Sembilan nasabah Koperasi Werdhi Sedana, Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, gusar. Mereka tak bisa menarik dana di koperasi tersebut. Total uang sembilan nasabah tersebut mencapai Rp 2,9 miliar. Padahal, koperasi itu pernah mendapatkan penghargaan sebagai koperasi terbaik dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Badung.
Walhasil, lantaran uang miliaran rupiah tak ada kejelasan, sembilan nasabah melaporkan IWT ke Polda Bali. Dia adalah manajer Koperasi Werdhi Sedana.
"Sembilan orang ini tidak bisa mencairkan atau menarik dana tabungan mereka, deposito, dan ada arisan motor," kata kuasa hukum sembilan orang nasabah Koperasi Werdhi Sedana, I Putu Agus Putra Sumardana di Polda Bali, Jumat (10/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bermula Saat Pandemi COVID-19
Sumardana mengungkapkan jika perkara nasabah yang tidak dapat menarik dananya di Koperasi Werdhi Sedana bermula saat pandemi COVID-19. Sejak saat itu, sembilan orang nasabah tidak bisa mencairkan atau menarik dana berupa deposito maupun arisan motor di koperasi tersebut.
Para nasabah sudah somasi IWT, tapi tidak membuahkan hasil. Nasabah yang tak kunjung bisa menarik dananya lalu memutuskan untuk melaporkan perkara yang dialami ke Polda Bali.
Pelaporan dilakukan karena IWT diduga telah melakukan penyalahgunaan atau pidana penggelapan dalam jabatan atau tindak pidana perbankan atau dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nasabah juga berencana menempuh hukum perdata atas perkara tersebut.
"Awalnya kami tempuh pidana dulu ya (dengan) melakukan pelaporan di Polda Bali pada hari ini. Jumlah kerugian dari nasabah ada sembilan orang ya, kurang lebih Rp 2,9 miliar, masih dilakukan penghitungan secara pasti oleh penyidik Polda," ungkapnya.
Masih Ada Korban Lain
Sumardana menyebut masih ada korban lain yang tidak bisa menarik dananya selain sembilan orang tersebut. Informasi itu dia dapatkan dari para kliennya.
Nasabah lain yang turut tidak bisa menarik dananya dari koperasi yang berada di Banjar Cengkok, Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, itu hingga kini belum mau melapor. Sementara, sembilan orang ini berinisiatif melapor karena salah satu korban tergabung dalam tim khusus (timsus) penyelamatan Koperasi Werdhi Sedana.
"Menurut penuturan dari klien kami bahwa korbannya kan bukan hanya mereka, tapi yang mengadu baru sembilan. Karena ada klien kami yang adalah tim khusus penyelamat koperasi sehingga dia mengetahui dari awal permasalahan ini," ungkap Sumardana.
Pengacara asal Kabupaten Klungkung itu mengungkapkan para kliennya sudah lama menjadi nasabah Koperasi Werdhi Sedana, yakni sebelum COVID-19. Mereka menjadi nasabah karena bujuk rayu atau sebagai anggota banjar setempat.
Menurutnya, Koperasi Werdhi Sedana awalnya memang badan usaha milik banjar setempat. Maka dari itu, pengurus dan anggotanya banyak berasal dari banjar di sana.
"Nah menurut keterangan dari klien kami, korbannya pun banyak dari banjar di sana yang dananya belum bisa ditarik ya. Tapi yang melapor sembilan orang yang sekarang yang saya tangani," jelasnya.
Nominal Kerugian Rp 300-800 Juta
Kerugian yang dialami oleh sembilan orang klien Sumardana beraneka ragam. Ada yang rugi Rp 300 juta, Rp 600 juta hingga Rp 800 juta. Namun yang pasti, total kerugian kesembilan orang yang melapor mencapai sekitar Rp 2,9 miliar.
Menurut Sumardana, IWT beralasan nasabah tidak bisa ditarik karena kredit macet. Alasan tersebut tidak bisa serta-merta diterima oleh para nasabah. Mereka pun telah mencari tim audit eksternal guna mengetahui akar masalah keuangan Koperasi Werdhi Sedana.
