Stafsus Sri Mulyani Jawab Soimah soal Ditagih Pajak Bawa Debt Collector

Stafsus Sri Mulyani Jawab Soimah soal Ditagih Pajak Bawa Debt Collector

Tim detikFinance, Ronatal Siahaan - detikBali
Sabtu, 08 Apr 2023 12:06 WIB
Juru Bicara Kemenkeu Yustinus Prastowo
Stafsus Sri Mulyani menjawab Soimah yang mengeluhkan penagihan pajak yang membawa serta debt collector. (Anisa Indraini/detikcom).
Denpasar -

Staf Khusus Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo menjawab Soimah Pancawati yang mengeluhkan penagihan pajak dengan membawa serta debt collector. Prastowo menegaskan debt collector yang dimaksud ialah Juru Sita Pajak Negara (JSPN) yang dibekali surat tugas.

"Kantor Pajak menurut UU sudah punya debt collector, yaitu Juru Sita Pajak Negara. Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas," ungkap Prastowo dalam keterangannya, dilansir detikFinance, Sabtu (8/4/2023).

Ia juga membeberkan mengapa petugas pajak mengecek bangunan secara detail dan lama. Kegiatan tersebut, jelas Prastowo, merupakan hal wajar dilakukan petugas pajak, karena didasarkan pada surat tugas yang jelas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentang mengukur pendopo, pengecekan detail bangunan itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas. Memang, membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter persegi terutang PPN 2 persen dari total pengeluaran," imbuhnya.

Petugas pajak, lanjut Prastowo, dalam mengecek tidak asal-asalan. Diketahui, rumah Soimah ditaksir senilai Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti Soimah sebutkan dalam obrolan di Youtube yang booming belakangan ini.

ADVERTISEMENT

"Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya, PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan," bebernya.

Terkait Soimah yang mengeklaim diberi surat peringatan soal membayar pajak pada Maret 2023 ini, Prastowo mengaku itu merupakan pemberitahuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.

Berdasarkan hasil pengukuran perbincangan Soimah dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantul, tidak ditemukan unsur yang salah dari petugas KPP. Pegawai tersebut cuma mengingatkan dan menawarkan bantuan apabila Soimah kesulitan melaporkan SPT.

"Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi," terang Prastowo.

Ia berharap KPP dan Soimah dapat bertemu dan membicarakan masalah ini baik-baik. Selain itu, ia mengaku telah menghubungi Soimah sebulan lalu, namun katanya sulit dipertemukan.

"Tak perlu masing-masing merasa yang (paling) benar, tapi ngobrol enak, sambil gojekan, mengenang interaksi masa lalu sambil mengungkapkan harapan buat ke depan," ungkapnya.

Duduk Bareng

Sebenarnya, Prastowo mengaku sudah berniat mencari dan bicara dengan Soimah sejak sebulan lalu, ketika TikToknya viral. "Ucapannya sangat nyelekit, menusuk jantung kesabaran. Lagi-lagi saya tak tersinggung, tapi justru ingin berdialog hati ke hati. Sayang sulit sekali menjangkaunya," kisahnya.

Sebelum viral, Soimah pernah menceritakan pengalaman tak menyenangkan yang pernah dialami dari oknum petugas pajak. Ia mengakui hal ini tak terjadi hanya sekali saja.

Pada 2015, jelas Soimah, ada petugas pajak datang ke rumah tanpa permisi. Artis ini dicurigai karena di depan layar suka berakting sebagai juragan atau orang kaya yang sombong.

"Pada 2015 datang ke rumah orang pajak buka pagar tanpa kulonuwun (salam), tiba-tiba sudah di depan pintu yang seakan-akan saya tuh mau melarikan diri," kata Soimah dikutip dari YouTube Blakasuta, Jumat (7/4/2023).

Adapun kejadian selanjutnya, yakni soal Pendopo Tulungo yang dibangun Soimah di Yogyakarta dengan tujuan untuk mewadahi para seniman. Dari Jakarta, Soimah mengatakan mendapat laporan bahwa pendopo yang saat itu belum jadi didatangi petugas pajak.

"Pendopo belum jadi, udah dikelilingi sama orang pajak. Didatangi, diukur jendela, jadi jam 10 pagi sampai jam 5 sore, ngukuri pendopo. Direkam, difotoin, saya simpan fotonya siapa yang ngukur, masih ada fotonya saya simpan," tangkas Soimah.

"Ini tuh orang pajak atau tukang toh? Kok ngukur jam 10 pagi sampai jam 5 sore arep ngopo (mau ngapain). Akhirnya pendopo itu diappraisal hampir Rp 50 miliar, padahal saya yang bikin aja itu belum tahu total habisnya berapa, orang belum rampung total," bebernya.




(BIR/iws)

Hide Ads