Produktivitas petani garam di Kabupaten Karangasem, Bali, saat ini sedang tinggi. Bahkan, dalam satu hari untuk satu orang petani bisa menghasilkan sekitar 100-150 kilogram garam. Namun panen raya garam tersebut membuat harga turun.
I Nengah Sarianta, salah seorang petani garam di Banjar Dinas Yeh Malet, Desa Antiga Kelod, Kecamatan Manggis, menyebut produksi garam mulai meningkat sejak Agustus. Puncak produksi diperkirakan Oktober 2023.
"Ini tidak lepas dari kondisi cuaca saat ini yang sedang panas terik. Sehingga berpengaruh terhadap produksi garam karena akan membuat lebih cepat panen. Dalam sehari saya bisa menghasilkan sekitar 100-150 kilogram garam saat ini," beber Sarianta, Sabtu (16/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sarianta, melimpahnya produksi membuat harga anjlok. Para petani hanya bisa menjual garam ke pasar-pasar tradisional. Terkadang, ada pengepul yang datang ke rumah masing-masing petani garam. Mereka mengambil garam untuk dijual lagi ke luar daerah.
"Saat musim panen raya seperti saat ini, harga garam per kilogramnya sekitar sekitar Rp 5-9 ribu saja. Sedangkan saat panen sedikit harganya bisa mencapai Rp 12 ribu per kilogram," kata Sarianta.
Anjloknya harga garam juga dipengaruhi banyaknya pasokan garam dari Jawa. Bahkan, harganya jauh lebih murah. Garam petani Karangasem pun kalah saing.
Padahal, dari segi kualitas, garam lokal jauh lebih baik. Warnanya lebih jernih. "Tapi, justru itu yang dipilih oleh masyarakat karena harganya lebih murah. Hal itulah yang membuat para petani lokal mau tidak mau juga ikut menurunkan harga," keluh Sarianta.
Meskipun harga anjlok, Sarianta dan para petani garam Yeh Malet mengaku tetap bersyukur karena masih ada pembeli daripada tidak sama sekali. "Yang penting masih dapat untung walaupun sedikit," katanya.
Sarianta mengaku bisa mendapatkan omzet Rp 2-2,5 juta dari penjualan garam dalam sebulan. Sementara, pada hari-hari biasa di luar panen raya, omzetnya hanya berkisar Rp 1-1,5 juta. Di luar panen raya, harga garam memang mahal. Namun, stok garam yang dijual sedikit. Panen hanya sekitar seminggu sekali.
Hal senada juga dikatakan oleh petani garam di wilayah Amed, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, I Nengah Suanda. Menurutnya, produksi garam sedang tinggi.
Suanda bersyukur harga garam tidak turun signifikan karena penjualannya satu pintu melalui koperasi desa.
"Kalau untuk penjualan kami di Desa Purwakerti tidak terlalu terpengaruh dengan jumlah produksi, sedikit atau banyaknya garam yang dihasilkan oleh para petani harganya bisa dibilang stabil tidak sampai anjlok," kata Perbekel Desa Purwakerti itu.
(hsa/nor)