Tim audit eksternal ini dapat dicari setelah para nasabah yang tidak bisa menarik dana membentuk timsus penyelamatan Koperasi Werdhi Sedana. Timsus inilah yang akhirnya mengambil langkah agar Koperasi Werdhi Sedana diaudit secara eksternal.
"Kami sudah punya hasil audit ya bahwa ada penyaluran kredit yang tidak sesuai dengan SOP. Misalnya yang nasabah kredit itu berbeda nama agunannya atau ada yang agunannya milik bersama di tengah sehingga sulit eksekusi jadinya atau ada yang tanpa ragunan juga ada," tuturnya.
"Menurut hasil audit kan itu tidak wajar sehingga ada dugaan penggelapan atau (tindak pidana) Undang-Undang Perbankan. Masih dicari sama penyidik, karena penyidik masih memeriksa apakah ini wilayah Krimum atau Krimsus. Kalau perbankan kan krimsus," jelas Sumardana.
Di sisi lain, Sumardana juga mengungkap jika ini bukan pertama kali Koperasi Werdhi Sedana dilaporkan ke Polda Bali. Pelaporan sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun bukan oleh kliennya. Pelaporan sebelumnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan.
Sumardana tidak mengetahui alasan pelaporan sebelumnya dapat selesai secara kekeluargaan. Ia juga belum mengetahui nasabah yang melaporkan tersebut dapat menarik dananya atau tidak.
"(Apakah nasabah yang melaporkan sebelumnya dapat menarik dana) ya itu nggak tahu, baru tadi dibuka sama penyidik oh ini sudah pernah dilaporkan. Sudah selesai kekeluargaan," terangnya.
Simpan Rp 3,5 M, Rp 800 Juta Tak Cair
I Ketut Candi adalah satu dari sembilan nasabah yang turut melaporkan IWT ke Polda Bali. Masih ada sekitar Rp 800 juta uang Candi yang tertahan di koperasi itu.
"Kalau saya sebenarnya masih sisanya itu cuma Rp 800 juta," kata pria asal Banjar Sayan Agung, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, itu saat ditemui wartawan di Mapolda Bali, Jumat.
Candi sebenarnya sempat mempunyai dana hingga Rp 3,5 miliar di Koperasi Werdhi Sedana. Beruntung, sebagian uangnya telah dibayarkan dengan cara lain seperti pembayaran dengan sertifikat.
Ia kini masih berjuang mendapatkan sisa dananya sekitar Rp 800 juta yang masih mengendap di Koperasi Werdhi Sedana. Dana sekitar Rp 800 juta itu terdiri atas deposito sekitar Rp 750 juta dan sisanya ada dana program arisan motor hingga tabungan.
"Sudah beberapa kami dapatkan, tetapi kami ini masih memperjuangkan sisa-sisa dengan teman-teman yang lain," ungkapnya.
Candi sendiri telah menjadi nasabah di Koperasi Werdhi Sedana sejak 2012. Ia awalnya begitu percaya dengan koperasi yang berada di Banjar Cengkok, Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tersebut.
Penghargaan Koperasi Terbaik
Kepercayaan yang ditaruh Candi ke Koperasi Werdhi Sedana bukan tanpa alasan. Sebab, lembaga itu terlihat sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan adanya penghargaan sebagai koperasi terbaik oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung. "Maka dari itu saya sangat tertarik ikut kalau jadi nasabah di sana," ungkapnya.
Bagi Candi, program yang ditawarkan oleh Koperasi Werdhi Sedana juga sangat bagus ketika dirinya baru masuk menjadi nasabah. Program tersebut berupa arisan motor.
"Nah bagi saya seorang buruh melihat program yang itu saya sangat tertarik. Saya dari jauh-jauh ikut program arisan motor biar bisa punya motor," tuturnya.
