Sulit Miliki Rumah di Bali

Liputan Khusus Akses Perumahan di Bali

Sulit Miliki Rumah di Bali

Noviana Windri - detikBali
Senin, 17 Jun 2024 13:35 WIB
Suasana di salah satu kompleks perumahan di Jalan Mekar Jaya, Pemogan, Denpasar Selatan, Bali, Sabtu (15/6/2024).
Suasana di salah satu kompleks perumahan di Jalan Mekar Jaya, Pemogan, Denpasar Selatan, Bali, Sabtu (15/6/2024). Foto: Zheerlin Larantika Djati Kusuma/detikBali
Denpasar -

Sudah enam tahun Komang Sri menempati kos seluas 10,5 meter persegi di Jalan Gunung Batur, Nomor 119 C, Kota Denpasar, Bali. Perempuan berusia 34 tahun itu tinggal bersama suaminya Nyoman Darma Yasa dan seorang anaknya berusia delapan tahun.

Selain menjadi tempat tinggal, Sri menjadikan kos berkelir merah jambu itu sebagai ruang kerjanya. Dia bekerja sebagai penjahit dengan pendapatan rerata Rp 2 juta per bulan. Sedangkan, suaminya, Nyoman Darsa Yasa, bekerja sebagai tukang potong kain di industri garmen dengan upah Rp 3 juta per bulan.

Menurut Sri, menyewa kos-kosan Rp 800 ribu per bulan adalah pilihan realistis meski ia harus berdesak-desakan dengan beragam perabotan rumah tangga dan peralatan menjahitnya. Keluarga itu menyewa dua kamar kos di mana satu kamar lainnya diperuntukan anak sulungnya yang berusia 13 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upah suami istri itu habis untuk keperluan sehari-hari seperti bayar sekolah anak, sewa kos, dan listrik. Walhasil, tak tersisa uang untuk membayar cicilan KPR di Denpasar. "Berandai-andai saja bisa punya (rumah), tapi kalau saya kayaknya nggak mungkin deh," ucapnya dengan tatapan sayu, kepada detikBali, Rabu (5/6/2024).

Isu kepemilikan rumah kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera pada 20 Mei 2024. Melalui regulasi anyar tersebut pemerintah mewajibkan semua pekerja dari pegawai negeri sipil (PNS), karyawan swasta, pekerja mandiri, hingga tenaga kerja asing membayar iuran Tapera -2,5 persen dari upah pekerja dan 0,5 persen dibayarkan oleh pemberi kerja.

ADVERTISEMENT

Data Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bali menyebutkan pada 2023, backlog (kekurangan pasokan rumah) di Pulau Dewata mencapai 32.397 unit. Adapun untuk rumah tak layak huni (RTLH) di Pulau Dewata mencapai 54.570 unit.

Data BTN menyebutkan rata-rata harga rumah di Denpasar dan Badung meningkat hingga 20-40 persen per tahunnya. Di Denpasar pada 2023 harga rumah Rp 661 juta dan naik menjadi Rp 863 juta pada 2024. Sedangkan di Badung pada 2023 Rp 638 juta dan naik menjadi Rp 900 juta pada 2024.

Data Backlog dan RTLH di Bali pada 2023.Data Backlog dan RTLH di Bali pada 2023. Foto: dok. detikBali

Masalah serupa juga dialami oleh Wahyu Adnyana. Pria asal Buleleng itu gusar setiap mengingat keinginannya memiliki rumah di Denpasar. Musababnya, pria yang bekerja sebagai akunting di sebuah perusahaan di Denpasar ini hanya memperoleh honor Rp 2,8 juta hingga Rp 3,4 juta per bulan.

Dengan gaji tersebut, Wahyu hanya mampu menyewa sebuah kamar kos di Badung dengan biaya Rp 500 ribu per bulan. "Ya mudah-mudahan tahun 2028 atau 2029 saya sudah punya tabungan yang cukup untuk beli rumah," ungkapnya kepada detikBali di Denpasar, Rabu (22/5/2024).

Wahyu menyadari gajinya tak cukup untuk mencicil rumah di Denpasar. Sebab, gaji pria berusia 25 tahun itu hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari.

Saban bulan Wahyu hanya bisa menyisihkan Rp 1 juta dari gajinya. "Untuk bayar KPR Rp 1 juta nggak dapat di Denpasar," keluh Gen Z (sebutan untuk generasi kelahiran 1997-2012) tersebut.

