Jatuh Bangun Penyintas Bom Bali Melawan Trauma

Laporan Khusus 21 Tahun Bom Bali 1

Jatuh Bangun Penyintas Bom Bali Melawan Trauma

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Jumat, 13 Okt 2023 19:00 WIB
Orang-orang melihat lokasi pemboman di sebuah klub malam di Denpasar, Bali.
Mengenang 21 Tahun Bom Bali. (Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim)
Denpasar -

Sabtu malam, 12 Oktober 2002. Paddy's Pub dan Sari Club, di Legian, Badung, Bali dibom. Lebih dari 200 nyawa melayang akibat ledakan tersebut. Ratusan orang lainnya terluka parah.

Ledakan bom tersebut adalah salah satu serangan terorisme paling mematikan di Indonesia. Empat pelaku serangan teror tersebut ditangkap dan dibawa ke pengadilan.

Tiga di antaranya Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Gufron dihukum mati. Sementara Ali Imron menerima hukuman penjara seumur hidup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ledakan bom di Bali 21 tahun lalu masih menyisakan cerita pahit bagi para korban maupun keluarganya. Sebagian dari mereka masih trauma dan sedih ketika menceritakan malam kelam tersebut.

Misalkan, Ni Luh Erniati. Ibu beranak dua ini harus menjadi janda karena suaminya Gede Badrawan meninggal akibat bom tersebut. Saat itu, Badrawan, kepala pelayan di Sari Club, tengah bertugas.

ADVERTISEMENT

Erni -sapaan Ni Luh Erniati- terpaksa menjadi orang tua tunggal dari dua anaknya Putu Agus Eriawan Kusuma dan Made Bagus Arya Dana. Perempuan asal Singaraja, Bali, itu perlu waktu bertahun-tahun untuk bisa pulih dari trauma.

"Bulan Oktober itu sensitif banget dan kami harus bisa mengatasi perasaan," tutur Erni di rumahnya di Sesetan, Denpasar Selatan, Sabtu (7/10/2023).

Erni berupaya melawan trauma dengan pergi konseling ke psikiater. Dia juga meminum obat untuk memulihkan kesehatan mentalnya. Hal itu dilakukannya bertahun-tahun.

"Nggak boleh lah terus-terusan seperti itu (sedih) karena bagaimana pun juga kami harus berpikir masa depan dan saya harus tetap bekerja memikirkan masa depan," ungkap Erni.

Situasi ekonomi keluarga yang terdesak mendorong Erni untuk mencari solusi. Akhirnya, dia memutuskan untuk belajar menjahit. Kini, usaha tersebut bisa menopang kehipudan perempuan itu dan kedua anaknya.

Hal sama dialami oleh Jatmiko Bambang Supeno. Mantan bartender di Sari Club itu harus bekerja sambil menyembuhkan trauma akibat bom Bali I.

Bambang bolak-balik dari rumahnya di Panjer, Denpasar Selatan, ke Universitas Udayana (Unud), Denpasar Barat, Denpasar, Bali, untuk mendapatkan pendampingan psikologis dua kali sebulan untuk bisa melawan trauma. Pemulihan trauma yang dijalani oleh Bambang difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Kurang lebih ada dua tahun saya (menjalani pendampingan psikologis)," tutur pria berusia 57 tahun itu kepada detikBali, di Denpasar, Minggu (8/10/2023).

Pria kelahiran Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu juga terpaksa berganti-ganti pekerjaan mulai dai pelayan di restoran, ojek online, hingga jadi penjahit. Ayah empat anak itu kini fokus menekuni usahanya sebagai penjahit.

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menjelaskan ada 14 korban Bom Bali I yang mendapatkan pendampingan psikologis. Menurut dia, tidak semua korban bom Bali mau mendapatkan pendampingan psikologis untuk pemulihan dari trauma.

"Macam-macam alasannya karena bingung mengatur waktu karena bekerja dan sebagainya. Ada juga yang karena tempatnya jauh," kata Susilaningtias.

Susilaningtias mengatakan sebanyak 127 korban Bom Bali I dan II mendapatkan kompensasi. Besarannya, korban meninggal dunia Rp 250 juta, luka berat (Rp 210 juta), luka sedang Rp 115 juta, dan luka ringan Rp 75 juta.

LPSK telah menyerahkan kompensasi sebesar Rp 9,49 miliar pada gelombang pertama. Sedangkan, nilai pembayaran kompensasi pada gelombang kedua Rp 3,97 miliar.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengakui belum seluruh korban bom Bali mendapatkan kompensasi. Alasannya, waktu yang diberikan kepada LPSK untuk mendata semua korban jiwa maupun luka akibat bom Bali sangat pendek. Padahal, keluarga korban tersebar tidak hanya di Pulau Dewata.

Pembaca detikBali, laporan khusus ini dihadirkan bukan untuk mengorek kembali luka lama para korban. Liputan ini semata untuk mengingatkan bahwa terorisme dengan dalih apapun tidak hanya melukai dan merenggut nyawa, tapi menimbulkan trauma mendalam bagi korban dan keluarganya.

Selamat Membaca!

1.

Baca juga:

2.

Baca juga:

3.

Baca juga:

4.

Baca juga:

5.

Baca juga:

6.

Baca juga:

7.

Baca juga:

8.

Baca juga:

9.

Baca juga:

10.

11.

12

Baca juga:

13.

Baca juga:

Tim Laporan Khusus 21 Tahun Bom Bali I

Penanggung Jawab: Gangsar Parikesit.
Pemimpin Proyek: Daniel Pekuwali dan Noviana Windri Rahmawati.
Editor: Gangsar Parikesit, Hakim D. Saputra, Daniel Pekuwali, dan Noviana Windri Rahmawati.
Reporter/Kontributor: I Wayan Sui Suadnyana, Rizki Setyo Samudero, Ni Made Lastri Karsiani Putri, Agus Eka Purna Negara, dan Aryo Mahendro.
Videografer: I Nyoman Adhisthaya.
Penyumbang Bahan: Anastasya Evlynda Berek, Indah Dwi Hastuti, Ni Kadek Restu Tresnawati, Muhammad Rivaldo, dan Ni Made Maheswari Anindya Putri.




(dpw/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads