Kenaikan Pajak 40-75% Ditunda, PHRI Tetap Desak Spa Tak Dikategorikan Hiburan

Kenaikan Pajak 40-75% Ditunda, PHRI Tetap Desak Spa Tak Dikategorikan Hiburan

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Minggu, 21 Jan 2024 11:44 WIB
Ilustrasi spa
Ilustrasi spa (Foto: dok. Humas Kemenparekraf)
Badung - Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bali menyambut positif penundaan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khurusnya pajak hiburan menjadi 40-75%. Meski begitu, PHRI Bali tetap mendesak agar usaha spa tidak dimasukkan ke dalam kategori hiburan.

Ketua PHRI Bali Tjok Oka Artha Ardana Sukawati mengaku tetap mengawal peninjauan kembali terkait kenaikan pajak hiburan tersebut. Menurutnya, usaha spa yang berkembang di Bali lebih mengarah ke bidang kesehatan dibandingkan hiburan.

"Agar spa ini bisa keluar dari kelompok hiburan, kembali ke jati dirinya," kata pria yang akrab disapa Cok Ace itu saat ditemui di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Sabtu (20/1/2024).

Cok Ace mengapresiasi penundaan penerapan pajak hiburan 40-75% tersebut. Menurutnya, para pengusaha hiburan di Bali keberatan dengan nominal pajak yang dinilai terlalu tinggi.

"Kalau kami lihat dari aturan hukumnya sebenarnya Januari sudah diterapkan 40%. Astungkara, ini ditunda. Tapi, kami harapkan ini permanen dan sifatnya tetap," imbuh Cok Ace.

Mantan wakil gubernur Bali itu mengungkapkan hingga kini baru Kabupaten Badung yang berencana mematok tarif pajak hiburan 15%. Ia menegaskan kepala daerah masing-masing kabupaten/kota berhak mengatur keringanan pajak untuk usaha hiburan. "Kebijakannya ada di bupati dan wali kota," imbuhnya.

Sebelumnya, sejumlah pengusaha hiburan di Bali keberatan atas penerapan pajak hiburan sebesar 40-75%. Mereka pun mengusulkan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pajak yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra mendorong para pelaku usaha hiburan untuk mengajukan keringanan pajak ke pemerintah kabupaten/kota masing-masing. Hal itu menyusul setelah polemik penerapan pajak hiburan 40-75%.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), pajak hiburan dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota dan dibayarkan oleh konsumen atas barang/jasa tertentu (PBJT). Adapun, usaha spa turut digolongkan ke dalam kategori hiburan dan dikenakan pajak 40%.

Indra menjelaskan kepala daerah kabupaten/kota di Bali dapat memberikan insentif fiskal. Menurutnya, para pengusaha hiburan dan pemerintah kabupaten/kota dapat membicarakan solusi atas permohonan keringanan pajak.

Dengan begitu, kata Indra, besaran pajak hasil kesepakatan antara pelaku usaha dan kepala daerah kabupaten/kota bisa saja di bawah 40%. "Ada klausul bahwa bupati dapat memberikan keringanan (pajak). Nah, ruang itu yang dimanfaatkan," kata Indra, belum lama ini.




(iws/iws)

Hide Ads