Wahyu menyiapkan strategi lain untuk memiliki rumah. Dia mengincar lokasi alternatif yang harga huniannya masih terjangkau dan jaraknya masih terjangkau untuk pergi ke kantornya di Denpasar. Misalkan, Petang, Badung dan Kerambitan, Tabanan.



Komang Sri (34), penjahit sekaligus ibu dua anak yang tinggal di kos-kosan Denpasar saat ditemui detikBali, Rabu (5/6/2024).Foto: Komang Sri (34), penjahit sekaligus ibu dua anak yang tinggal di kos-kosan Denpasar saat ditemui detikBali, Rabu (5/6/2024). (Ni Wayan Santi Ariani/detikBali)

Pengamat Ekonomi dari Universitas Udayana I Gede Nandya Oktora Panasea mengatakan hampir mustahil bagi mereka yang bergaji upah minimum kabupaten/kota (UMK) (tidak ada penghasilan lain) dapat membeli rumah di Denpasar dan Badung. "Kalau gajinya cuma Rp 3 juta per bulan dan kondisinya harus KPR sekarang, ya susah banget," paparnya kepada detikBali, Jumat (24/5/2024).

Menurut Nandya, penduduk Denpasar serta Badung setidaknya harus memiliki gaji Rp 10 juta per bulan untuk mengambil cicilan rumah di Denpasar atau Badung. Hal ini tidak terlepas dari kenaikan harga rumah dari tahun ke tahun serta stagnasi UMK yang tentu berpengaruh pada kemampuan masyarakat membeli rumah.

Marketing Inhouse Vasaka Bali, Jona Koto, menuturkan pembeli rumah di Denpasar yang dijual oleh pengembang itu hanya 40 persen yang warga Bali. Sebanyak 60 persen pembeli merupakan orang luar Bali.

Vasaka Bali membanderol harga rumah dengan tanah seluas 100 meter persegi mulai dari Rp 3,1 miliar sampai Rp 6,5 miliar. Untuk bisa mengambil satu griya dengan sistem KPR, calon pembeli harus membayar booking fee sebesar Rp 25 juta dengan cicilan sekitar Rp 17 juta per bulan selama 20 tahun.

"Otomatis calon pembelinya gajinya harus Rp 34 juta," ungkap Jona, Rabu (22/5/2024).

Salah satu rumah warga di Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung, yang tak layak huni dan mendapat program bedah rumah dari Dinas Perumahan Badung, pada 2017.Salah satu rumah warga di Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung, yang tak layak huni dan mendapat program RTLH dari Dinas Perumahan Badung, pada 2017. Foto: dok. Dinas Perumahan Badung


Tingginya harga properti di Denpasar dan Badung membuat warga setempat, khususnya yang bergaji upah minimum kabupaten/kota (UMK), gigit jari. Namun, tidak bagi warga negara asing (WNA).

Direktur JSP Bali and Development Gusti Ngurah Kade Julian Arika menyebutkan hanya 30 persen pembeli rumah di Badung yang merupakan warga setempat. Sedangkan sisanya, 70 persen, konsumen merupakan WNA.

Menurut Julian Arika, kawasan Badung menjadi tempat favorit bagi warga asing untuk menikmati masa tua mereka. "Di (perusahaan) saya banyak yang beli (properti) WNA, (usia) senior, 50 tahun ke atas," tuturnya kepada detikBali, di Kuta Selatan, Badung, Bali.

Julian Arika menerangkan warga asing yang membeli properti biasanya telah menikah dengan warga Indonesia. Walhasil, nama pemilik properti tersebut atas nama warga Indonesia.

JSP Bali and Development, Julian Arika melanjutkan, menjual rumah dua lantai dengan dua kamar tidur di Berawa, Badung, seharga Rp 4 miliar. Namun, harga hunian bisa berbeda-beda tergantung sejumlah faktor seperti wilayah dan luas bangunan.

Tren kenaikan harga rumah di Bali berdasarkan data BTN. (Infografis detikcom)Tren kenaikan harga rumah di Bali berdasarkan data BTN. (Infografis detikcom)



Pembaca detikBali, kami merangkum sejumlah cerita dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang cemas tak bisa memiliki rumah di Pulau Dewata. Selain itu, kami mereportasekan para pengontrak tanah yang bisa mendirikan rumah di tanah sewa untuk jangka waktu tertentu. Cara itu disebut-sebut sebagai salah satu solusi dari sulitnya mengakses kepemilikan rumah di tengah terus melonjaknya harga properti tersebut. Selamat membaca!

1.

2.

3.

4.

5.

6.




(nor/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads