Perusahaan Umum Badan Logistik (Perum Bulog) khawatir penyaluran beras ditunggangi politikus menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Kekhawatiran itu membuat Perum Bulog NTB mengantisipasi lonjakan permintaan beras dan harga sembako menjelang pesta demokrasi.
"Untuk itu, dari direksi sudah menyampaikan bahwa Bulog harus netral, tidak boleh ada atribut atau pribadi yang ikut pembagian-pembagian ini," kata Wakil Pimpinan Wilayah (Wapimwil) Bulog NTB Musazdin Said saat disambangi detikBali di ruangannya, Kamis (25/7/2024).
Musazdin menerangkan pembelian dalam jumlah besar atau monopoli pembelian beras jelang pilkada bisa saja terjadi. Namun, Bulog memiliki persyaratan sekaligus pemberian pembatasan pembelian, terutama untuk jenis beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khusus untuk beras SPHP, pembelian dalam jumlah besar harus diverifikasi dari sisi calon pembeli maupun pembelinya. Termasuk mitra-mitra Bulog juga akan diverifikasi. Bulog meminta Dinas Perdagangan dan Dinas Ketahanan Pangan (DKP) untuk melakukan verifikasi tersebut.
"Kami memperkecil kemungkinan-kemungkinan orang-orang yang punya kepentingan, terutama selama (tahun) politik. Jika ada indikasi beli-beli beras (dalam jumlah besar), kami betul-betul selektif," tuturnya.
Terkait jumlah pembelian, Bulog sedari awal sudah melakukan pembatasan. Pembelian beras oleh kios atau warung kelontong dibatasi maksimal 1 sampai 2 ton. Selain itu, Bulog juga melakukan pengecekan lokasi beras akan di dropping nantinya.
"Lokasi dan ke siapa dijual, kita minta (datanya). Kami ketat untuk itu. Apalagi SPHP ini, di dalamnya ada subsidi pemerintah. Kami harus hati-hati karena sifatnya untuk menjaga stabilitas harga, bukannya untuk menghabiskan stok beras," terangnya.
(iws/hsa)