Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung berencana akan memberikan keringanan pajak sebesar 25 persen dari nilai tarif pajak hiburan 40 persen. Walhasil, Badung bisa kembali mematok tarif pajak hiburan 15 persen. Kini pemerintah sedang menyusun Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk melegalkan pengurangan tarif melalui insentif fiskal.
"Secepatnya. Ini kan masalahnya, kalau kita melihat secara regulasi, ini kan sudah berjalan. Ini argo berjalan, kan. Artinya, saya sudah perintahkan Bapenda, Kabag Hukum, Dinas Pariwisata, harus cepat. Karena jangan sampai nanti melewati bulan ini," jelas Sekretaris Daerah (Sekda) Badung I Wayan Adi Arnawa dalam keterangannya, Kamis (18/1/2024).
Penerapan pajak hiburan 40 persen, diakui Adi telah menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha hiburan malam. Aturan pajak yang diprotes ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pajak hiburan dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota dan dibayarkan oleh konsumen atas barang/jasa tertentu (PBJT) dengan tarif paling tinggi sebesar 10 persen. Khusus untuk tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan mulai paling rendah 4O sampai 75 persen.
Menurut Adi Arnawa, sesuai arahan Kemendagri dalam rapat koordinasi secara daring, Kamis siang, pemerintah daerah bisa mengurangi atau meringankan pajak sesuai yang diatur dalam Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022 tersebut. Keringanan pajak tidak hanya dimohon oleh pelaku usaha, tapi bisa diberikan langsung oleh kepala daerah atau diberikan secara jabatan.
"Kami melihat ada celah (Pasal 101) diberikan diskresi (ambil keputusan) terkait pemberian insentif fiskal dengan pertimbangan kondisi tertentu. Seperti tidak mampu bayar, melindungi usaha mikro dan sebagainya. Ini celah buat kami menyikapi keberatan teman-teman pelaku usaha. Persoalannya ada pada kenaikan tarif yang sebelumnya 15 persen menjadi, batas bawah 40-75 persen," bebernya.
Adi mengatakan Jika kebijakan pengurangan pajak melalui peraturan bupati keluar, besaran pajak hiburan akan kembali 15 persen atau sesuai dengan tarif lama. Pola inilah yang akan secepatnya dirumuskan oleh Pemkab Badung, sehingga pemerintah daerah bisa segera memberikan penjelasan ke para pelaku usaha.
Dia mengakui kebijakan ini berdampak terhadap target pendapatan asli daerah (PAD) Badung. Namun, pertumbuhan pariwisata di Bali khususnya Badung di masa recovery pasca dihantam pandemi COVID-19 juga penting. Kata Adi, peraturan ini ditarget bisa selesai Januari ini.
"Kami tidak hanya berpikir untuk peningkatan PAD, tapi bagaimana mempertimbangkan aspek sosial dan aspek sosiologis pengusaha yang sedang atau baru bangkit. Ini juga akan berdampak multi dimensional. Misalnya bagaimana dengan petani yang mendukung usaha-usaha ini kan bisa juga berat, termasuk bagaimana dengan tenaga kerjanya," pungkasnya.
Pelaku Pariwisata Sambut Gembira Penundaan
Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata Akhyaruddin Yusuf menyambut gembira upaya Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) untuk menunda kenaikan pajak hiburan menjadi 40 sampai 75 persen.
"Alhamdulillah kan dia (Luhut) punya kapasitas. Yang bisa menunda itu hanya Bupati dan Wali Kota. Kalau sekarang kondisinya di Badung yang bisa menunda Bupati Kabupaten Badung," katanya saat diwawancarai, Kamis (18/1/2024).
Menurut Yusuf, apabila nantinya pajak hiburan tetap diberlakukan, maka usaha spa di Bali akan banyak yang berhenti.
"Kalau memang UU sudah berlaku dan tidak bisa ditunda mengimbau agar kepada kabupaten/kota untuk mengeluarkan insentif khusus di bidang spa agar tidak dikenakan pajak (hiburan) sambil dipelajari aturan-aturan berikutnya," ucapnya.
Yusuf kemudian mendorong agar usaha spa wellness di Bali mengembangkan dan berkomitmen mengimplementasikan Etnaprana. Dimana salah satunya dibuktikan dengan para terapis yang sudah bersertifikat SKKNI Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 267 tahun 2023, Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Aktivitas Jasa Lainnya.
Serta, industri sudah bersertifikat usaha sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Standar Usaha Spa.
"Nama Etnaprana yang kami sarankan ke pemerintah ini kalau perlu jangan dipajaki dulu. Efek gandanya luar biasa. Dampak ekonominya luar biasa kalau ini dikembangkan secara benar dan didukung oleh pemerintah dan para pelaku spa mau bersatu," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun menjelaskan adanya wacana Etnaprana tersebut bakal berpengaruh pada citra spa. Sebab, dunia telah lebih dahulu mengenal nama spa.
"Kalau diganti lain kan ikutannya beda juga karena di KBLI atau klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia 96122 yang lewat OSS itu memang spa namanya spa karena ada klasifikasinya," ucap Tjok.
Dia menuturkan, saat ini ada 963 usaha spa wellness dan berbasis budaya yang terdata di Bali. Menurutnya, selama ini sektor spa banyak digemari oleh turis Eropa.
"Bahkan sekarang domestik banyak (melirik spa) karena memang spa ini bagian daripada kesehatan. Tadi kan testimoni Ketua BHA bagaimana pengobatan spa ini memberikan efek yang luar biasa terhadap kebugaran," tuturnya.
Tjok menerangkan saat ini baru Kabupaten Badung yang menerapkan kenaikan pajak tersebut dan telah menindaklanjutinya dengan Perda. Sementara daerah lainnya masih tetap menerapkan pajak 15 persen.
Dia juga meyakinkan meskipun saat ini ada polemik soal kenaikan pajak dan mendatang akan mulai diberlakukannya pungutan bagi turis sebesar Rp 150 ribu, tak akan memengaruhi kunjungan turis ke Bali.
"Saya percaya wisatawan masih datang ke Bali. Positif dan yakin saya (meskipun ada dua kondisi ini) karena ini kan teman-teman sudah berjalan dan mudah-mudahan diskusi Pasal 101 ini bisa direspons oleh kabupaten/kota," tandas Tjok.
(hsa/iws)