BEM Unud Tanggapi Banyak Mahasiswa Titipan Pejabat: Menunggu Tikus Besar

BEM Unud Tanggapi Banyak Mahasiswa Titipan Pejabat: Menunggu Tikus Besar

Siti Mu'amalah - detikBali
Kamis, 26 Okt 2023 08:39 WIB
Rektor nonaktif Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara menjalani sidang dakwaan perkara korupsi dana SPI Unud di PN Tipikor Denpasar, Selasa (24/10/2023). (Aryo Mahendro/detikBali)
Foto: Rektor nonaktif Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara menjalani sidang dakwaan perkara korupsi dana SPI Unud di PN Tipikor Denpasar, Selasa (24/10/2023). (Aryo Mahendro/detikBali)
Denpasar -

Ketua BEM Universitas Udayana (Unud) I Putu Bagus Padmanegara tidak sabar menunggu terungkapnya nama-nama pejabat yang menitipkan anaknya menjadi mahasiswa Unud lewat jalur mandiri. Terdakwa kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI), Rektor Unud nonaktif, I Nyoman Gde Antara, mengungkapkan titip-menitip mahasiswa merupakan hal biasa.

"Saya ingin mengapresiasi jaksa karena sudah menemukan dan menginventarisasi chat yang ada," ungkapnya Bagus saat dihubungi detikBali, Rabu (25/10/2023).

Padma menyebut pengakuan Antara soal mahasiswa titipan pejabat merupakan hal yang miris. Menurutnya, nama-nama pejabat ini harus dibuka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah ini saya benar-benar menunggu, saya di sini senang gitu nantinya Prof. Antara mau dan berani membuka nama siapa saja yang menitipkan," tegas Bagus.

Menurutnya, nanti akan ada nama-nama besar yang akan ikut terungkap. "Saya menunggu itu, menunggu tikus-tikus besar di balik ini," sambungnya.

BEM Unud Kecam Rektor Antara

BEM Unud, Bagus menegaskan, sangat mengecam tindakan Antara maupun orang yang menitipkan. Dampaknya, ada mahasiswa yang seharusnya mendapat hak lolos, tapi digantikan dengan orang lain.

"Apalagi ada orang-orang yang brengsek lolos dengan mudah, ini kan menyedihkan," kecamnya.

"Ayo buatlah orang-orang brengsek ini yang tukang menitip ini diadili karena tidak adil kalau hanya rektor ditahan sendiri. Jadi daripada kami berasumsi liar bilang aja, namanya siapa, anaknya siapa namanya, biar diadili," imbuh Bagus.

Dia meminta agar kasus ini ditelusuri sampai ke akarnya. Bisa jadi penerimaan siswa baru di SD sampai SMA juga terjadi modus serupa.

"Dan menurut saya sendiri ini merupakan keberlanjutan, dari jalur-jalur pendidikan pra-pendidikan tinggi gitu," cetus Bagus.

Bagus menilai kejadian ini akan menjadi titik balik seluruh perguruan tinggi Indonesia untuk mengubah sistem pendidikannya.

Menurutnya, tindakan Antara dan semua pelaku yang terlibat telah menghancurkan marwah pendidikan tinggi Indonesia dan menghancurkan kampus sebagai ruang berpendidikan.

"Karena ketika pendidikan ini diperjualbelikan entah karena jabatan, atau hal lainnya itu menyedihkan sekali dan saya sangat mengecam hal ini," tutup Bagus.

Sebelumnya, Antara menyebut tak ada yang salah dengan mahasiswa baru (maba) titipan. Bahkan, Antara mengungkapkan banyak pejabat yang menitipkan anaknya agar bisa kuliah di Unud. Mereka difasilitasi lewat jalur mandiri.

Antara mengakui sempat memerintahkan bawahannya untuk meloloskan sejumlah calon maba titipan saat seleksi jalur mandiri Unud pada tahun akademik 2020/2021 dan 2021/2022.

"Dari (seleksi penerimaan mahasiswa baru) jalur mandiri memang memungkinkan untuk memfasilitasi dosen, pegawai, civitas akademika, dan mitra strategis," kata Antara di PN Tipikor, Selasa (24/10/2023).

