Sebuah tradisi unik ada di Desa Adat Pundukaha Kaja, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali. Desa adat di sana mempunyai tradisi unik dengan menginjak-injak api. Tradisi itu dilaksanakan sebelum pelaksanaan Nyepi adat.
Nyepi adat berbeda dengan Hari Raya Nyepi tahun baru Saka yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Nyepi adat dilaksanakan secara khusus oleh desa adat setempat. Tidak semua desa adat di Bali memiliki perayaan Nyepi adat.
Nyepi di desa adat di Desa Adat Pundukaha Kaja dilaksanakan sehari setelah Purnama Sasih Kesanga (purnama bulan kesembilan). Rentetan Nyepi adat ini diisi dengan upacara mecaru dan serta ritual nyekjek (menginjak-injak) api.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tokoh Desa Adat Pundukaha Kaja Jero Gede Mangku Dalem I Made Lastrawan mengatakan prosesi diawali dengan melaksanakan upacara purnama kesanga. Seusai itu, proses dilanjutkan dengan pecaruan panca sata dengan menghaturkan segehan agung (sesajen besar) di perempatan desa.
"Segehan ini untuk menetralisir kekuatan bhuta (negatif) menjadi sifat dewa dengan tujuan kemakmuran, keselamatan, dan ketentraman bagi umat," kata Lastrawan kepada detikBali, Minggu (25/2/2024).
Ritual mecaru dilaksanakan dini hari sekitar pukul 03.00 Wita dan diikuti oleh semua umat. Prosesi ini diiringi suara kentongan dan denting genta para jero mangku di desa adat setempat.
Warga laki-laki kemudian menyalakan api dengan kayu bakar yang sudah disiapkan setelah proses mecaru rampung. Api yang menyala disebut Sanghyang Api dan digunakan untuk ritual nyekjek api. Tradisi nyekjek api digelar di jabe Pura Puseh Bale Agung, di depan Pura Kepah Agung, desa adat setempat.
Sesuai namanya, nyekjek api, para pemuda menari-nari mendatangi api dan menginjak-injaknya. Mereka seakan tidak takut terhadap panasnya api. Warga yang mengikuti ritual nyekjek api semakin lama kian bersemangat. Terlebih iringan gamelan gong yang menghentak. Ada berlari mengitari, memukul api dengan kayu, dan melompatinya.
"Di situlah uniknya ritual ini, meskipun mereka yang ikut menginjak api dalam keadaan sadar (tidak kesurupan), tetapi tidak ada rasa sakit yang dirasakan," tambah Lastrawan.
Warga yang menginjak api sesekali diperciki tirta suci selama tradisi berlangsung. Tujuannya agar selalu mendapatkan kekuatan dan perlindungan. "Tradisi sudah kami laksanakan turun temurun, dan terus kami gelar hingga saat ini," tegasnya.
Prosesi berhenti menjelang pukul 06.00 Wita. Seusai itu baru dilanjutkan dengan Nyepi adat sampai pukul 16.00 Wita.
Proses Nyepi adat di Desa Adat Pundukaha Kaja hampir sama dengan Hari Raya Nyepi tahun baru Saka. Masyarakat di sana juga menggelar catur brata penyepian saat Nyepi adat, yakni amati gni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak beraktivitas), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak menggelar hiburan). Semua warga desa adat wajib berada di rumah masing-masing.
Selama proses Nyepi adat dilarang ada kendaraan dari luar masuk menuju objek wisata. Larangan itu sebelumnya juga sudah disampaikan melalui surat pengumuman.
Meski telah memiliki Nyepi adat, Desa Adat Pundukaha juga melaksanakan Nyepi pada tahun baru Saka. Hari Raya Nyepi Nyepi Saka 1946 jatuh pada 11 Maret 2024.
Kepala Desa (Kades) Bunga Mekar I Wayan Yasa mengatakan tradisi nyekjek api sangat unik dan kerap menjadi tontonan wisatawan yang kebetulan berlibur di Nusa Penida. "Biasa ada tamu ikut menonton pas digelar nyekjek api, ini layak menjadi event wisata, dan memang selalu ada warga luar datang untuk shooting prosesi yang digelar," kata Yasa.
Yasa menilai tradisi ini perlu dipromosikan lagi sehingga masuk calendar event, khususnya di Nusa Penida. Tradisi nyekjek api juga bisa dinikmati oleh wisatawan selain keindahan alam Nusa Penida.
(hsa/hsa)