan pernyataan yang dilontarkan Wedakarna. Ia menduga pernyataan berbau SARA itu hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk meningkatkan elektoral di Pemilu 2024.
"Jangan-jangan itu hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk meningkatkan elektoralnya di Pemilu 2024 dengan mencari perhatian publik," ungkap Agus.
"Dia harus ingat bahwa Bali adalah bagian dari NKRI bukan terpisah. Semua warga umat apapun berhak bekerja di Bali dengan memegang prinsip-prinsip agama masing-masing," imbuhnya.
Serangan Balik AWK
Arya Wedakarna menyerang balik para penuduhnya terkait isu SARA. Senator asal Bali itu melaporkan empat caleg ke Bawaslu karena diduga melakukan kampanye hitam saat berunjuk rasa di depan kantor DPD RI, Denpasar.
"Ini saya sampaikan bahwa ada empat caleg yang sudah diduga ikut demonstrasi terhadap AWK tanggal 4 Januari," kata Arya Wedakarna dalam konferensi pers di kantornya di Denpasar, Kamis (18/1/2024).
AWK mengaku terkejut saat mengetahui ada empat caleg dari tiga partai yang ikut berdemo. Bersama puluhan orang lainnya, empat caleg itu mendatangi kantor DPD RI Bali pada Kamis (4/1/2024). Ini buntut ucapan AWK yang diduga mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Ternyata telah ditemukan ada empat orang dari tiga partai kebetulan partai ini berbasis agama, jadi sudah ada foto dan pengurus partai yang kebetulan juga menjadi caleg," ungkap AWK.
Namun, AWK enggan membeberkan detail nama-nama caleg yang dia laporkan. Termasuk asal parpol caleg-caleg tersebut. Dia hanya menunjukkan foto-foto saat caleg itu ikut aksi mendatangi kantor DPD dengan tujuan menemui AWK.
Dia menyebut empat caleg itu telah dilaporkan ke Bawaslu Bali berdasarkan Undang-Undang Pemilu. Ia juga berpendapat, aksi caleg tersebut merupakan usaha yang dilakukan untuk menaikkan elektabilitas.
"Kedua ada suatu usaha yang dilakukan secara kurang patut untuk mungkin juga menaikkan elektabilitas," ucapnya.
AWK Lapor Polisi
Arya Wedakarna juga melaporkan balik tokoh agama dan ormas berbasis agama ke Polda Bali. Dia mengaku namanya sudah dicemarkan oleh tokoh agama dan ormas yang memainkan isu SARA.
"Pertama, kami telah melaporkan, ada tokoh Islam, beberapa tokoh yang telah mencemarkan nama baik saya," kata AWK di kantor DPD.
AWK menyebut laporan tersebut dilakukan pada 15 Januari 2024 dan telah diterima oleh Polda Bali.
"Dengan tuduhan mencemarkan nama baik dan juga terkait UU ITE maupun UU KUHP dan terkait sesuai dengan laporan dari kepolisian sudah kami terima," jelasnya.
Namun, AWK tidak menyebut secara detail nama-nama tokoh dan lembaga mana yang ia laporkan. Menurutnya, para tokoh itu sudah menyebarkan hoaks atau berita bohong.
"Terkait dengan beberapa tokoh, majelis juga, tokoh agama yang melajukan fitnah kepada saya, yang di mana masuk ke unsur pencemaran nama baik," ungkap AWK.
Menurutnya, para tokoh tersebut telah mengganggu kinerja dirinya sebagai anggota DPD. "Dan kemudian mereka ikut menyebarkan berita hoaks, jadi tiang (saya) bersyukur laporan itu sudah diterima dan diproses, ya artinya posisi sudah satu satu," bebernya.
Wedakarna pernag mengaku sebagai Raja Majapahit. Baca di halaman selanjutnya....
Ngaku Raja Majapahit
Pada 2020, kelompok masyarakat Bali yang tergabung dalam Puskor Hindunesia melaporkan AWK ke Polda Bali atas klaim sebagai Raja Majapahit Bali. Ketika itu, pelapor menyertakan bukti-bukti termasuk video pidato AWK yang disebut berisi klaim sebagai Raja Majapahit.
Berdasarkan arsip pemberitaan detikcom, AWK membantah dengan adanya pelaporan bahwa dirinya pernah mengaku sebagai Raja Majapahit Bali. "Saya tidak pernah kok mengklaim diri saya sebagai Raja Majapahit Bali," kata Wedakarna pada 21 Januari 2020.
Wedakarna menyebut gelar yang dimilikinya merupakan gelar dari masyarakat. AWK menilai dirinya adalah pengayom komunitas di Jawa dan Bali.
"Kalau orang memberikan gelar macam-macam itu ya biasa, itu namanya persahabatan ya kalau orang kasih gelar itu ya. Nggak apa-apa kan, saya juga pengayom dari banyak komunitas di Jawa dan Bali," kata Wedakarna ketika itu.
Dipolisikan oleh Warga Nusa Penida
AWK juga pernah dilaporkan warga Nusa Penida, Klungkung, pada 3 November 2020 lantaran diduga melecehkan simbol agama Hindu. Berdasarkan laporan tersebut, AWK diduga merendahkan Ida Bhatara Dalem Ped yang ber-stana di Pura Dalem Ped, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
Pernyataan AWK kala itu juga menyulut kemarahan masyarakat yang tergabung dalam Perguruan Sandhi Murti. Warga mendemo AWK karena dianggap melecehkan simbol agama yang disucikan masyarakat Bali.