Ratusan Miliar Mengendap, Pembangunan Unud Tersendat

Kasus dugaan korupsi SPI atau uang pangkal di Unud yang sudah bergulir di persidangan sejak Selasa lalu menguak banyak fakta.

Salah satunya, terdakwa Rektor Unud nonaktif I Nyoman Gde Antara didakwa telah memungut SPI atau uang pangkal kepada calon mahasiswa yang memilih program studi (prodi) di luar program sumbangan itu.

Sejak dipungut pada seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri angkatan 2018 hingga 2022, terkumpul dana sebesar Rp 274,57 miliar dari 7.874 orang calon mahasiswa.

Setelah ratusan miliar uang SPI itu terkumpul, Antara yang saat itu menjabat sebagai rektor, memasukkan semua dananya ke kas Unud.

"Seolah-olah merupakan pungutan yang sah dan menjadi pendapatan negara bukan pajak yang sengaja dicampur dengan penerimaan badan layanan umum Universitas Udayana (dapat dikatakan SPI Unud). Sehingga mengaburkan asal-usul uang yang sah dan tidak sah, yang pemanfaatannya juga menjadi kabur," kata Jaksa Penuntut Umum Agus Eko di dalam surat dakwaannya, Rabu (25/10/2023).

4 Tahun, Deposito di 5 Bank

Selama tahun angkatan 2018 hingga 2022, semua uang pungutan SPI sebesar Rp 274,57 miliar itu tidak pernah digunakan untuk membangun sarana dan prasarana, atau pembangunan fisik lainnya. Uang tersebut malah didepositokan ke lima bank BUMN dan satu BUMD.

Pihak bank menganggap pembengkakan PNBP Unud tersebut sebagai nasabah yang memiliki banyak deposito yang tersimpan di dalam rekening. Karenanya, Unud sebagai nasabah, berhak memiliki fasilitas atau hadiah berupa barang.

Masih di dalam surat dakwaan, jaksa Agus menyebut bahwa ada kesepakatan Antara dengan pihak BPD Bali untuk tidak melakukan penarikan dana hingga saat ini. Alhasil, Unud sebagai nasabah mendapat predikat prime customer dan berhak atas hadiah berupa satu mobil Toyota Innova.

"Ada kesepakatan antara saksi Prof I Nyoman Gde Antara selaku Rektor Universitas Udayana dengan Bank BPD Bali terkait dengan nominal saldo giro yang harus mengendap pada rekening. Sehingga pihak BPD Bali memberikan partisipasi bisnis berupa kendaraan operasional Toyota Innova," kata Agus.

Ratusan Miliar Hasilkan Belasan Mobil

Tak hanya dari BPD Bali, Unud juga mendapat hadiah mobil dari BNI dan BTN. BNI memberikan Unud hadiah dua mobil Innova dan satu Alphard, sedangkan BTN memberi 15 mobil Avanza.

Jaksa menilai pengendapan dana, yang sebagian adalah SPI di lima bank tersebut, menyalahi peraturan Rektor Unud nomor 3 tahun 2021 tentang pedoman optimalisasi kas badan layanan umum (BLU).

Atas tindakan terdakwa tersebut, jaksa menganggap Antara telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 274,57 miliar. Kerugian itu tercipta dari nominal SPI tersebut yang sudah tercampur dengan uang Unud dan berubah status menjadi PNBP.

Sehingga, uang SPI tersebut yang seharusnya digunakan hanya untuk membangun sarana dan prasarana, malah terpakai untuk operasional sehari-hari. Termasuk, untuk menggaji para dosen dan pejabat Unud lainnya.

"Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yakni, perbuatan menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan, kedudukan, dan sarana yang ada padanya untuk menguntungkan diri sendiri," katanya.

Sebelumnya diberitakan, total semua dana SPI yang dipungut dari ribuan calon mahasiswa pada semua program studi mencapai Rp 335,52 miliar.

Semua dana SPI hasil pungutan sejak penerimaan mahasiswa baru angkatan 2018 hingga 2022 itu jadi tercampur dengan uang pemasukan Unud dari sumber lain.

Sehingga, statusnya berubah menjadi penerimaan negara bukan pajak dan juga tidak pernah terpakai untuk membangun sarana dan prasarana kampus Unud.




(hsa/hsa)

Hide Ads