Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyebut anggota DPD dari Bali, Arya Wedakarna alias AWK, seolah-olah sakti mandraguna. Menurut anggota BK DPD Habib Alwi, tindakan-tindakan Wedakarna sering melewati kapasitasnya sebagai anggota Komite I Bidang Hukum DPD RI.
Salah satunya adalah ketika Wedakarna memarahi guru di SMKN 5 Denpasar di depan para siswa. Berdasarkan video yang diunggah akun Instagram @aryawedakarna, Wedakarna memarahi guru hanya karena memberikan tugas menulis 1,5 jam kepada siswa yang terlambat masuk kelas.
Senator yang juga bekas personel boyband FBI itu menyebut hukuman kepada siswa yang terlambat 3 menit itu berlebihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Enggak boleh itu (sidak ke sekolah), melewati kapasitas seolah-olah sakti mandraguna. Jadi, tidak etis statement-statement keras," kata Alwi di kantor DPD RI Provinsi Bali, Denpasar, Jumat (19/1/2024).
Alwi menuturkan masalah seputar pendidikan merupakan ranah Komite III DPD RI. "Sebenarnya itu kalau sekolah masuk komite III. Tapi ini kayaknya sudah meloncat," imbuhnya.
Respons FSGI
Dilansir detikEdu, aksi Arya Wedakarna yang memarahi guru itu juga direspons oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Menurut FSGI, teguran yang dilayangkan senator kepada guru di depan siswa itu merupakan perbuatan keliru. FSGI menilai perbuatan tersebut justru merendahkan dan mempermalukan seseorang.
"Hal ini bisa masuk dalam dikategorikan perbuatan tidak menyenangkan dan kalau sengaja disebarkan untuk kepentingan tertentu (pribadi), dan menimbulkan malu pada guru tersebut dan keluarga, maka bisa saja dilaporkan pelanggaran UU ITE," jelas FSGI dalam keterangan resminya, Jumat.
FSGI menilai Wedakarna seharusnya bersikap dengan cara baik bila memang memiliki niat yang baik. FSGI lantas menggarisbawahi tata tertib sekolah yang mengatur tentang sanksi terhadap siswa yang terlambat.
"Apakah ada pasal yang mengatur sanksi tersebut. Jika ternyata ada, maka si guru (pendidik) hanya menjalankan aturan dalam tata tertib sekolah, artinya ini sistem di sekolah tersebut bukan ide atau inisiatif pribadi guru terduga pelaku," tulis FSGI.
FSGI menentang segala bentuk kekerasan di pendidikan, termasuk kekerasan verbal dan kekerasan berbasis daring. Selain itu, FSGI menentang hukuman fisik kepada peserta didik seperti hukuman menulis selama 1,5 jam dan menentang penyelesaian dengan cara merendahkan dan mempermalukan guru.
"Hal tersebut juga bentuk kekerasan, sangat mungkin terdampak kekerasan psikis bagi guru yang bersangkutan, keluarganya dan juga lembaga tempat dia bekerja," pungkasnya.
Putusan Dugaan Pelanggaran Etik Wedakarna
Sementara itu, terkait kasus ucapan Wedakarna yang dinilai menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), BK akan memutuskan status Wedakarna pada 1 Februari 2024. Hal itu berdasarkan hasil sidang penyidikan dan verifikasi terkait dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik yang dilakukan oleh Wedakarna di kantor DPD RI Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Jumat.
"Semua aduan kami rapatkan di lembaga, kemudian diputuskan 1 Februari nanti," ujar Alwi.
Seperti diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali mempermasalahkan pernyataan Wedakarna saat rapat Komite I DPD RI utusan Provinsi Bali bersama jajaran Bandara Ngurah Rai, Bea Cukai, dan instansi terkait di kantor Bandara Ngurah Rai pada 29 Desember 2023. Pernyataan senator yang juga bekas personel boyband FBI itu dinilai menyinggung SARA.
Menurut Alwi, memang ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Wedakarna. Namun, ia enggan menjelaskan secara rinci pelanggaran yang dimaksud.
"Itu nanti, sebenarnya ada (pelanggaran). Tapi kami tidak bisa ngomong di sini, nanti diputuskan di lembaga yang terhormat," kata anggota DPD RI asal Banten itu.
Alwi juga belum bisa membeberkan putusan terburuk yang akan dijatuhkan kepada Wedakarna. Menurutnya, keputusan tersebut harus dirapatkan oleh seluruh anggota BK DPD RI.
"Karena kami adalah kolektif kolegial, empat pimpinan. Tapi hanya ada dua pimpinan (yang hadir saat sidang penyidikan dan verifikasi kasus AWK), sehingga kami bawa ke lembaga pada 1 Februari nanti," jelas Wakil Ketua I BK DPD RI itu.
Alwi menjelaskan sidang penyidikan dan verifikasi tersebut bertujuan untuk mendengarkan dan mengundang para pihak terkait pernyataan Wedakarna yang diduga bernada SARA. Adapun, BK BPD RI meminta klarifikasi dari MUI, Wedakarna, dan Bea Cukai Ngurah Rai.
Kasus dengan Warga Bugbug
Selain pernyataan Wedakarna yang mengandung SARA, pada kesempatan tersebut BK DPD RI juga mengundang perwakilan warga terkait kasus pembangunan Detiga Neano Resort di Bugbug, Karangasem.
Sebab, warga Bugbug juga mempermasalahkan ucapan Wedakarna yang dinilai provokatif terkait pembangunan Detiga Neano Resort.
MUI Bali Serahkan 3 Bukti ke BK DPD RI
MUI Provinsi Bali menyerahkan tiga bukti dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik yang dilakukan oleh Wedakarna. Ketiga alat bukti itu diserahkan kepada BK DPD RI.
"Ada tiga dokumen, yang pertama masalah tanggapan dan legal opinion dari MUI. Kedua, tentang bukti yang telah di-upload semua. Ketiga, rekapan rekaman live streaming senator," ungkap Ketua Bidang Hukum MUI Bali Agus Samijaya, Jumat.
MUI, kata Agus, telah menjelaskan secara rinci pokok terkait keberatan MUI terhadap Arya Wedakarna kepada BK DPD RI. "Yang kami jelaskan adalah frase kata demi kata saat kejadian itu, dari durasi video 49 menit 60 detik," imbuh Agus.
Menurut Agus, kata demi kata yang diucapkan Wedakarna harus dimaknai dengan melihat konteks, situasi, dan kondisi saat pernyataan itu dilontarkan. Agus menilai pernyataan Wedakarna telah menimbulkan kegaduhan.
"Kalau kami lihat dari durasi video itu, dia katakan soal 'agama kamu, agama apa? Apakah agama kamu tidak mengajari?' itu kan sudah mencoba mem-framming bahwa agama saya mengajarkan itu, agama kamu tidak," urai Agus.
Agus menegaskan dirinya tidak mempermasalahkan jika petugas frontliner di Bandara I Gusti Ngurah Rai adalah gadis Bali. Ia justru bangga jika petugas bandara itu melibatkan warga lokal. Hanya saja, dia mempersoalkan ucapan Wedakarna yang dinilai telah memainkan politik identitas.
"Kami tidak keberatan, sepanjang kemudian tidak menyentuh politik identitas, umat lain. Kalau sudah menyentuh politik identitas, itu artinya disampaikan dengan maksud ada tidak welcome, kebencian, dan sebagainya," pungkasnya.
(hsa/gsp)