Aksi demo sempat ricuh saat Arya Wedakarna menemui massa yang demo di Jalan Cok Agung Tresna Renon, Denpasar, Bali, pada 28 Oktober 2020. Saat menemui pendemo, AWK mengaku sempat terkena pukul oleh salah satu pendemo.
"Kami sudah siapkan ruang rapat, kami tunggu 20 menit tidak ada yang mau ke atas untuk rapat karena aspirasi saya sebagai DPD harus dengan media dan dialog. Kemudian saya lihat sudah mulai keterlaluan karena sudah melakukan penghinaan secara pribadi dan sebagainya," kata AWK kepada wartawan ketika itu.
"Dan ketika mereka bilang aman saya merapat ternyata saya ada satu tindakan penganiayaan sebagai bukti ada penganiayaan di sini, kemudian di muka saya dan ada tadi video getok kepala saya," tambahnya.
Sesepuh Perguruan Sandhi Murti I Gusti Ngurah Harta menjelaskan kedatangannya ke kantor DPD Bali merupakan undangan dialog. Menurutnya, masyarakat Bali sangat tersinggung dengan pelecehan yang dilakukan oleh AWK terhadap sosok Ratuniang Ratugede yang dihormati masyarakat Bali.
"Sebenarnya kedatangan kami hari ini undangan dia tapi dia mengajak dialog kiami ke sana hanya ingin demo dan orasi supaya dia mendengarkan unek-unek masyarakat Bali. Masyarakat Bali sangat tersinggung sekali dengan pelecehan-pelecehan simbol yang dipuja oleh masyarakat Bali mengatakan makhluk padahal itu sosok yang sangat disucikan oleh masyarakat Bali disebut makhluk seperti Ratuniang Ratugede," kata Ngurah Harta.
Diprotes Warga Bugbug
Warga Desa Adat Bugbug, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, Bali, juga sempat menggeruduk kantor DPD Perwakilan Bali di Jalan Cok Agung Tresna, Kota Denpasar. Mereka mengecam ucapan Wedakarna yang dinilai provokatif.
Tim hukum masyarakat Desa Adat Bugbug I Nengah Yasa Adi Susanto mengungkapkan kedatangan warga Bugbug itu untuk meminta klarifikasi dari Wedakarna. Menurutnya, Wedakarna provokatif saat menerima kelompok warga Bugbug yang menolak pembangunan Detiga Neano Resort.
"Tujuan kami mohon maaf bukan menyampaikan aspirasi. Kalau bagi kami tidak ada gunanya kami menyampaikan aspirasi kepada Saudara Wedakarna. Kami hanya ingin meminta klarifikasi," kata Adi Susanto di Gedung DPD RI Perwakilan Bali, Denpasar, Rabu (20/9/2023).
Warga Bugbug membawa sejumlah spanduk yang mengecam sikap Wedakarna. Beberapa di antaranya bertuliskan 'Wedakarna, hentikan provokasimu terhadap kasus perusakan dan pembakaran villa di desa Bugbug!!!'.
Tak hanya itu, ada pula spanduk bertuliskan 'Wedakarna jangan coba-coba intervensi proses hukum kasus perusakan dan pembakaran villa di Bugbug'. Ada pula spanduk yang bertuliskan 'Jangan pilih anggota DPD pemecah belah bangsa dan menghancurkan adat dan budaya Bali!!!'.
Warga Bugbug tidak dapat bertemu Wedakarna ketika itu. Staf Wedakarna dalam pertemuan menyebut bahwa AWK tengah melakukan tugas di luar Bali.
Marahi Guru di Depan Siswa
Video Arya Wedakarna saat memarahi guru di depan para siswanya viral di media sosial.
Berdasarkan video yang beredar, Arya Wedakarna tampak memarahi guru di SMKN 5 Denpasar hanya karena memberikan tugas menulis 1,5 jam kepada siswa yang terlambat masuk kelas. Senator yang juga bekas personel boyband FBI itu menyebut hukuman kepada siswa yang terlambat 3 menit itu berlebihan.
Anggota Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Habib Ali Alwi merespons tindakan Arya Wedakarna tersebut. Menurutnya, tindakan Arya Wedakarna sudah melewati kapasitasnya sebagai anggota Komite I Bidang Hukum DPD RI.
Aksi Arya Wedakarna yang memarahi guru itu juga direspons oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Menurut FSGI, teguran yang dilayangkan senator kepada guru di depan siswa itu merupakan perbuatan keliru. FSGI menilai perbuatan tersebut justru merendahkan dan mempermalukan seseorang.
"Hal ini bisa masuk dalam dikategorikan perbuatan tidak menyenangkan dan kalau sengaja disebarkan untuk kepentingan tertentu (pribadi), dan menimbulkan malu pada guru tersebut dan keluarga, maka bisa saja dilaporkan pelanggaran UU ITE," jelas FSGI dalam keterangan resminya.
FSGI menilai Wedakarna seharusnya bersikap dengan cara baik bila memang memiliki niat yang baik. FSGI lantas menggarisbawahi tata tertib sekolah yang mengatur tentang sanksi terhadap siswa yang terlambat.
Simak Video "Video: Momen Pelantikan Irjen Mohammad Iqbal Jadi Sekjen DPD RI"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/gsp)