Melestarikan Bahasa Ibu dengan Sastra Bali

Bulan Bahasa Bali

Melestarikan Bahasa Ibu dengan Sastra Bali

Chairul Amri, Selamat Juniasa, Nuranda - detikBali
Jumat, 03 Mar 2023 14:37 WIB
I Komang Berata penulis sastra Bali modern asal Kabupaten Karangasem di Kantor Kementerian Agama, Rabu (15/2/2023). Berata sudah meraih dua kali Anugerah Rancage.
I Komang Berata penulis sastra Bali modern asal Kabupaten Karangasem di Kantor Kementerian Agama, Rabu (15/2/2023). Berata sudah meraih dua kali Anugerah Rancage. Foto: I Wayan Selamat Juniasa/detikBali
Denpasar -

I Made Sugianto tersentak setelah mendengar kabar krisisnya penulis sastra Bali modern. Sastrawan asal Tabanan ini kemudian mulai menulis menggunakan bahasa Bali sejak 2009 agar bahasa ibu di Pulau Dewata itu tidak hilang.

"Mereka (sastrawan) khawatir sastra Bali modern ini tidak ada penerusnya. Regenerasinya terputus," tutur Sugianto saat dijumpai di rumahnya, Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Sabtu (11/2/2023).

Cerpen pertama Sugianto berjudul Sentana. Dia kemudian mengembangkan karyanya itu menjadi novel dwilogi berjudul Sentana dan Sentana Cucu Marep.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sugianto terus produktif menghasilkan karya sastra dengan bahasa Bali. Kini, empat kumpulan cerpen dan lima novel lahir dari buah pikirannya.

Sugianto mengaku menulis sastra Bali modern memiliki tantangan tersendiri. Ia dituntut membiasakan diri menggunakan bahasa Bali ke dalam karya sastra yang baginya tidaklah mudah.

ADVERTISEMENT

"Buat saya tidak gampang. Karena di dalam Bahasa Bali ada sor singgih atau tingkatan dalam berbahasa terhadap lawan bicara," kata Sugianto.

Sastrawan Bali I Made Sugianto di rumahnya, Tabanan, Bali, Sabtu (11/2/2023). Sugianto meraih dua kali Anugerah Rancage pada 2012 dan 2013.Sastrawan Bali I Made Sugianto di rumahnya, Tabanan, Bali, Sabtu (11/2/2023). Sugianto meraih dua kali Anugerah Rancage pada 2012 dan 2013. Foto: Chairul Amri Simabur/detikBali

Menurut Sugianto, kerumitan bahasa Bali itu lah yang seharusnya disesuaikan dengan materi pelajaran di sekolah. Materi bahasa Bali yang dipelajari siswa di sekolah cenderung sulit atau tidak sesuai dengan usia murid.

Sugianto kerap mendapat pertanyaan dari kawan-kawannya terkait tugas bahasa Bali murid sekolah. "Banyak orang tua yang WA (WhatsApp) saya, minta dibantu menjawab pertanyaan pelajaran bahasa Bali anaknya," ujarnya.

Kegelisahan terhadap eksistensi bahasa Bali juga memacu I Komang Berata untuk menekuni sastra Bali modern. Pria Karangasem kelahiran 8 Oktober 1971 itu mulai menulis sastra Bali sejak 1988. Ketika itu, dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Judul cerpen pertama Berata adalah Catatan Ujung yang terbit pada 1988. "Setelah itu saya terus berkarya mulai dari puisi dan juga cerpen yang diterbitkan di beberapa surat kabar," katanya, Rabu (15/2/2023).

Karya cerpen Berata berjudul Lekad Tumpek Wayang baru dibukukan pada 1998. Dia meraih Anugerah Rancage pada 1999. Anugerah Rancage merupakan penghargaan yang diberikan pada orang yang dianggap berjasa untuk pengembangan bahasa dan sastra daerah.

"Dengan berhasil meraih penghargaan saya merasa sangat dihargai, karena karya saya dibaca oleh orang lain. Biasanya penulis akan semakin senang jika karyanya dibaca dan berhasil meraih penghargaan karena itu akan semakin membuat kami termotivasi untuk terus berkarya," kata Berata.

Karya sastra IKomangBerata apa lagi yang diganjar AnugerahRancage? Baca selengkapnya di sini.

Dengan ketekunannya dalam menulis sastra Bali modern pada 2021 Berata kembali meraih Anugerah Rancage. Karya sastranya yang diganjar penghargaan itu adalah kumpulan cerpen berjudul Nglekadang Meme.

Menurut Berata, mempelajari bahasa internasional sangat penting. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga perlu dipelajari. Namun, bahasa Bali sebagai bahasa ibu tak boleh dilupakan.

"Jadi bahasa itu harus digunakan sesuai dengan tempatnya dan orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam hal ini," imbuh pria yang kini bekerja di Kementerian Agama Karangasem ini.

Pendiri majalah elektronik Suara Saking Bali Putu Supartika.Pendiri majalah elektronik Suara Saking Bali Putu Supartika. Foto: Istimewa

Putu Supartika memiliki kegelisahan serupa. Alumnus Pendidikan Matematika Undiksha Singaraja itu tergugah membumikan bahasa Bali melalui karya sastra Bali modern. Pria berusia 29 tahun itu bahkan rela menghabiskan waktu dan merogoh uang pribadi untuk menerbitkan Suara Saking Bali, majalah berisi konten berbahasa Bali yang dia kelola sendiri.

Karya-karya Supartika juga tersebar di media lokal di Bali. Salah satunya adalah kumpulan cerpen Yen Benjang Tiang Dados Presiden, Joged lan Bojog Lua Ane Setata Ngantiang Ulungan Bulan ri kala Bintange Makacakan di Langite, hingga kumpulan puisi Lelaku.

Atas dedikasinya melestarikan bahasa Bali, Supartika diganjar penghargaan Rancage pada 2017. "Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penghargaan itu saya harus terus menggeluti sastra Bali modern ini dan Suara Saking Bali saya upayakan harus tetap terbit," katanya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Melihat Antusiasme Ratusan Pelajar Peringati Bulan Bahasa Bali"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Hide Ads