Candi tak sendirian, beberapa temannya dari desa lain seperti Desa Adat Tebongkang, Kecamatan Ubud; dan dari Desa Lebih, Kabupaten Gianyar juga ikut dengan program arisan motor dari Koperasi Werdhi Sedana. Mereka ikut karena program tersebut dirasa sangat membantu.
Situasi Koperasi Werdhi Sedana masih terlihat aman dan bagus setelah beberapa tahun berjalan. Candi semakin percaya terhadap koperasi itu untuk meminjam, menabung bahkan hingga mendepositokan uangnya.
Rasa percaya itulah yang akhirnya membuat Candi bahkan pernah mempunyai dana di Koperasi Werdhi Sedana mencapai Rp 3,5 miliar. Ia baru menarik Rp 1,2 miliar dari Rp 3,5 miliar dananya di Koperasi Werdhi Sedana karena ada kepentingan khusus pada 2019 sebelum pandemi COVID-19.
"Dia (koperasi) lancar saja karena kami menarik kurang lebih Rp 1 miliar 200 juta, dia lancar," ujarnya.
Gagal Tarik Rp 500 Juta, Mulai Curiga
Candi kemudian berinisiatif untuk menarik dananya sekitar Rp 500 juta dari Koperasi Werdhi Sedana untuk keperluan membeli tanah. Dari sinilah kecurian terhadap kondisi koperasi Werdhi Sedana muncul. Sebab, ia tidak bisa menarik dananya jauh lebih sedikit dibandingkan penarikan sebelumnya.
"Narik cuma sekitar 500 kurang lebih lah, cuma itu sudah mulai tidak enak, tidak ada dikasih uang, nunggu besok, menunggu lagi seminggu, menunggu sebulan. Akhirnya kami jadi curiga. Ada apa dengan koperasi kok kami narik cuma Rp 500 juta nggak bisa, sedangkan omzetnya puluhan miliar kan," ungkapnya.
Semenjak itulah Candi mendengar kesimpangsiuran kondisi Koperasi Werdhi Sedana karena semakin banyak nasabah yang tidak bisa menarik dananya. Momentum tiba ketika ada rapat anggota. Rapat anggota itu sempat bersitegang akibat banyak nasabah yang tidak bisa menarik dananya.
Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung akhirnya menyarankan untuk para anggota membuat tim khusus (timsus) guna menyelidiki keadaan Koperasi Werdhi Sedana. Candi sebagai anggota koperasi kemudian dipilih sebagai Wakil Ketua Timsus tersebut.
Timsus ini pada akhirnya mencari pihak eksternal untuk melakukan audit terhadap kondisi keuangan Koperasi Werdhi Sedana. Hasil audit menemukan adanya selisih puluhan miliar di lembaga keuangan tersebut.
Diundang Rapat, Manajer Selalu Absen
Para pengurus timsus kemudian mengundang pengelola Koperasi Werdhi Sedana termasuk manajer untuk mengklasifikasi hasil audit. Undangan dimaksud guna mengetahui siapa saja yang memakai uang di Koperasi Werdhi Sedana sehingga terjadi selisih yang cukup besar.
"Setelah diundang manager berkali-kali tidak ada hadir, yang hadir cuma karyawan bagian akunting, bagian penagih gitu, dan semuanya kami tanya-tanya nggak ada yang memakai uang yang selisih sampai puluhan miliar itu," tutur Candi.
Menurutnya, timsus sudah berkali-kali mengundang manajer untuk melakukan klarifikasi terhadap hasil audit tersebut. Sayangnya manajer tidak pernah memenuhi undangan. Dari sana akhirnya sembilan orang nasabah sepakat untuk melapor ke Polda Bali setelah somasi juga tidak membuahkan hasil.
"Yang bersepakat untuk menelusuri untuk menindaklanjuti cuma sembilan orang. Sekarang kami sepakat untuk mengambil jalur hukum dan mudah-mudahan dari pihak Polda ini bisa meluruskan," harap Candi.
(hsa/hsa)